Setelah hari itu, Alan menarik diri. Entah dari Dewa ataupun Raka. Ia mematikan ponselnya. Sengaja. Alan tak ingin di ganggu dari istirahatnya.
Kini ia berbaring di kasur empuknya. Bergumul di dalam selimut yang tebal sambil memeluk bantal. Berhujan selama satu jam lebih cukup membuat suhu tubuhnya meninggi. Dikeningnya terdapat kompres dingin. Yang sesekali di ganti kembali oleh bunda agar panas badannya segera mereda.
Alan menggapai ponselnya di atas nakas. Tak bermaksud untuk kembali mengaktifkan ponselnya. Tapi sungguh, berbaring seperti ini membuatnya Bosan setengah mati.
Layar putih itu menyala. Dan sibuk memperlihatkan beragam notifikasi. Entah itu telfon, pesan singkat, maupun semua sosial media yang Alan punya. Yang paling menjadi perhatiannya adalah lebih dari 40 panggilan tak terjawab dari WhatsApp-nya. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Dewa dan Raka.
Alan tak terlalu menghiraukan. Yang pasti saat ini ia sedang kesal.
"Dek, temenmu dateng tuh."
Alan berbalik dari arah tidurnya.
"Siapa bun?"
"Kiki, Anton, dan yang lainnya."
"Ya udah bun, bentar lagi Alan turun."
Alan berjalan tertatih, menuruni satu per satu anak tangga menuju ruang tengah. Tempat mereka Biasa berkumpul. Senyumnya di paksakan di bibirnya yang pucat. Sementara teman-temannya merasa ada sesuatu yang sedang terjadi dengan Alan.
"Lan, lo gak papa?" Ucap Kiki.
"Ya gini deh. Kalo di bilang gak papa, yaa, bohong namanya."
"Tapi udah mendingankan?" Timpal Anton.
Alan hanya mengangguk.
"Lan, Bima minta maaf." Alan hanya diam. Membiarkan Anton menyelesaikan kalimatnya.
"Selama ini dia udah bohong sama lo. Karna Raka itu sebenarnya sepupunya Bima. Dia selama Bima ini diem, pura-pura gak kenal Raka karna di gak mau aja lo ngejauhin Raka yang lagi deketin lo dengan caranya yang aneh itu."
"Dan kalian juga diemkan?"
"Kita minta maaf Lan. Kita gak bermaksud gitu." Kali ini Kiki bersuara.
Suasana di ruangan ini sangat canggung. Tak pernah mereka seperti ini sebelumnya. Tapi sepertinya untuk kali ini, Alan terlanjur kecewa dengan teman-temannya. Entah apa alasannya.
Mereka hanya duduk dan diam. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Tapi tidak dengan Alan yang semakin terlihat pucat.
Bel kembali berbunyi. Entah siapa diluar sana. Bergegas bunda segera menuju pintu dan membukakannya. Dari sudut ruangan ini, Alan bisa melihat siapa yang datang. Saat ia tau, tiba-tiba saja Alan segera berdiri dan kembali masuk kamarnya. Tanpa menghiraukan teman-temannya yang sedang berada disini.
"Eh nak dewa. Ayo masuk. Didalem juga lagi ada temen-temannya Alan."
Dewa hanya terseyum pada bunda. Tak pernah ia sekikuk ini sebelumnya. Begitupun saat melihat Kiki dan kawan-kawan yang cukup membuatnya semakin diam. Seperti orang asing yang baru pertama Kali menginjakkan kaki di rumah ini.
Dewa mengekori bunda menuju ruang tengah. Lalu Membiarkan Dewa ikut duduk berbaur dengan yang lainnya. Sementara di kamarnya, Alan kembali mengeluarkan air mata untuk kesekian kalinya.
"Lho Alan mana?" Tanya bunda sambil menyuguhkan beberapa cangkir teh untuk mereka minum.
"Kayanya lagi dikamar tante." Ucap Putra.
Bunda hanya mengangguk. Mempersilahkan teman-teman anaknya untuk minum. Dan sesaat kemudian bunda menuju kamar anaknya tersebut.
"Lan, itu ada tamu kenapa kamu masuk kamar nak? Gak baik. Ayo ditemui dulu." Bunda yang duduk di tepi ranjang berkata sambil mengusap-usap punggung anaknya yang tertutup selimut.
"Gak mau bun..." Jawabnya terisak.
"Jangan gitu nak. Ayo. Temui mereka. Mereka udah jauh-jauh dateng buat liatin kamu."
"Alan gak bisa bun. Kepala Alan sakit banget."
Bunda tau anaknya sedang beralasan. Tapi bunda tak ingin memaksa, Karena kondisi Alan yang kini masih tidak stabil.
Bunda memilih meninggalkan Alan beristirahat dan menenangkan diri. Semantara itu bunda mencoba memberi pengertian ke teman-teman Alan yang masih menunggunya keluar dari kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baper
Teen FictionCewek baper yang bertemu dengan murid baru disekolahnya. Cowok tersebut adalah teman dekatnya semasa kecil. Dewa, begitu dia di panggil. Kembali ke kota dimana dia mengukir kenangan bersama seorang teman kecilnya, Alandia. Dewa berjanji akan selalu...