Matanya tertuju di satu titik. Seorang anak lelaki yang duduk sendirian di sudut kantin. Dengan ramah dia terlihat sedang berbincang dengan teman-teman disekelilingnya sambil menyantap mie ayam dengan lahapnya.
"Bim, itu anak baru ya? Kok gue baru liat." Tanya Alan.
*******
"Aww, lo kalo jalan liat-liat dong." Makinya tanpa melihat kearah seseorang yang sebenarnya Alan yang menabraknya.
"Sorry." Balasnya singkat.
**********
"Dia, kamu kenapa sukanya main sama anak laki-laki?" Ucap seorang anak laki-laki yang sedang duduk di salah satu ujung jungkat jungkit.
Di ujung lainnya seorang Alandia kecil tersenyum. Menampakkan gigi-gigi mungilnya nan putih. "Aku suka temenan sama laki-laki karena laki-laki itu kuat. Dia bisa melindungi aku dari orang jahat." Ucapnya.
***********
"Lan.. Lan.. Lo gak papa?"
Alan mulai membuka mata saat mendengar seseorang memanggil-manggil namanya. Pandangannya kabur, membuat ia mengerjap. Semakin lama suara itu semakin jelas. Begitu juga dengan pandangannya. Alan menoleh ke kanan, mendapati seseorang yang sedang menjaganya di UKS sekolah. Alan menjauhkan kepala. Tak menyangka dengan siapa ia saat ini.
Ya, dia Dewa.
***********
Motor sport merah milik Dewa berhenti di salah satu Warung Soto ternama di daerah ini. Soto kikil betawi menjadi makanan kesukaan Dewa dari dulunya. Alan pun tidak merasa keberatan untuk makan dikaki Lima seperti ini. Baginya, duduk sedekat ini hanya berdua dengan Dewa sudah cukup membuat jantungnya berdetak tak beraturan.
***********
"Entah berapa lama saya harus menunggu diujung jalan ini. Menunggu mereka untuk lewat dari kawasan sekolah Alan. Karna memang itu satu-satunya jalan menuju arah rumah saya. Hingga akhirnya tawuran tersebut semakin tak terkendali. Saya melihat sebuah Batu tepat mengenai kepala seorang gadis. Dengan baju seragam yang berubah menjadi merah seketika. Saya pun ragu untuk mendekat. Untungnya tak lama kemudian polisi datang untuk mengamankan mereka. Dan ini merupakan kesempatan saya untuk mendekat menuju Alan."
************
Author POV
Semua memori tentang orang-orang yang berada di sekeliling Alan seakan seperti sebuah bianglala besar yang pada akhirnya terus berganti diatas dan di bawah.
Alan ingat. Hampir semua. Mulai dari masa kecilnya, dengan siapa ia berteman, dimana mereka Biasa bermain. Orang tuanya, saudaranya, kejadian-kejadian lampau yang sebelumnya ia tak pernah ingat.
Kini Alan cukup merasa bingung. Bagaimana bisa tiba-tiba Isi kepalanya terasa penuh? Kenangan-kenangan lalu. Ceritanya bertemu dengan Dewa, Raka.
Ah ya, Raka. Sepertinya Alan sangat familiar dengan nama ini. Seseorang yang tadinya hampir setiap hari menemaninya, menanyai kabar, mengetahui keadaannya walaupun Alan selalu merasa tidak pernah punya petunjuk tentang Raka.
Pada awalnya mungkin Alan tak pernah segaja bertemu dengan Raka. Mungkin mereka hanya sekedar berpapasan. Tapi ciri khas masa SMA, remaja yang mulai memahami cinta. Cinta pada pandangan pertama tentu tak bisa di elakkan lagi. Begitu halnya Raka.
Pertemuannya pertama Kali dengan Alan tidak banyak meninggalkan kesan. Hanya gumam dalam hati yang mengatakan kalau seorang Alandia adalah gadis manis yang patut diperhitungkan untuk di jadikan pacar. Masa muda, begitulah adanya.
Sementara Dewa? Alan sangat ingat. Ingatannya lekat kepada lelaki tampan itu. Teman kecilnya. Teman yang selalu menjaganya. Teman kecil yang menyayanginya. Ia tau itu. Hingga akhirnya kebersamaan mereka harus terhenti. Terpisah oleh jarak dan kehilangan kontak.
Walaupun begitu, Alan tak pernah lupa akan sosok Dewa. Ia selalu ingat dan berharap akan bertemu dengan Dewa nantinya. Entah kapan. Dewa kecil yang menggemaskan, baik tapi terkadang usil. Tak pernah dilupakan Alan.
Bahkan dulunya, setelah Dewa pergi, Alan sempat berdoa semoga ia bisa dipertemukan kembali dengan sahabatnya itu. Ia sayang, sayang sekali dengan Dewa. Entahlah. Mungkin, jika Dewa tak pergi, atau mungkin Alan tak mengalami musibah ini, mereka bisa saja mempunyai hubungan yang lebih dari hanya sekedar sahabat. Who knows?
**********
Hingga satu jam berselang, Alan akhirnya tersadar. Dengan kepala yang terasa berat. Ia merasa berdialog dengan dirinya sendiri. Menyatakan pertanyaan-pertanyaan yang selama ini tak diketahuinya. Menanyakan keadaan yang sebelum dan setelahnya terjadi.
"Alhamdulillah kamu sadar nak." Bunda, ayah, serta kedua kakaknya memenuhi kamarnya yang tidak terlalu besar.
Alan mencoba untuk duduk walaupun dengan kepala yang sangat terasa berat. Ia memeluk ayah dan bundanya. Memeluk beliau erat hingga menjatuhkan air bening dari kelopak matanya. Tangisnya tak terbendung. Terisak tak tertahan.
"Ayah, bunda, Alan inget." Ucapnya yang masih diiringi tangis.
"Semuanya." Lanjutnya.
Ayah dan bunda pun begitu. Tak menunggu waktu lama untuk mengucapkan syukurnya. Anak mereka telah kembali beserta ingatannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baper
Teen FictionCewek baper yang bertemu dengan murid baru disekolahnya. Cowok tersebut adalah teman dekatnya semasa kecil. Dewa, begitu dia di panggil. Kembali ke kota dimana dia mengukir kenangan bersama seorang teman kecilnya, Alandia. Dewa berjanji akan selalu...