Baper 29

6 2 0
                                    

Mereka duduk berdua di sebuah taman. Diam tak bersuara. Raka bingung untuk memulai, sementara Alan tak mau memulai duluan. Alan butuh penjelasan.

"Lan, aku minta maaf." Akhirnya Raka bersuara. Alan masih diam tak bergeming.

"Aku minta maaf karna gak nemuin kamu pas kelulusan. Aku juga minta maaf Karna gak ngubungin kamu. Aku minta maaf banget sama kamu. Aku tau aku salah."

Masih tetap diam. Alan hanya mendengarkan sambil berkata-kata dalam hatinya. Banyak sebenarnya yang ingin ia tanyakan. Tapi Alan terlalu kesal. Terlalu marah. Ia merasa di bohongi. Oleh Raka, bahkan Bima saat ini.

"Alandia, please. Jangan diem aja. Aku minta maaf. Ma-aaaffff bangeett. Aku salah."

Raka terdengar mulai sedikit frustasi atas yang dilakukannya pada alan. Tapi alan tak mau men-judge dia awal.

"Kenapa minta maaf? Kan kamu gak salah. Yang salah itu aku. Terlalu bodoh untuk menunggu kamu."

Mereka lagi dan lagi hening. Tak ada yang berani mengeluarkan sepatah kata pun. Seperti sedang mengintrospeksi diri.

"Aku yang bodoh. Aku yang gak nepatin janji. Aku yang salah. Aku minta maaf. Lan, please."

Raka sedikit bergeser. Menghilangkan jarak antara dia dan Alan. Mungkin Alan sudah kehabisan kata-kata. Yang ia rasakan saat ini hanya kebingungan. Bingung ingin berkata apa. Mereka tak punya hubungan yang serius. Untuk apa Alan marah jika Raka memang tidak datang saat itu. Untuk apa juga Raka minta maaf sampai begininya dengan Alan. Bukankah dua orang yang bebas tak berhubungan serius, tak mempunyai ikatan apa-apa bebas untuk melakukan apapun?

Tapi disini? Alan tak mengerti, ada apa dengan mereka. Alan dan Raka seperti sepasang muda-mudi berpacaran, lalu saling marahan dan pada akhirnya cowok selalu salah. Cowok yang meminta maaf. Tapi cowok juga yang melakukannya lagi dan lagi. Sungguh, alan tak bisa berkata. 

"Buat apa kamu minta maaf?" Alan mencoba menstabilkan suaranya.

Kini giliran Raka yang terdiam. Sementara alan masih menerka-nerka apa yang ada di pikiran Raka.

"Kenapa gak dijawab?"

"Kamu gak perlu minta maaf. Kamu gak salah. Aku yang salah, terlalu ngarepin kamu. Padahal kamu bukan sapa-sapa."

Suaranya bergetar, menahan tangis yang hampir saja terdengar. Susah payah Alan menahan air matanya, pada akhirnya terjatuh juga. Sama seperti hujan saat ini yang tiba-tiba saja di bawa petir bergemuruh.

Mereka tak beranjak. Membiarkan titik-titik air itu membasahi tubuh mereka. Raka hanya terdiam, merasa seperti bodoh. Sementara Alan bersyukur dapat melegakan sesak di hatinya. Derasnya butir hujan tak seberapa deras dari air mata yang kini berkamuflase di Balik rintik-rintik dr langit.

"Lan, bicara. Aku gak bisa liat kamu diam. Kamu gak kaya begini. Ini bukan kamu yang aku kenal."

Alan hanya menaikkan sebelah sudut bibirnya.

"Dan kamu juga gak seperti yang aku bayangkan."

Mereka kembali terdiam.

                          *********

Seorang laki-laki yang tak sengaja melihat dua orang yang sedang berhujan di taman. Ia sangsi, apakah itu benar gadis yang di sukainya? Tapi dengan siapa dia disana? Mau apa mereka saling duduk terdiam, membiarkan hujan membasahi mereka, seperti daun-daun pohon yang ada di sekitar tak berfungsi memberi teduh.

Dewa menyipitkan mata. Ia tak salah lihat. Itu memang Alandia.  Dewa tak sabar ingin menghampiri, tapi di tahannya. Dilihatnya wajah murung itu dari jauh. Ia tau Alan menangis. Tapi lelaki di sebelahnya tak bergeming. Ia hanya menahan diri. Mungkin mereka butuh ketenangan. Tapi dalam hatinya merasa panas. Cemburu? Pasti. Dia gadis yang disukainya sejak lama ini sedang bersama yang lain. Berhujan seperti tak ada tempat lain.

BaperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang