JN : Sebelum ada yang berkomentar "udah lupa jalan ceritanya karena terlalu lama nggak posting," saya akan lebih dulu memberi solusi, : silakan dibaca ulang bab sebelum dan sebelumnya sebelumnya sebelumnya lagi, kalau udah lupa dengan jalan ceritanya.
Salam, JJ.
**
"Mas terkejut."
"Karena?"
"Karena kamu langsung nerima lamaran Mas," Ekspresi El terlihat bersungguh-sungguh ketika mengatakan itu, "Mas pikir kamu akan minta waktu."
"Karena itu Mas ngelamar Dara di depan keluarga besar Bastiaan?" Tanya Dara sambil menyipitkan mata untuk menunjukkan kecurigaannya pada pria penuh tipu daya di sampingnya, "Supaya Dara nggak bisa nolak lamaran Mas?"
"Kurang lebih seperti itu," Cengir El tidak berusaha menampik tuduhan yang disematkan kepadanya, "Lagipula kamu anak bungsu dan satu-satunya anak perempuan di dalam keluarga. Mas pikir Mas harus meminta kamu kepada seluruh anggota keluarga, bukan hanya pada Om dan Tante. Karena itulah Mas ngelamar kamu di depan Mas Andra dan Nendra sekaligus."
"Dara sampai nggak tahu harus bangga atau justru prihatin karena kelicikan Mas itu," Tanggap Dara sambil berdecak untuk menunjukkan kalau pengakuan El membuatnya tak habis pikir, "Ngelamar aja pakai acara jebak-jebakan."
El tertawa dan mengulurkan tangan untuk mengusap-usap kepala gadis itu, "Tapi Mas tetap terkejut karena kamu nggak minta waktu untuk berpikir."
"Dara udah tahu kalau cepat atau lambat Mas bakalan ngelamar Dara," Jawab gadis itu tanpa keraguan, "Jadi Dara udah memikirkannya selama beberapa hari terakhir."
Kedua alis El terangkat tinggi ketika bertanya, "Memikirkan apa?"
"Memikirkan kalau hanya karena Mas ngelamar Dara hari ini, bukan berarti kita akan menikah hari ini pula," Jawab Dara sambil mengagumi cincin pemberian El yang kini tersemat di jarinya, "Kita masih harus melewati beberapa proses, termasuk lamaran resmi keluarga, menentukan tanggal baik, menyiapkan pesta, memeriksa kesehatan, dan mengikuti kursus persiapan pernikahan. Masih ada banyak waktu untuk Dara mempersiapkan diri."
El langsung meringis karena penjelasan itu, "Gadis lain akan menggunakan waktu mereka untuk memikirkan alasan kenapa mereka harus menerima lamaran pacarnya, tapi kamu justru memikirkan banyaknya waktu yang kamu miliki sebelum Mas benar-benar bisa menjadikan kamu istri?"
"Kan Dara udah lebih dulu berpikir sebelum nerima Mas jadi pacar."
"Jadi pacar dan jadi suami itu berbeda," Tegas El, "Kamu masih bisa minta putus selama jadi pacar Mas, tapi kamu nggak akan bisa minta berpisah kalau udah menikah."
"Yakin bisa minta putus?" Balas gadis itu sambil mendengus, "Dara udah belajar kalau Mas itu penuh dengan tipu daya dan jebakan. Bahkan kalaupun kita masih pacaran, Dara nggak akan pernah bisa minta putus, karena Mas selalu punya cara untuk mengikat Dara. Mending sekalian nikah kan? Udah halal kalau mau ena-ena."
Terang saja El langsung menjitak gadis itu, "Bahas ena-ena terus!"
"Padahal Mas yang paling ngebet pengin ena-ena!" Tuduh Dara dengan ekspresi serius, "Asal Mas tahu aja ya, Dara nggak mau ena-ena selama Mas masih gendut dan buncit. Dara bisa berubah jadi Dara penyet ditindih sama Mas."
"Aduh," Keluh El sambil memijat pelipis, "Jadi kebayang."
"Tuh kan!" Pekik Dara sambil memukuli lengan pria itu, "Mesum!"
Dengan gemas El menangkap lengan Dara, kemudian menghadiahi gadis itu satu kecupan di pelipis. Dara memonyongkan bibirnya untuk meminta satu kecupan dan tertawa ketika El mengabulkan keinginannya, lantas bertanya, "Cantik nggak Mas? Lipstik dari Mas loh ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
28+ (Slow Update)
ChickLitNama : Adara Darra Kelas : XII IPS3 M.P : Bimbingan Konseling. Tulislah sebuah surat berisikan lima kriteria pasangan hidup (suami/istri) untuk diri kamu sendiri di masa depan! Kepada diri saya sendiri di masa depan, Menurut Ibu Susan, kamu akan me...