"Mas Nendra ngubungin Mas?"
"Nggak," El mengatakan itu dengan pandangan yang terarah lurus pada jalanan, "Kenapa memangnya?"
"Dara pikir nelepon," Dara menyahuti dengan ragu, "Soalnya kemarin itu Dara keceplosan, dan akibatnya Mas Nendra ngomel-ngomel."
"Keceplosan apa memangnya?"
"Keceplosan ngaku kalau kita udah pernah ciuman."
"Kamu ini," Desah El sambil menoleh pada gadis di sampingnya, "Kayaknya Mas bisa kena gegar otak kalau keseringan ngobrol dengan kamu."
"Kok Mas El ngomongnya gitu sih?" Rajuk Dara dengan bibir mengerucut maju.
"Gampang banget ngomong ciuman-ciuman," Omel El sambil mencubit ujung hidung gadis itu, "Memangnya kamu nggak segan, bahas hal kayak gitu dengan Nendra?"
"Kalau sama Mas Andra sih malu, kalau sama Mas Nendra biasa aja," Sahut Dara apa adanya, "Mas Nendra itu kan nggak punya malu, habis malam pertama aja langsung laporan ke Dara."
"Laporan apa memangnya?" Tanya El antara geli dan dongkol.
"Mas kepo?" Tanya Dara sambil menusuk-nusuk pipi El dengan telunjuknya, "Kepo ya?"
"Bukan tentang malam pertamanya, tapi tentang sejauh apa sikap kolokan Nendra pada kamu?" Sahut El sambil menarik tangan Dara ke atas setir untuk ditimpa dengan tangannya sendiri, "Di organisasi yang kami ikuti, Nendra terkenal galak dan tegas, jadi Mas sedikit kaget ngelihat sikapnya pada kamu."
"Dara juga bingung," Gadis itu mengakui, "Kalau lagi ngobrol dengan Mas Andra, Mas Nendra itu dewasa banget. Coba aja ngobrol dengan Dara, langsung kayak anak alay lagi kena ayan."
El tertawa saja kemudian menggedikkan dagu ke arah depan, "Udah sampai."
Dara mengikuti arah pandangan El dan mendapati sebuah rumah dengan dominasi warna abu-abu dan orange di hadapannya. Dengan bingung gadis itu bertanya, "Ini rumahnya siapa?"
"Rumah Mas."
"Eh?" Sahut Dara terkejut, "Kok Mas nggak bilang sih, kalau kita mau ke rumahnya Mas? Dara kan belum siap buat ketemu Mamanya Mas. Mana cuma pakai sendal jepit dan celana pendek lagi. Ih, Mas!"
"Rumahnya Mas," El mengulangi ucapannya, "Bukan rumah orangtuanya Mas."
"Oh," Sahut gadis itu sambil mengusap dadanya dengan malu, "Hampir aja Dara kena serangan jantung."
"Drama!" Sahut El sambil mencubit hidung gadis itu, "Ayo turun."
Pandangan Dara langsung menyusuri kediaman yang diakui El sebagai tempat tinggalnya. Seperti kompleks perumahan pada umumnya, rumah El terlihat seragam dengan rumah tetangga-tetangganya. Yang membedakan adalah halaman di depan rumah El ditutupi oleh semen seluruhnya, dan dimanfaatkan sebagai tempat parkir, karena garasi bukan sesuatu yang lumrah untuk penduduk Kota Batam. Dan karena rumah El berlokasi di tempat terpinggir, pria itu memiliki halaman di samping kanan rumahnya, yang ditumbuhi dengan rumput yang dipangkas rapi. Tidak ada tanaman lain di sana, yang menjelaskan kalau pemilik rumah adalah seorang lajang yang tidak memiliki minat untuk memelihara mawar.
"Itu halamannya dibiarkan kosong gitu aja?" Dara bertanya dengan penasaran.
El mengikuti arah pandang Dara dan berkomentar, "Belum sempat dikerjakan."
"Rencananya mau dijadikan tempat apa?"
"Bengkel kecil-kecilan?" El justru balik bertanya sambil mengeluarkan kunci rumah dari sakunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
28+ (Slow Update)
ChickLitNama : Adara Darra Kelas : XII IPS3 M.P : Bimbingan Konseling. Tulislah sebuah surat berisikan lima kriteria pasangan hidup (suami/istri) untuk diri kamu sendiri di masa depan! Kepada diri saya sendiri di masa depan, Menurut Ibu Susan, kamu akan me...