Jun membawa nampan berisi kopi dan juga puff pastri lalu mencari tempat aman untuk duduk dan ber-video call ria. Untung saja dia menemukan satu tempat kosong di sudut sana. Aman, karena di belakangnya tembok. Tak akan ada orang yang kepo memperhatikan dengan siapa dia bicara nanti.Dia menaruh nampan, membuka ransel dan menarik laptopnya keluar. Lucky... Di sudut sini juga ada tempat untuk charger laptop.
Saat ini dia transit selama 4 jam di Dubai sebelum ke Wien. Badannya terasa pegal karena begitu pesawat lepas landas, dia langsung tertidur pulas.
Intinerary Jun sangat jelas. Pergi ke Wien, lalu lanjutkan perjalanan ke Salzburg dengan kereta. Setelah sampai sana langsung pergi ke Sacher Hotel. Sudah ada yang menunggunya di hotel itu.
Jun sangat bersemangat walau ayah dan ibunya enggan mengatakan siapa yang harus dia temui, Jun tahu kalau dia akan bertemu dengan kakak kesayangannya.
Grace is in Europe. Berdasarkan informasi yang dia dapat dari AJ. Jun tahu that man won't let Grace and his son pergi tanpa diketahui keberadaannya.
Grace menutup semua jalur komunikasi walau nomor teleponnya tidak mati, jadi, Jun dan yang lain masih bisa menghubungi walau hanya tersambung ke voice mail yang membuat frustrasi.
Setiap kali Jun menelpon dan mendengar suara Grace, 'Hai, it's Grace. I can't reach my phone right now, so, leave a message. Bye.' Ingin rasanya dia membanting telepon.
Akan tetapi, seperti orang bodoh, dia tetap menelponnya setiap hari, menanyakan kabar walau tak pernah ada jawaban. Bahkan kadang curhat hal-hal yang remeh seperti saking ngantuknya, dia menabrak pintu.
Still, no answer from his sister. Hal itu tak menyurutkan semangat Jun untuk tetap stay in touch. Atau alasan yang lebih tepat kenapa Jun masih menelpon adalah karena dia masih ingin mendengar suara kakaknya walau hanya berupa rekaman yang sama.
Sebelum berangkat tadi dia hanya menghubungi Rere dan juga Shane. Berharap mendapat tambahan uang saku dari Shane yang sedang mual-mual parah sampai dipaksa berhenti kerja oleh suaminya.
Kakaknya baru dapat bonus sebelum dia berhenti dan biasanya akan jauh lebih baik hati. Benar saja, Jun diberi uang saku yang lumayan walau diiringi omelan terlebih dahulu soal gaya hidupnya yang agak boros.
Jun tidak boros, tapi kemarin dia menghabiskan uang banyak saat menginap hampir seminggu di hotel. He need space dan ingin sendiri saja. Mengungsi ke apartment studionya Al bukan pilihan yang tepat. Kasihan kalau pria itu kelabakan cari tempat tidur sendiri saat kasurnya Jun bajak walau di hari-hari awal pelariannya dia menginap di sana karena Al sedang dinas luar.
Jun membuka laptop, menghubungi Rere yang dia tahu masih berada di tempat kosnya.
"Hai Sayang," sapa Jun saat wajah Rere menghiasi layar laptopnya.
Rere tersenyum. "How's your flight?"
"Aku tidur pules banget! Tumben dikasih kelas bisnis sama Ayah. Tiket keretanya juga dikasih yang kelas satu."
"Masih lama sampainya ya?"
"Transit 4 jam, 5.5 jam flight to Vienna, total dari bandara ke train station sampai kereta berangkat lagi 1 jam. Di kereta 2.5 jam. Aku sampai tengah malam ke hotelnya. Untung koper aku kubuat seringkas mungkin. Ribet nyeret-nyeretnya. Kamu mau oleh-oleh apa nanti?"
"Oleh-olehnya, kamu pulang selamat aja."
Jun tersenyum lebar. "Jadi kangen.... Love you, Re."
"Love you too. Oh, iya... Sama oleh-oleh cerita dari kamu. Salam sayang buat dr. Grace dan keponakan-keponakan kamu ya... Bilang, aku kangen. Trauma Center sepi tanpa dia. Dr. Mira kelabakan banget ga ada yang sejago kakak kamu buat ngatur di sana."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kang Juned
General Fiction"Soon, you will find a man who will ruin your lipstick, not your eyeliner." -Jun Ryuji Hamizan, si calon dokter bedah.- Cover by : CurioCherry