Part 37

32 5 0
                                    

"Kami pulang." Suho menaruh dua kantong plastik yang dia bawa ke sana ke mari sejak kemarin, dalamnya berisi sayur-sayuran yang baru dia belanja beberapa hari lalu.

Ibu Suho dengan penuh senyuman menyambut mereka berdua.

"Papa.. mama.." Halin begitu semangat berlari ke arah Laura dan Suho.

"Ke mana saja kalian berdua? Apakah pergi ke hotel?"

"Ma." Suho segera mencegat Ibunya berkata aneh-aneh. "Mobilku tidak ada bensin," jelasnya, dia mengendong Halin berjalan ke arah sofa.

"Ngomong-ngomong setelah menyelesaikan bisnisku, aku ingin membawa Halin pulang ke London, ayahmu pasti akan sangat senang."

"Ma.." Suho ingin mencegatnya

"Ini keputusanku, kapan kalian menikah, kapan kalian membawa Halin pulang. Lagian Halin juga sudah menyetujuinya."

"Ma.."

"Halin, kamu mau ikut nenek pulang ke London bukan? Kita mau pergi bertemu kakek."

Sebuah anggukan begitu bersemangat dari Halin. Laura ingin sekali mencegatnya, namun dia merasa dirinya tidak mempunyai hak tersebut.

"Tenang saja. Halin cucuku, aku akan merawatnya dengan baik, melainkan kalian, sebaiknya kalian segera memberikan Halin sebuah keluarga yang utuh. Nanti babysitter akan datang merawat Halin. Aku juga sudah harus pergi mengurus tugas dari ayahmu. Kalian pergilah bersiap-siap. Sarapan pagi ada di atas meja." Setelah berpesan, ibu Suho kembali tersenyum kepada Halin, dia mengecup kening Halin dan mencubit pipitnya. "Cucuku, nenek pergi sebentar. Nanti nenek akan pulang menemanimu," ucapnya kembali mendapat anggukan begitu semangat dari Halin, dia mengulurkan kedua tangannya memegang wajah Ibu Suho dan mengecupnya. "Cucuku." Begitu senangnya Ibu Suho, dia pun meninggalkan rumah tersebut bersama bodyguard yang sudah siap dengan mobilnya.

"Halin, apakah kamu benar-benar mau mengikuti nenek bertemu kakek?" Laura begitu tidak ingin Halin meninggalkan dirinya.

"Iya, kata nenek jika Halin ikut nenek mencari kakek, maka mama dan papa akan memberikan Halin seorang adik. Halin ingin adik, jadi Halin ingin pergi mencari kakek."

Suho hanya terdiam menatap Laura, Laura terjongkok di depannya, memegang tangan Halin yang duduk di pangkuannya dengan erat. "Halin tidak akan merindukan mama jika pergi mencari kakek?"

"Tentu Halin akan merindukan papa mama, tetapi Halin lebih menginginkan seorang adik. Halin sangat kesepian, jika ada seorang adik, Halin bisa bermain dengan adik."

"Benarkah? Benarkah Halin ingin adik?" Suho begitu mengharapkan jawaban Halin, ketika Halin mengangguk, Suho langsung tersenyum menatap Laura.

Bunyi bel berbunyi, Laura berdiri pergi membukakan pintu, wajah yang tidak asing, orang itu pernah menjaga Halin sebelumnya.

"Selamat pagi," ucap Laura memberi salam. Babysitter itu dengan sopan menyapa Laura dan berjalan masuk.

"Ayo Laura, pergi bersiap," panggil Suho.

"Mohon bantuannya," ucap Laura kembali membungkuk.

"Nyonya tenang saja, aku akan menjaga Halin dengan baik," ucapnya tersenyum sambil mengendong Halin dari tangan Suho.

"Bahan makanan di kulkas sangat lengkap, nanti jika lapar, masaklah. Halin menyukai sushi, jika ingin membuat sushi, rumput laut ada di laci dekat kulkas."

"Baik," angguk babysitter itu lagi. Setelah berpesan, Suho membawa Laura masuk ke dalam kamar.

"Cepat rapikan dirimu dan kita akan ke kantor."

"Ba..baiklah," ucap Laura,dia segera mencari kopernya, namun tidak ketemu.

"Baju yang ibuku berikan, pakailah itu. Aku yakin dia pasti akan sangat senang melihatmu memakainya.'

"Tetapi.. tetapi itu sangat mahal."

Suho menoleh, dia menatap Laura dengan lekat. "Kamu akan menjadi calon menantunya, nanti yang dia berikan untukmu tidak hanya beberapa ini. ibuku sangat menyayangi seluruh orang di sisinya, dia pasti berharap kamu dapat memakai yang bagus, makan yang enak, tidur yang nyeyak. Pakailah, dia akan sangat senang melihatmu begitu menghargai pemberiannya."

"Baiklah," angguk Laura mengerti. Dia mengambil kantong di dekat kasur Suho dan membawanya ke kamar mandi.

Seperti biasa Suho akan menata dirinya sebaik mungkin, setelah memakai parfumnya, dia kembali menoleh ke arah Laura yang sudah siap. Laura begitu cantik dengan gaun sepaha yang dipakainya. Dia merasa ibunya memang pandai dalam memilih busana.

"Ayo," ajaknya membawa tas kerjanya berjalan keluar kamar.

"Halin, dengarkan kata bibi, nanti mama akan membawamu pergi makan enak."

"Halin akan mendengarkan kata bibi."

"Pintar. Baiklah, mama pergi kerja dulu ya," ucapnya sambil mengelus pipi Halin. Setelah Halin memberikan kecupan untuknya, Suho langsung mengendong Halin dan meminta kecupan juga.

"Anak pintar. Papa dan mama pergi kerja dulu ya."

"Bye," lambai Halin, senyumannya begitu lebar.

Suho dan Laura lagi-lagi naik taksi menuju kantor. Baru sampai di depan pintu masuk. Seluruh tatapan langsung mengarah kepada mereka. Mungkin seluruh orang kantor sudah tahu hubungan mereka berdua.

Begitu banyak tatapan iri mengarah pada Laura. Dia orang baru di kantor tersebut, namun dengan cepat sudah bisa mendapat hati Suho, seluruh orang juga tahu jika Suho tidak akan dengan mudah membuka hati kepada siapapun, dia memiliki hati besi, tatapan dingin dan mulut yang pedas, sungguh hebat perempuan di sampingnya itu dapat menaklukkannya.

Di dalam lift, hanya ada Suho dan juga Laura, Laura dengan kikuk menoleh ke arah Suho "Sepertinya semuanya menatapku dengan aneh."

"Biarkan saja, mereka pasti kaget, kenapa perempuan sepertimu dapat menjadi calon istriku," sindiran itu membuat Laura menatapnya dengan kesal.

"Memangnya, aku seburuk itu?"

"Mungkin."

Dengan kesal Laura langsung menyenggol Suho.

"Kemungkinan jika ibuku menyelesaikan bisnisnya, besok dia akan membawa Halin pergi ke London, apakah kamu tidak apa-apa?" pertanyaan itu membuat Laura menunduk. Jika bilang tidak apa-apa itu pasti bohong.

"Kapan Halin akan kembali?"

"Kamu tidak mendengarnya? Tunggu kamu sudah mau menikah denganku, aku akan memberikanmu pernikahan terindah, di Bali? London? Atau Hawaii?"

"Siapa yang ingin menikah denganmu?"

"Kamu? Jika kamu tidak menikahiku, maka kamu tidak dapat bertemu Halin."

"Kamu sedang mengancamku?"

"Tentu saja tidak."

Suho menyenggir kecil sambil menaruh tangannya di bahu Laura.

"Pertama aku bukan pacarmu, kedua kau bukan siapa-siapaku, jadi lepaskan tanganmu."

Lift begitu terbuka, Laura segera menurunkan tangan Suho dan berjalan masuk ke dalam ruang kantornya, begitu banyak dokumen di atas mejanya. Dia duduk di sana dan mulai sibuk mengecek dokumen-dokumen tersebut.

Oh! My FatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang