Twenty Four

14.7K 2.2K 271
                                    

"Hasil CT ada tamponade jantung. Siapkan ruang operasi sekarang juga! Dr. Jun, kamu ikut!" Perintah dr. Bagus.

"Baik, dok," jawab Jun tak yakin.

Dia sudah berjaga hampir 17 jam tanpa tidur. Bukan dia tak diberi waktu istirahat, tapi tidur akhir-akhir ini menjadi kesulitan tersendiri.

Setelah diminta bekerja sementara di klinik karena baru mengalami gegar otak, baru sekarang Jun diperbolehkan kembali ke ruang OR.

Jun menggosok tangannya dengan seksama. OR 3 sedang disiapkan dan kali ini dia akan membantu dr. Bagus yang telah ditunjuk sebagai pengganti dr. Azha sebagai kepala bedah torax kardiovaskular.

Dia memperhatikan ruang operasi yang sedang disiapkan. Suara berisik troli yang digeser untuk operasi darurat, membuat kepalanya agak pening.

"Ready?" tanya dr. Bagus saat pasien sudah siap.

Keringat dingin mulai bermunculan di kening Jun. Shit! Dia tak pernah merasa seperti ini sebelumnya.

Namun, saat lampu operasi mulai dinyalakan sepenuhnya, Jun kehilangan kendali.

"Pisau bedah... Penahan!" pinta dokter Bagus.

"Shit! Pendarahan! Suction, Jun! Damn! BP dropping!"

Cahaya terang, suara dari alat-alat penyokong hidup, kepanikan yang terjadi karena pasien mendadak sekarat. Jun memejamkan mata sejenak mencoba mencari ketenangan namun yang terdengar di telinganya hanya teriakan Azha.

"JUNNN! GET OUT!!!"

Tangannya yang memegang alat suction mendadak bergetar hebat.

"Dr. Jun! Dr. Jun!" sayup-sayup didengarnya dr. Bagus dan juga dr. Ririn yang bertugas sebagai asisten pertama memangil-manggil.

"Dr. Jun, are you okay?" tegur dr. Ririn lagi.

Jun masih belum bisa menghentikan tremor pada tangannya. Dia memandang ke sekeliling dengan panik. "I... I'm...." Tak mampu menjawab.

"Serahkan padaku, mundur saja dulu kalau tidak bisa." Dokter Ririn meminta alatnya pada Jun. Lebih tepatnya merebut alat itu dari tangannya.

"Page another residen! I need a hand here!!!" Teriak dokter Bagus.

Jun mundur perlahan, meninggalkan ruang operasi dengan langkah gamang. Dia berhenti di salah satu sudut lorong, memperhatikan tangannya yang masih saja bergetar.

Teriakan, cahaya, lalu suara ledakan yang merusak gendang telinga dan kemudian hening.

That place.

He must have died in that place.

----------

"Are you gonna let him stays that way?" tanya dr. Leo ke dr. Ken yang memperhatikan Jun mengurus berkas di klinik.

Sudah 10 hari setelah peristiwa di OR 3 dan Jun sama sekali belum berhasil mengatasi ketakutannya akan ruang operasi. Jadi, akhir-akhir ini dia hanya berjaga di klinik saja.

Ken mengangkat bahunya.

"Too bad, dia berbakat padahal. Bahkan sepertinya jauh lebih berbakat dari kamu," ucap dr. Leo lagi.

"Kamu tahu kalau aku bisa memecatmu saat ini juga, dr. Leo," balas Ken dengan nada datar.

Leo tertawa. "You wouldn't dare!"

Ken menghela napas panjang. "Dia sudah lama tidak pulang ke rumah. I can't talk with him, bahkan ibunya saja sulit berkomunikasi dengan dia sekarang."

Kang JunedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang