Dara tahu kalau El sedang memerhatikannya, namun ia tidak bisa menahan diri untuk mengamati dapur pria itu. Maka tanpa memerdulikan El yang sedang duduk sambil menopang wajah dengan salah satu tangan, Dara beranjak turun dari kursi yang sedari tadi didudukinya.
Meja dapur El menjadi sasaran pertama Dara. Jemarinya bergerak mengusap meja bersih tersebut, yang dilanjutkan dengan membuka salah satu kabinet di bawah wastafel. Laci yang terdiri dari tiga tingkat itu diisi dengan berbagai macam peralatan makan, mulai dari sendok, garpu, pisau, piring dan bahkan mangkuk. Semuanya tersedia lengkap meskipun dalam jumlah terbatas, yang mungkin dikarenakan El hidup seorang diri di rumah ini.
"Mas masak ya?" Tanya Dara ketika membuka laci lainnya dan mendapati beberapa penggorengan berbeda ukuran.
"Kalau sedang ada waktu luang," Jawab El yang masih nyaman dengan posisinya, "Mas udah tinggal sendiri sejak masuk SMA. Awalnya Mas pakai jasa katering untuk makan, tapi lama-lama bosan dengan menunya yang itu-itu aja. Berhenti dari katering, Mas mulai makan di luar, lalu kembali bosan dan terkadang udah terlalu capek untuk pergi keluar mencari makan. Akhirnya nekat untuk belajar masak, dan sekarang jadi kebiasaan."
"Pantas peralatan masaknya lengkap," Puji Dara yang kemudian tak tahan untuk tidak menyombongkan diri, "Tapi lebih lengkap punya Dara sih. Piring-piring Mas juga modelnya udah lumayan kuno. Udah pantas untuk diganti."
"Kapan kamu ada waktu untuk belanja?"
Kepala Dara langsung menoleh antusias karena pertanyaan itu, "Maksudnya Dara boleh ikut milih perlengkapan dapur Mas?"
"Tentu," Jawab El kalem, "Kan kamu calon Nyonya besarnya."
Pipi Dara langsung merona karena pernyataan itu, namun gadis itu berhasil menjawab, "Gimana kalau hari Sabtu?"
"Oke."
Puas mengamati dapur dan mencatat di dalam hati benda-benda apa saja yang perlu ditambah atau diperbaharui dari dapur El, Dara melangkah ke arah pintu kaca yang ternyata menuju ke arah ruang cuci. Selain mesin cuci, El memiliki rak berisi deterjen, pelembut pakaian, dan beberapa cairan pembersih lainnya. Ketika Dara mendongak, ia mendapati empat potong kayu yang dipasang melintang, yang berfungsi sebagai jemuran untuk mengangin-anginkan pakaian yang baru keluar dari mesin cuci. Dara menyukai ruangan ini, meskipun sedikit terlalu sempit untuk bisa bergerak dengan bebas. Setidaknya fasilitas ini lebih baik daripada rumah mungilnya yang tak memiliki ruang cuci sama sekali.
Puas mengamati ruangan untuk mencuci, Dara kembali ke meja makan tempat El menunggunya. Ruang makan itu tak bersekat, jadi Dara bisa langsung melemparkan pandangan ke arah ruang bersantai yang hanya diisi dengan sofa bed dan televisi berukuran hampir sama besarnya dengan sofa bed itu sendiri. Hanya saja ruang makan terletak tiga undakan lebih tinggi daripada ruang santai, dan undakan itulah yang menjadi pembatas di antara kedua ruangan tersebut.
"Di pinggir undakan itu bisa dihiasi dengan pot bunga loh Mas," Dara menyampaikan pemikirannya dengan bersemangat, "Kalau tanaman yang berwarna-warni terasa terlalu feminin untuk Mas, bisa ditanami lidah buaya, kaktus atau seledri. Jadi selain kelihatan bagus, mudah perawatannya, juga bisa jadi pembatas antara ruang santai dan ruang makan tanpa membuat ruangan terlihat sempit."
El memerhatikan titik yang ditunjuk oleh Dara, kemudian mengangguk, "Nanti hari Sabtu kita sekalian mampir ke penjual tanaman."
Dara mengangguk kemudian menunjuk pintu berwarna cokelat yang berhadapan langsung dengan ruang makan, "Itu ruangan apa?"
"Kamar Mas."
"Dara boleh lihat?"
Kedua alis El terangkat naik karena pertanyaan itu, namun pria itu tetap mengangguk, "Boleh."
KAMU SEDANG MEMBACA
28+ (Slow Update)
ChickLitNama : Adara Darra Kelas : XII IPS3 M.P : Bimbingan Konseling. Tulislah sebuah surat berisikan lima kriteria pasangan hidup (suami/istri) untuk diri kamu sendiri di masa depan! Kepada diri saya sendiri di masa depan, Menurut Ibu Susan, kamu akan me...