"Pengin makan sesuatu?" Dara memerhatikan Ibunya bertanya pada Rara, "Ngidam?"
"Belum Ma," Rara menjawab dengan senyuman, "Mudah-mudahan sama kayak kehamilan pertama, nggak pakai ngidam-ngidam segala. Kayaknya ngidam itu repot."
"Oalah! Mama nggak tahu harus sedih atau justru senang, karena sampai cucu ketiga, belum pernah sekalipun merasakan ngurusin anak ngidam."
Rara tidak menyia-nyiakan kesempatan itu untuk meledek adik iparnya, "Mungkin kalau Dek Dara yang hamil bakalan ngidam, Ma."
"Jelas!" Sahut Nendra tak ingin ketinggalan mengejek adiknya, "Berdoa aja supaya dia nggak ngidam pengin ngelus tanduk banteng yang lagi ngamuk."
"Mas pikir Dara ini matador?" Sambar gadis itu sambil tak lupa mengerucutkan bibir tanda kesal.
"Bukan! Mas pikir kamu kuda lumping."
"Nggak lucu!"
"Mas nggak nyuruh kamu ketawa."
"Mas kenapa sih, tiba-tiba ngeselin?" Tanya Dara sewot, "Kalau pengin punya anak lagi, bikin dong. Kenapa jadi marah-marah ke Dara?"
Nendra melotot, namun tak meneruskan pertengkaran dan justru berlalu menuju dapur. Andra yang sedari tadi hanya diam sambil mengusap-usap perut istrinya, memasang ekspresi lugu ketika berkata, "Kamu itu jangan suka ngomong sembarangan, Dek. Anggara kan umurnya belum sampai setahun, mana mungkin Nendra udah kepikiran untuk nambah momongan."
Dara berdecak ketika berkata dengan nada prihatin, "Mas tahu apa sih soal Mas Nenen? Nebak arti roti di dalam oven aja nggak bisa, apalagi nebak isi kepala semrawutnya Mas Nenen?"
"Kamu ini," Kepala keluarga Bastiaan mengusap kepala putri bungsunya sebelum meneruskan kalimatnya, "Sehari aja nggak bikin masalah dengan Mas-Mas kamu nggak bisa ya?"
"Kok Dara sih Pa?" Protes gadis itu tak terima, "Kan Mas Nenen duluan yang cari gara-gara."
"Ya udah, kalau gitu tolong seduhkan Papa kopi," Sahut pria paruh baya itu mengabaikan protes putrinya, "Udah lama nggak diseduhkan kopi sama anak gadis satu-satunya."
Dara langsung mendengus mendengar perintah itu, "Kalau ada maunya aja, maniiiiiis banget. Kelihatan banget mantan playboy!"
Diiringi tawa cekikikan keluarganya, Dara menuju dapur untuk menyeduhkan segelas kopi untuk Ayahnya. Ia baru sampai di ambang pintu ketika menangkap pemandangan di mana Nendra mendekap istrinya yang sedang sibuk menyusun cemilan ke atas piring. Samar-samar terdengar suara Nindy yang sepertinya sedang menahan tawa, "Anak kamu masih bayi, Mas. Masa udah mau nambah lagi?"
"Mas Andra udah hampir punya dua, Yang."
"Wajar kan? Ara udah besar."
"Nggak ada salahnya kalau kita juga mulai program lagi."
"Anggara masih butuh ASI," Nindy menyahuti dengan sabar, "Kecuali Mas bisa nyusuin Anggara, aku nggak keberatan hamil lagi. Gimana? Mas mau nyusuin Anggara?"
"Kalau Mas nyusuin Anggara, yang nyusuin Mas siapa?"
Dara tersedak liurnya sendiri mendengar ucapan Nendra. Ia tahu Masnya itu luar biasa mesum, namun tak menyangka kalau pria itu akan bicara sedemikian vulgarnya. Dengan wajah merah padam karena menahan malu Dara mendatangi pasangan itu, dan meraih sendok untuk memukul lengan Nendra yang langsung berkelit, "Mas mesum! Mesum!"
"Siapa suruh nguping obrolan suami istri?" Nendra balas menyemprot adiknya dengan jengkel.
"Bukan Dara yang nguping, tapi kalian yang menggunakan tempat umum untuk melakukan perbuatan tercela!"
KAMU SEDANG MEMBACA
28+ (Slow Update)
ChickLitNama : Adara Darra Kelas : XII IPS3 M.P : Bimbingan Konseling. Tulislah sebuah surat berisikan lima kriteria pasangan hidup (suami/istri) untuk diri kamu sendiri di masa depan! Kepada diri saya sendiri di masa depan, Menurut Ibu Susan, kamu akan me...