Part 35

44 6 0
                                    

Malam tiba, ketika sedang asik menikmati aktivitas mereka berdua di ruang tamu, bunyi bel mulai terdengar. Suho meninggalkan remote televisinya, berjalan pergi membukakan pintu.

Melihat ibunya mengendong Halin masuk, ditambah bodyguard-nya yang membawa kurang lebih dua puluh kantong belanjaan masuk membuat Suho cukup kesal. "Ma," panggilnya berusaha untuk tidak menujukkan emosinya.

Laura langsung berdiri menyambut Ibu Suho.

"Mama," panggil Halin berlari menghampiri Laura dan memeluk kakinya. "Halin," panggil Laura terlihat senang.

Melihat sang bodyguard sudah berjalan keluar meninggalkan belanjaan tersebut di atas meja ruang tamu, Suho kembali menatap ibunya itu.

"Kau tenang saja, aku cukup hemat hari ini," jelas ibu Suho yang mengerti arti dari tatapan jengkel Suho. "Laura, kamu lihat." Ibu Suho segera berjalan ke dekat Laura, dia mengeluarkan beberapa baju dari dalam kantong. "Ini untukmu."

Merek-merek baju tersebut, begitu mahal, mana mungkin Laura berani menerimanya. "Tidak, tidak bibi, ini terlalu.."

"Terimalah, anggap saja ini hadiah pertemuan pertama kali kita, terimalah." Begitu bersemangatnya ibu Suho mendorong baju tersebut ke dalam pelukan Laura.

"Terima kasih," ucap Laura merasa tidak enak hati menerimanya.

"Tidak apa-apa, dan lagi ini semua punya Halin. Nanti bawa ke kamarnya ya, anakku."

Ibu Suho dengan puas duduk di atas sofa, dia menggulurkan tanganya untuk mengangkat Halin duduk di atas pangkuannya.

"Ma?" panggil Suho merasa jengkel. "Kamu membelikan Laura? Membelikan Halin? Tidak membelikanku?" Bau kecemburuan seorang Suho, baru pertama kali dilihat Laura, dia merasa lucu namun hanya bisa menahan tawa.

"Kau? Kau tidak bisa pergi beli sendiri?"

Kata-kata ibunya, membuatnya kehabiskan kata-kata dan hanya bisa tersenyum pasrah.

"Oh ya, hari ini aku akan tinggal di sini, aku ingin merasakan bagaimana rasanya tidur di samping cucuku ini."

"Ha?" Suho dan Laura langsung terkejut mendengarnya, itu berarti Laura tidak dapat tidur bersama Halin, rumah ini hanya memiliki dua kamar, lalu ke mana dia harus tidur?

Ibu Suho menatap mereka berdua dengan bingung. "Kalian kenapa begitu terkejut?"

"Jika mama tinggal di sini.. "

"Kalian berdua sudah mau menikah, tentu kalian tidur berdua, apakah itu perlu mama ajarkan?"

"Tetapi.."

"Sudah, sebuah keputusan yang menyenangkan, kalian sudah makan?"

Melihat wajah Suho dan Laura yang masih tidak begitu tenang, membuat ibu Suho kembali bermain dengan Halin. "Aku dan Halin sudah makan, kalian berdua.. carilah makan sendiri. aku ingin membawa Halin pergi mandi dulu."

"Biar aku saja bibi," ucap Laura menawarkan diri.

Ibu Suho dengan penuh senyum menurunkan tangan Laura. "Tidak perlu menantuku, kalian pergi makan saja. Aku ingin mempererat hubunganku dengan cucu manisku ini."

Seorang nenek begitu menyayangi cucunya, tentu Laura mengerti, dia membiarkan Ibu Suho membawa Halin masuk ke dalam kamar yang merupakan kamar Halin sekarang.

"Ibuku, dia memang seperti itu." "Baiklah, ingin makan apa? aku masakan untukmu." "Jika tidak.. kita keluar makan saja. Sekalian pergi ke rumahmu mengambil sayur-sayur kemarin kita belanja."

"Baiklah."

Suho dengan senang mengandeng Laura keluar. Dia membawa Laura ke sebuah restoran korea yang terkenal di sekitar sana. Setelah makan mereka menuju rumah Laura untuk mengambil sayur-sayuran yang tertinggal. Namun mata Laura kembali membesar ketika melihat Lee HongYi duduk di depan rumahnya, dia merasa tidak ingin turun dari mobil.

Sinar lampu mobil Suho begitu silau, membuat HongYi mengangkat kepalanya melihat siapa orang yang berada di dalam mobil. "Laura." Dia segera menuruni tangga rumah Laura dan menghampiri pintu mobil. "Laura." Dia terus mengetuk kaca mobil, berharap Laura segera turun dari sana, masih begitu banyak masalah yang belum dia selesaikan.

Suho berjalan turun dari mobil, dia menghampiri HongYi. "Sudahlah HongYi," ucap Suho menurunkan tangan HongYi namun HongYi langsung mendaratkan pukulannya ke pipi Suho.

Ketika melihatnya, Laura segera turun dari mobil, dengan panik dia menopang Suho, melihat keadaannya.

"Laura," panggil HongYi berjalan mendekati Laura namun Laura langsung mundur ke belakang Suho.

"Sudah tidak ada yang perlu kita bicarakan," ucapnya dengan dingin.

"Tidak," geleng HongYi. "Aku sudah berpikir semalam penuh. Halin tidak mungkin anak Suho, Suho baru pulang dua tahun ini, mana mungkin kalian mengenal satu sama lain. Laura aku mohon jangan membohongiku," pinta HongYi, dia menangkap tangan Laura dan menekannya dengan erat sehingga Laura merasa kesakitan.

"Lepaskan," ucap Laura namun HongYi mengabaikannya. Suho segera meraih tangan HongYi dan melepaskannya dengan paksa. "Suho, jika kau masih menganggapku temanmu, maka minggirlah."

Suho dia menatap HongYi dengan serius, dia menjadikan dirinya sebagai tameng di antara HongYi dan Laura. "HongYi, sebagai temanmu, aku ingin mengingatkanmu, Laura adalah calon istriku, Halin adalah putri kandungku, urusan mereka adalah urusanku, aku mohon kau jangan menganggu hidup mereka lagi."

"Tidak, kau bohong, Laura tidak mungkin menyukai laki-laki sepertimu, pasti karena ingin membuatku kesal dan cemburu makanya dia mengatakan hal seperti itu, Laura.. Laura, katakan padanya, cepat."

"HongYi!" Teriak Suho menenangkan HongYi yang begitu tertekan dan tidak bisa menerima kenyataan tersebut. "Aku tidak bercanda, aku sudah mengatakannya dengan jelas di depan para wartawan, jika aku akan menikah dengan Laura, aku serius."

"Sudahlah, tidak perlu membuang waktu dengannya. Lee HongYi sudah aku katakan padamu berkali-kali aku dan kau sudah berakhir empat tahun lalu." Laura berjalan ke depan HongYi, dia memegang kedua lengan HongYi dan menatapnya dengan lekat. "Tolong jangan menganggu hidupku lagi. Kamu adalah seorang laki-laki, aku memohon kepadamu untuk menerima kenyataan ini."

"Kenapa?"

"Karena aku dan Suho.. kami akan menikah. Aku sangat mencintainya, lebih dari sekedar menyukaimu di masa kuliah. Waktu itu, mungkin aku masih kecil, tidak tahu apa artinya cinta, namun kini aku sudah mengerti, aku juga mengerti pasangan seperti apa yang aku inginkan, Suho, dia adalah orang itu."

"Apakah kamu serius?" Tatapan HongYi, air mata sudah memenuhi bingkai matanya, kenyataan yang dikatakan Laura begitu menyakiti hatinya.

HongYi terlihat lemah ketika mendapatkan anggukan dari Laura, dia berjalan mundur beberapa langkah hingga tangan Laura terlepas dari lengannya. "Aku mengerti," gumamnya yang kemudian berjalan pergi meninggalkan Suho dan juga Laura.

Laura merasa ini terlalu menyakiti hati HongYi, dia memutarkan tubuhnya, pelan-pelan berjalan ke depan pintu rumahnya, mengambil kunci dari dalam tasnya dan membukanya, dia menyalakan lampu, menghempaskan dirinya di atas sofa, menarik napas sedalam-dalamnya.

Oh! My FatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang