What Should I Do

407 48 10
                                    

Aku mengatakan padanya jika aku akan mengantarnya pulang tapi pada akhirnya aku membawanya ke rumah sakit untuk diperiksa.

"aku baik-baik saja kenapa kau mengajakku ke rumah sakit?", protes tiffany sambil berusaha menarikku agar aku berhenti melangkah.

"aku sudah bilang padamu, turuti apa yang aku perintahkan karena aku adalah bosmu", kataku sedikit tajam tapi dia justru berdesis kesal.

"kau bosku tapi kau menyuruhku bicara sebagai seorang teman", aku tertawa kecil, dia sangat menggemaskan ketika ngambek.

"turuti saja yang aku inginkan...jangan keras kepala denganku...aku jauh lebih keras kepala tiff", dia berdesisis kesal lagi tapi dia tak menolak lagi. Aku mengantarnya masuk ke dalam ruangan dokter langgananku dan dia mulai menjalani beberapa pemeriksaan.

"sudah kubilang kan...aku baik-baik saja", katanya cerewet setelah kami keluar dari ruangan dokter.

"arraseo...yang jelas kali ini aku masih bisa percaya karena dokter yang mengatakannya", kataku sambil tersenyum

"kau tak percaya padaku?", aku tersenyum kecil mendengar pertanyaannya

"oo...aku tak percaya padamu", jawabku jahil

"lalu kenapa kau memberi tahuku rahasiamu?... kalau begitu lebih baik aku megatakannya pada semua orang", dia mengamcamku tapi aku tahu dia tak akan melakukannya. Aku hanya tertawa kecil dan menunggu apa yang akan dia lakukan.

"kau tertawa?...baiklah, aku akan mengatakannya", katanya lagi lalu pergi meninggalkanku. Aku berjalan mengikutinya lalu dia berhenti setelah kami berjalan cukup jauh. Dia berbalik lalu menatapku bingung.

"apa kau tak ingin mencegahku?..apa aku boleh mengatakannya?", astaga...dia benar-benar lucu. Aku sudah menebak dia punya banyak pertimbangan untuk mengatakan pada semua orang tentang rahasiaku.

"kau tak akan pernah melakukannya, jadi untuk apa aku menahanmu?", dia mendesis kesal lagi, aku yakin dia kesal karena aku bisa menebak pikirannya. "sudahlah...yang penting kau baik-baik saja....hmm...ayo kita makan, aku benar-benar lapar dan aku yakin kau juga belum makan", aku berjalan mendekatinya lalu menarik tangannya untuk mengikutiku.

"kau mengatakan akan mengantarkanku pulang tapi kau mengajakku kesana kemari", katanya masih kesal

"kenapa hari ini kau selalu bicara dengan nada kesal seperti itu padaku?", tanyaku sambil menghentikan langkah kami.

"aniyo....mianhae....aku hanya sedang kesal pada sesuatu", aku bisa melihatnya. Hanya dari matanya aku tahu dia sedang sedih, ada sesuatu yang dia pikirkan. Tapi sayangnya aku tahu, aku tak punya hak untuk bertanya apa yang terjadi.

"semua orang pasti memiliki sesuatu yang mereka pikirkan dan membuat mereka kesal tapi jangan melampiaskannya pada orang lain tiff...orang akan mengira mereka berbuat salah padamu", dia mengangguk lalu menunduk. "gwaenchana...aku temanmu kan?, aku tidak keberatan jika kau ingin menceritakan apa masalahmu padaku", aku memegang pundaknya dan dia mendesah pelan.

"gomawo... aku sekarang sudah lebih baik. Aku tak akan melakukannya lagi, aku janji", dia tersenyum dan aku lega melihatnya. Aku senang jika aku bisa membuatnya merasa lebih baik karena aku tak suka jika dia bersedih.

"tiffany!", aku berbalik saat mendengar seseorang memanggil tiffany dan tiffany langsung melepaskan tangannya dariku setelah melihat orang yang memanggilnya. Bukan hanya kami yang terkejut, orang itu juga terlihat terkejut dan salah tingkah.

"sa..sajangnim?...ee....anyeonghaseo", sapanya ragu-ragu sambil membungkuk. Aku juga tak tahu harus melakukan apa, astaga aku benar-benar berharap tak ada orang kantor yang tahu kami berdua dekat.

THE RIGHT MANWhere stories live. Discover now