Baper 13

159 8 2
                                    

"Lan, ada yang merhatiin lo dari tadi."

"Siapa?"

"Liat aja, tuh orangnya di depan lo. Percis."

Alan masih asik menikmati baksonya yang tinggal setengah mangkok lagi. Ya, hari ini Alan sudah kembali bersekolah. Istirahat empat saja hari cukup membuatnya jenuh dirumah. Sampai-sampai ia harus meyakinkan bunda agar dapat kembali masuk sekolah dan tidak tertinggal pelajaran.

Sebenarnya dibalik alasan-alasan jitu yang di berikan Alan ke pada bunda tidak lebih karena ia ingin segera bertemu dengan teman-temannya. Bukan. Lebih tepatnya bertemu dengan Dewa.

Walaupun Dewa adalah sosok menyebalkan bagi Alan, tapi di sudut lain hatinya masih sama seperti awal dia melihat Dewa. Ada rasa yang tak Biasa yang selalu saja membuat Alan salah tingkah sendiri jika mengingat lelaki tampan tersebut.

Satu suapan terakhir sebelum Alan menyudahi makanan favoritnya. Setelah selesai, Alan menyesap es teh miliknya. Cukup lama. Alan menaikkan kepalanya yang tadinya dia tundukkan. Melihat tepat kearah depannya tanpa ada halangan. Dua mata yang sedang memandangnya tergagap. Seperti salah tingkah. Namun kedua mata mereka sempat bertemu walau sebentar.

Alan tak menyangka kalau benar, Dewa memperhatikannya dari jauh. Ini terasa asing. Sekaligus terasa senang. Asing karena dia merasa tidak mungkin seorang Dewa yang angkuh memperhatikannya sangat lekat. Dan senang, karena Alan berpikir sepertinya dia masih ada harapan untuk dekat dengan Dewa.

Mengingat Dewa, Alan juga teringat akan Raka. Lelaki yang baru saja tadi malam menyatakan perasaannya pada Alan. Konyol. Bagaimana bisa Alan pun merasa mencintai Raka yang belum jelas siapa orangnya. Jika hatinya adalah sebuah timbangan, maka untuk kali ini Raka lah yang memberatkan timbangat tersebut di hati Alan. Dengan perhatian dan kasih sayang yang nyata dengan wujud tak terlihat.

                         *****************

Bel pulang sekolah berbunyi. Siswa siswi berhamburan keluar Kelas. Tapi tidak Alan.

"Lan kita cabut duluan ya."

"Oke, hati-hati ya kalian."

"Sip. Lo juga hati-hati pulangnya."

Ya, hari ini seperti biasanya. Setiap Kamis siang sepulang sekolah sahabat-sahabat Alan selalu izin untuk tidak menemani Alan dan mengantar pulang. Mereka selalu ada janji untuk bermain futsal. Alan maklum, walaupun kadang dia juga merasa sepi harus pulang sendiri.

Alan berjalan santai menuju gerbang, ia berharap hari ini akan cepat pulang. Alan merasa sedikit lelah. Mungkin karena masih dalam masa penyembuhan.

"Alan...!!"

Alan mendengar namanya diserukan dari belakang. Dia menoleh. Memastikan siapa yang memanggilnya.

"Lan tunggu..!"

Pupil matanya membesar, memastikan kalau memang Dewa yang baru saja memanggilnya. Langkah Alan terhenti menunggu Dewa berjalan cepat kearahnya. Rasanya senang. Tapi tunggu, mau apa dia memanggil?

"Lo pulang sendiri Lan?"

"Iya, gue naik angkot. Temen-temen gue pada jadwal futsal." Jawabnya lemah.

"Pulang bareng gue ya Lan."

Dewa membujuk, seperti tahu kalau Alan tidak akan mau pulang dengannya. Cukup lama hanya untuk menunggu jawaban "ya" atau "tidak".

"Gak papa nih? Nanti gue ngerepotin lo."

"Apaan sih. Gak ada namanya lo ngerepotin gue."

"Ya udah, kalo lo maksa."

Dewa terpekik dalam hati. Senang. Sepertinya caranya untuk mendekati Alan kali ini akan berjalan dengan lancar.

"Lan, lo keberatan gak kalo nemenin gue dulu?"

"Kemana?"

"Makan. Laper banget gue."

Alan hanya diam. Sebenarnya di dalam hatinya ingin sekali untuk berlama-lama dengan Dewa. Toh, hari ini dia hanya akan pulang ke rumah tidur.

"Jadiiiiii....?"

"Hmm.." Alan terdengar seperti berfikir. "Boleh deh. Tapi cuma makan aja ya?" Lanjutnya.

"Promise." Dewa tersenyum di Balik helmetnya. Dia melajukan motornya dengan kecepatan aman. Jalanan cukup padat hari ini.

Motor sport merah milik Dewa berhenti di salah satu Warung Soto ternama di daerah ini. Soto kikil betawi menjadi makanan kesukaan Dewa dari dulunya. Entah mengapa, Dewa lebih suka makan di Warung kaki Lima dari pada harus masuk cafe yang belum tentu makanannya enak. Alandia pun tidak merasa keberatan untuk makan dikaki Lima seperti ini. Baginya, duduk sedekat ini hanya berdua dengan Dewa sudah cukup membuat jantungnya berdetak tak beraturan.

BaperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang