Mulmed : Adara Darra.
**
Dara baru tahu kalau kursus persiapan pernikahan bukan hanya menyangkut kegiatan keimanan di dalam rumah tangga baru, melainkan juga tentang perekonomian di dalam keluarga. Pihak gereja dengan tegas menyatakan baik suami maupun istri harus mengetahui pemasukan dan pengeluaran rumah tangga mereka dengan sebenar-benarnya. Begitu pula dengan kepemilikan harta kekayaan yang menjadi milik bersama, karena ketika dua orang menikah, mereka bukan lagi dua, melainkan menjadi satu.
Didasari oleh pemahaman itu, maka Dara dan El berinisiatif untuk membicarakan keuangan mereka. Itulah kenapa Dara membawa surat-surat kepemilikan atas harta tak bergerak yang dimilikinya, sekaligus buku tabungan yang sudah dicetak bukti transaksi terakhirnya. Semua bukti kepemilikan itu tersimpan di dalam tas yang disambarnya dari kursi penumpang sebelum berjalan ke arah pintu rumah El, karena mereka memang berjanji untuk membicarakan masalah ini di rumah pria itu. Namun belum lagi Dara mengetuk pintu, El sudah muncul dengan rambut basah dan senyuman yang belakangan ini menjadi senyum kesukaan Dara.
"Habis mandi ya?" Tanyanya ketika pria itu memberi pelukan singkat, "Wangi banget."
"Iya," Kemudian El mengecup pelipis gadis itu, "Kok lama sampainya?"
"Dandan dulu," Ketika El memutar bola mata, Dara menambahkan dengan cengiran, "It's better to arrive late than to arrive ugly, Mas."
"Aneh, tapi Mas nggak terkejut mendengar motto kamu. Sepertinya Mas udah lebih mengenal kamu. Iya kan?"
Dara tertawa saja mendengar godaan itu, dan membiarkan El membimbingnya ke ruang makan. Selagi menunggu pria itu menghilang ke dalam kamar, ia beranjak menuju dapur untuk mengambil minuman, sekaligus menghangatkan cookies yang dibekukan di dalam lemari pendingin. Aroma cokelat yang samar sudah memenuhi dapur ketika El kembali ke meja makan dengan dua map cokelat di tangannya, "Satu buku tabungan Mas terselip entah di mana, tapi terima kasih kepada fitur m-banking, kita bisa melihat semua transaksi lewat ponsel."
"Sebagai pegawai bank, Mas itu ceroboh ya?" Komentar Dara, "Bisa-bisanya kehilangan buku tabungan."
El jadi meringis karena komentar itu, "Nanti kalau si Mbak datang, Mas minta tolong bantu carikan. Seharusnya ada di rumah ini, karena Mas jarang menggunakan buku tabungan."
Dara mengangguk lantas dengan iseng membuka salah satu buku tabungan pria itu hanya untuk menutupnya lagi. El mengangkat alis melihat tingkahnya dan Dara menjelaskan dengan cengiran, "Angka nolnya banyak."
"Ini tabungan pernikahan," El memberitahu, "Tapi karena orangtua kita berpikir kalau pernikahan itu tanggung jawab mereka, mungkin bisa kita gunakan untuk mengisi rumah."
Dara tak terlalu memperhatikan ucapan pria itu dan memilih untuk menarik buku tabungan yang lain. Dengan hati-hati ia mengintip saldo terakhir pria itu, kemudian melemparkan buku tersebut ke tengah meja, sekaligus menyambar tasnya, "Gimana kalau pembicaraan ini kita batalkan aja?"
"Kenapa?"
"Malu," Gadis itu merengek sambil memeluk tasnya erat-erat, "Mas nggak pernah beli baju baru ya? Kok tabungannya banyak?"
"Ayah dan Ibu mulai mengalihkan beberapa usaha kecil-kecilan mereka pada Mas, itu kenapa pemasukan Mas lumayan besar. Kalau bukan karena bantuan mereka, mungkin sampai sekarang Mas masih harus berkutat dengan cicilan rumah."
"Sungguh?"
"Iya," Tegas El dengan ekspresi serius, "Apa untungnya untuk Mas membohongi kamu?"
"Selain rumah, Mas punya apalagi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
28+ (Slow Update)
Chick-LitNama : Adara Darra Kelas : XII IPS3 M.P : Bimbingan Konseling. Tulislah sebuah surat berisikan lima kriteria pasangan hidup (suami/istri) untuk diri kamu sendiri di masa depan! Kepada diri saya sendiri di masa depan, Menurut Ibu Susan, kamu akan me...