Baper 16

130 9 0
                                    

Dewa's POV

Sungguh aku tidak sangka. Wajar saja selama ini menjadi orang asing bagi Alan. Amnesia? Apalagi itu? Bukankah penyakit itu hanya ada di sinetron-sinetron yang membuat hidup pemainnya menjadi lebih rumit? Lupa keluarga, lupa temannya, lupa kehidupannya, bahkan lupa akan siapa dirinya sendiri. Sungguh, hidup ini bagai sinetron yang skenarionya sudah di tuliskan Tuhan.

Selalu tempat ini menjadi sudut favoritku saat aku berada dalam kegalauan. Kalau orang bilang percintaan remaja tak sesulit itu, bagaimana dengan aku? Pertama, aku mencintai sahabatku sendiri. Kedua, kami telah berpisah sekian lama. Ketiga, saat bertemu dia tak mengingatku sama sekali. Apa itu tidak rumit? Ini lebih dari bayanganku sebagai lelaki yang akan menginjak dewasa.

Mungkin bagi orang ini sepele. Dekati saja dia sampai dia suka padamu. Lalu katakan yang sejujurnya bahwa kalian pernah bertemu. Buatlah cerita yang sedikit berlebihan tentang kedekatan kalian. Lalu kalian akan menjadi pasangan yang bahagia karna akan percaya seutuhnya padamu. Bullshit. Ini hanya cerita norak yang sering aku dengar dari sinetron-sinetron yang tidak berbobot itu. Hidup ini bukan sekedar cerita indah yang dikarang-karang.

Bunda juga sudah bilang, kalau ingatan Alan bisa kembali asalkan tidak dengan paksaan. Jadi aku harus menunggu berapa lama lagi? Oh Tuhan, cobaanmu sungguh sulit. Lebih dari enam tahun kami berpisah, dan kini Kau pertemukan kembali. Tapi naas nya kami masih saja terpisah untuk waktu yang telah Engkau tentukan. Doakan saja aku sanggup. Sanggup untuk menunggu. Kesabaranku terbatas, tapi aku tak mau menyakiti Alan dengan Cara memaksanya untuk mengingatku. Tidak untuk sedetikpun.

                              ***********

"Pagi."

Gadis itu terkejut mendengar sapaanku tepat di telinganya. Aku mensejajarkan langkahku dengan langkah kakinya. Alan tersenyum. Membuat pagiku menjadi lebih cerah.

"Pagi-pagi udah ngelamun. Ngelamunin gue ya?" Kelakarku usil.

"Ih, apaan sih De. Gue Kaget aja tiba-tiba ada makhluk ajaib kaya lo tiba-tiba dateng ngagetin."

"Ciiee makhluk. Makhluk tampan yang akan menarik hati tuan putri."

Wajah Alan bersemu merah. Sungguh mukanya menggemaskan seperti dimasuki tomat. Pipi chubby-nya membuatku ingin mejawilnya.

"Ciiee blushing.. Hahahahaha....."

"Dewa! Sana-sana." Geramnya kesal.

Dewa berlalu masuk ke ruangan kelasnya. Alan pun begitu. Kelas mereka yang bersebelahan sering sekali membuat mereka bertemu tak sengaja.

Tepat pukul satu siang. Tiga puluh menit lagi kegiatan belajar mengajar ini selesai. Dewa mengambil ponselnya dan mengetikkan sesuatu disana.

Dewa : Pulang bareng gue lagi yuk.. ;)

Tak perlu menunggu lama, mendapatkan balasannya.

Alandia : Ogah :p
Dewa : Ayo dong.. Gue kangen sama lo...
Alandia : iihh... Apaan sih De..
Alandia : pulang aja Sana sendiri..
Alandia : gue udah janji sama Bima
Dewa : masa pulang sama Bima? Trus gue pulang sama siapa?
Alandia : manja banget deh.. Biasanya lo juga pulang sendirian
Dewa : sekali ini aja yuukk.... Pleasee..... ;)

Tak ada balasan lagi setelahnya. Dewa mengacak rambutnya cepaknya. Mengambil perhatian Alandia memang tak semudah mengambil perhatian cewek-cewek lainnya, yang tanpa diminta pun mereka akan memberi perhatian tersebut dengan mudahnya.

Bel tanda pulang sekolah berbunyi. Semua murid menghambur keluar Kelas. Entah apa yang mereka Cari diluar Sana sehingga harus keluar Kelas lebih dahulu. Dewa yang masih  tenang duduk di bangkunya terlihat lesu. Sesekali dia memperhatikan ponselnya, berharap ada satu notifikasi balasan dari Alan. Lima menit berikutnya dia pun melakukan hao sebelumnya. Memeriksa kembali notifikasi di ponselnya. Nihil. Tak ada tanda-tanda balasan dari gadis tersebut.

Dewa beranjak dari kursinya. Melangkah keluar dari kelasnya. Langkahnya lemah. Dari kejauhan ia melihat Alan yang sedang berjalan dengan teman-temannya. Dewa melangkah lebih cepat. Menyejajarkan langkahnya dengan Alan dan teman-temannya.

BaperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang