Mereka membawa Halin masuk ke dalam mobil milik JiSoo. Langit malam ini, bintang-bintang bertaburan, Laura terdiam di dekat kaca mobil, dia tidak ingin berbicara dengan JiSoo atau lebih tepatnya dia tidak berani berbicara dengannya, matanya tidak lepas dari pemandangan di luar sana, namun tangannya dengan erat memeluk Halin yang terus-terusan berbicara dengan JiSoo. Walau sedang berbicara dengan Halin, namun JiSoo menyempatkan dirinya untuk melirik Laura berkali-kali dari kaca mobil, Laura, orang yang telah menghilang bertahun-tahun itu terlihat lebih dewasa, mungkin keceriaannya sudah lenyap, namun mengapa bisa? Dia sangat merindukan gadis yang kini duduk di sampingnya,hingga akhirnya membuka mulutnya untuk berbicara dengannya. "Tadi Halin menangis," ucapnya membuat Laura menatapnya, walau tatapannya begitu terkejut, Laura kembali menatap Halin yang terdiam menatapnya juga, dia ingin menanyakannya, namun JiSoo segera menyela. "Dia melihat teman-temannya dijemput oleh papa mama mereka, dia bilang dia tidak punya papa, jadi.." Penjelasan tersebut akhirnya membuat Laura mengerti kenapa Halin memanggil JiSoo papa, dia tersenyum kecil menatap JiSoo kembali. "Terima kasih," ucapnya memotong pembicaraan JiSoo.
JiSoo juga ikut tersenyum kecil dan kembali fokus dengan lalu lintas. "Kamu membesarkannya seorang diri?" pertanyaan JiSoo kali ini membuat Laura tidak ingin menjawabnya, dia langsung menatap keluar jendela, walau yang dilihat adalah pemandangan yang begitu indah di malam hari ini, lampu sepanjang jalan yang begitu terang-menerang, namun yang berada di dalam pikiran Laura adalah kenangan buruk yang terjadi tiga tahun lalu.
"Mama," panggilan Halin menyadarkan Laura, dia menyunggingkan senyumannya merespon panggilan Halin. "Tadi papa mengajarkan Halin bernyanyi, sekarang Halin sudah bisa bernyanyi."
"Wah benarkah? Coba Halin nyanyi, mama mau dengar."
Karena Laura ingin mendengarnya, Halin menjadi sangat bersemangat, dia mulai menyanyikan lagu anak-anak yang diajarkan oleh JiSoo, di sepanjang perjalanan, suasana mobil yang awalnya terasa canggung akhirnya kembali dipenuhi oleh senyuman karena Halin, dia terus-terusan bernyanyi hingga mereka sampai di restoran sushi.
Setelah memesan beberapa menu. Laura kembali merapikan rambut Halin dan sebenarnya dia sedang mengalihkan perhatiannya untuk tidak menatap JiSoo, tetapi waktu mengingat JiSoo lah orang yang telah membantunya menjaga Halin, dia tidak memiliki pilihan untuk tidak menatap JiSoo. "Terima kasih sudah menjaga Halin."
Mungkin setiap kata yang Laura tujukan padanya, membuat JiSoo merasa senang, bagaimana tidak? Dia pernah mencintai Laura, gadis ceria di depan hadapannya itu, entah hal apa yang membuat Laura menghilang dan kini muncul lagi, sehingga rasa rindu JiSoo bertubi-tubi menyembur keluar, namun dia sadar jika Laura yang sekarang bukanlah gadis ceria itu lagi. "Halin sangat manis, aku sangat menyukainya," ucap JiSoo melihat ke arah Halin yang berada di samping Laura dan mencubit pipinya dengan pelan.
Halin yang awalnya sibuk bermain sendiri dengan sendok di tangannya langsung menatap JiSoo. "Halin juga menyukai papa."
Senyuman kembali terukir ketika mendegar sang gadis munggil berkata seperti itu. Makan-makanan yang di pesan akhirnya sampai juga, Halin mulai mengambil sepotong sushi dan mulai memakannya.
Mereka mulai makan malam, restoran tersebut terlihat begitu ramai, setiap meja dipenuhi orang-orang yang sedang makan sambil berbicara dan hanya meja mereka yang terlihat hening, JiSoo memiliki berbagai pertanyaan, karena tidak dapat menahan pertanyaan-pertanyaan itu, akhirnya dia membuka mulutnya lagi. "Bagaimana keadaanmu sekarang?"
Laura tidak henti-hentinya membersihkan bibir Halin yang ternodai mayones, dia kembali tersenyum ketika mendengar pertanyaan JiSoo. "Baik."
Senyuman dan jawaban Laura sekilas langsung membuat JiSoo merasa lebih lega. "Baguslah, kamu sekarang bekerja sebagai penerjemah? Aku masih ingat, dulu mimpimu ingin menjadi seorang penerjemah yang sangat-sangat terkenal."
Mengingat mimpinya, Laura kembali mengukirkan senyuman tipisnya, mungkin mimpi tersebut hanya dapat dikubur, karena dirinya yang sekarang sudah tidak pantas mengejar mimpi. "Sekarang aku hanya seorang asisten. Bagaimana keadaanmu? Apakah baik-baik saja?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.
"Baik. Sekarang aku seorang pemusik, aku juga mengajar di sekolah musik, jika ada waktu aku akan pergi ke taman kanak-kanak menemani anak-anak. Kebetulan hari ini aku datang ke taman kanak-kanak dan bertemu Halin1" jelas JiSoo. "Halin, bukannya kita sangat berjodoh?" tanyanya kembali mencubit pipi temben Halin.
Halin menyodorkan sushi yang berada di tangannya untuk JiSoo. "Papa makan." Senyumannya tidak berkurang sedikitpun, dia menawarkan sushi bekas gigitannya itu, namun Laura segera menurunkan tangannya. "Halin, tidak boleh tidak sopan," tegurnya.
"Tidak apa-apa." sela JiSoo segera mengambil sushi di tangan Halin."Terima kasih,Halin," ucapnya sambil memakan sushi itu. "Hmm, enak, Halin, ini makan, makan yang banyak ya." JiSoo mengambil sepotong sushi dan memberikannya kepada Halin. Tentu Halin dengan senang mengambilnya dan kembali makan.
"Apakah kamu selalu pulang begini larut?"
Pertanyaan JiSoo lagi-lagi tidak mendapat respon dari Laura, seiring dengan lagu klasik yang terdengar , Laura kembali terdiam, dia tahu apa maksud JiSoo, mungkin dirinya bukan seorang Ibu yang baik, dirinya telah meninggalkan Halin di luar hingga selarut ini.
JiSoo membersihkan tangannya dengan tisu basah, dia mengambil tasnya dan mengeluarkan sebuah note kecil, dia mulai menulis, setelah itu dia kembali menatap Laura."Jika kamu sibuk, lain kali biarkan aku yang menjemput Halin. Ini alamat dan nomor teleponku, kamu datanglah menjemput Halin setelah pulang kerja," ucapnya merobek secarik kertas dan memberikannya kepada Laura, namun Laura tidak meresponnya. "Aku sangat menyukai Halin, kamu tenang saja. Aku sangat menyukai anak kecil.. jadi aku akan menjaganya dengan baik."
Kata-katanya membuat Laura sangat ragu, dia tidak ingin menganggu kehidupan JiSoo, namun dirinya yang baru mendapat pekerjaan untuk menghidupi Halin juga tidak boleh selalu meninggalkan Halin sendirian. Dia yang larut dalam keraguannya membuat JiSoo kembali menatap Halin. "Halin mau ke rumah papa setiap pulang sekolah?" pertanyaan tersebut membuat Halin mengangguk dengan semangat. "Halin mau, Halin mau bermain bersama papa setiap hari!"
Melihat Halin begitu senang, Laura melepaskan seluruh keraguan dan pemikirannya, dia menerima kertas yang berada di tangan JiSoo. "Terima kasih."
"Aku sudah bilang aku sangat menyukai Halin, andaikan dia adalah putriku, aku akan sangat senang."
Laura segera menyimpan kertas tersebut dan mengalihkan perhatiannya, dia tahu maksud dari JiSoo mengatakan hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh! My Father
Fanfiction[Complete story✔] Tiga tahun berlalu, Lee Laura membawa Halin pulang ke Seoul, Halin merupakan putrinya dan satu-satunya harapannya untuk tetap hidup. Demi menghidupi Halin, dia bekerja di sebuah perusahaan besar dan menjadi seorang asisten direktur...