Pagi yang cerah, pagi di mana senyuman mengawali lembaran baru di dalam kehidupannya. Sebelum jam 6 Suho sudah bangun, dia membersihkan dirinya dan berjalan kembali ke depan cermin lengkap dengan kemeja celana dan jas kerjanya, dia menarik laci di dekatnya. Laci tersebut penuh dengan gulungan-gulungan dasi yang begitu rapi, setelah mengambil dasi hitam kesukaannya dan memakaikanya, dia kembali menarik slot laci bagian bawah. Jam-jam merek ternama berderet dengan rapi di dalamnya. Sebuah jam hitam merek kesukaannya, dia ambil dan memakainya. Senyuman kembali terukir di bibirnya. Kini hanya tersisa rambut yang belum dirapikan. Sepuluh menit, lima belas menit, dua puluh menit terlewatkan, akhirnya dia selesai merapikan rambutnya. Tidak seperti biasanya, hari ini rambutnya terlihat keren. Tentu sentuhan terakhir tidak akan terlupakan olehnya, parfum. Tidak seperti dasi dan juga jam, dia hanya memiliki sebotol parfum. Iya tidak salah lagi, itu tentu adalah parfum kesukaanya. Kini dia telah tampil seperti artis papan atas, begitu tampan dan keren. Dia mengambil tas dan kunci mobilnya meninggalkan rumahnya. Rumah mewah dengan barang hitam putih di dalamnya, mungkin inilah rumah idaman para lelaki.
Laura pagi ini beraktivitas seperti biasanya, menemukan ayah kandung Halin, hidupannya seperti bom yang berjalan mundur, suatu hari nanti dia akan meledak dan mati. Dia ingin melalui hari-hari akhirnya bersama Halin sebelum Suho membawa Halin pergi.
"Halin.. makanlah yang banyak," ucap Laura sambil menyuapi Halin. "Halin.. jika.. jika suatu hari nanti papa Halin datang dan mama harus pergi jauh.. maksud mama pergi kerja, Halin harus mendengarkan kata-kata papa. Ok?"
Halin yang sedang mengunyah hanya dapat mengangguk-angguk. "Halin akan mendengarkan kata-kata papa sushi," ucapnya sambil tersenyum kepada Laura.
Mendengarkan panggilan itu, membuat Laura tersenyum. "Tidak boleh memanggilnya seperti itu, Halin. Panggil papa, mengerti?"
"Tetapi Halin punya banyak papa, nanti Halin tidak bisa membedakan papa JiSoo dan juga.."
"Halin..," panggil Laura sambil memegang tangan Halin. "Dengar baik-baik, Halin hanya punya satu papa, papa Halin adalah papa Suho, mengerti?"
"Papa Suho?" Halin semakin merasa bingung, siapa Suho?
"Papa yang menyukai sushi seperti Halin, itu adalah papa kandung Halin."
"Jadi papa Halin hanya satu? Papa Suho?" tanya Halin ulang.
Laura mengangguk senang sambil mengelus kepala Halin.
Bel berbunyi membuat Laura menoleh, dia menaruh mangguk yang berada di tangannya, dan berjalan pergi membukakan pintu. Laki-laki di depan hadapannya, hampir membuatnya membatu, hari ini direkturnya, Suho terlihat sangat berbeda. "Direktur."
"Lain kali panggil aku Suho saja, Suho nama kecilku," ucap Suho sambil berjalan melewati Laura.
"Halin," panggil Suho segera berjalan mendekati Halin dan mengendongnya, sebuah kecupan dia berikan.
"Papa," panggil Halin dengan senang memeluk Suho.
Laura menutup pintu dan berjalan kembali ke meja makan. Dia terus melihat Suho, hari ini dia terlihat berbeda, namun Laura tidak menyadari apa perbedaannya.
"Sudah siap?" tanya Suho menoleh ke arah Laura.
Pertanyaan membuat Laura terlonjak kejut. "Ah? Ya? Apakah Anda sudah makan? Saya pergi mengambilkan nasi untukmu." Laura segera berjalan ke arah rice cooker.
Suho menyadari Laura sedikit aneh, namun dia dengan senang membawa Halin duduk di kursi. "Halin sudah selesai makan?"
Halin mengeleng pelan. "Halin sedang makan." Melihat mangkuk munggil di seberang, Suho mengambilnya, dia mulai menyuapi Halin yang duduk di pangkuannya. "Bagaimana? enak?" tanyanya mendapatkan anggukan dari Halin.
"Ini." Laura menyodorkan semangkuk nasi untuk Suho. Dia sendiri juga mengambil semangkuk. "Kamu belum makan?" tanya Suho terkejut.
Laura mengeleng pelan. "Saya masih menyuapi Halin," ucapnya tersenyum kecil.
"Halin, sini. Mama suapin lagi."
"Aku saja, kamu makanlah. Biar aku yang menyuapinya," sela Suho.
"Halin dapat makan sendiri, papa dan mama makan juga," ucap Halin berusaha mengambil sendok mungilnya dari tangan Suho.
Suho tersenyum memberikan sendok itu kepada Halin. "Halin dapat makan sendiri?" tanyanya sambil mengelus rambut Halin.
Setelah melihat Halin memakan nasinya dengan lahap. Suho mulai menyentuh mangkuknya. Dia mulai memakan lauk-pauk buatan Laura, sangat enak, namun dia tidak menujukkan ekspresi tersebut, dia tidak henti-hentinya menatap Halin yang sedang makan di pangkuannya dan juga Laura yang tidak henti-hentinya mengambilkan sayur untuk Halin.
"Makanlah." Suho menatap Laura dengan lekat, dia baru menyadari jika Laura tidak pernah makan dengan tenang, dia selalu sibuk mengurus Halin di tengah makan.
Tatapan serius Suho membuat Laura sedikit takut, dia mengangguk pelan dan kembali makan, namun tidak lama kemudian dia kembali mencapitkan Halin sayur dan mengelap mulutnya. Suho segera menarik tangannya. "Makanlah, biar aku saja," ucap Suho dengan serius.
"Maaf," ucap Laura, dia menarik tangannya dan kembali mengangkat sumpitnya. Dia tidak berani menatap Suho, dia sangat takut jika Suho berubah pikiran dan langsung membawa pergi Halin.
"Halin, kamu suka makan apa?" tanya Suho kembali tersenyum.
"Ini, ini,ini.. semua masakan mama, Halin menyukainya," ucap Halin membuat Suho tersenyum, begitu juga dengan Laura.
"Halin begitu menyukai masakan mama?" tanya Suho yang membuat Halin mengangguk dengan semangat.
"Papa juga menyukai masakan mama bukan?" tanya Halin menatap Suho dengan penuh keyakinan, Suho melirik Laura dan kembali menatap Halin, dia mengangguk pelan sambil mengelus kepala Halin.
"Ayo, kita pergi sekolah," ucap Suho sambil mengendong Halin berdiri. "Kamu tunggu dulu di sini, aku pergi mengantarkan Halin dulu, nanti aku akan datang menjemputmu," ucap Suho. Dia tidak menunggu respon dari Laura dan langsung membawa tas Halin pergi meninggalkan rumah.
Laura terdiam cukup lama menantap pintu rumahnya, dia merasa waktunya bersama Halin mungkin tinggal sebentar lagi. Pelan-pelan dia merapikan mangkuk-mangkuknya dan mencucinya, setelah itu dia mulai menyiapkan dirinya untuk bekerja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh! My Father
Fanfiction[Complete story✔] Tiga tahun berlalu, Lee Laura membawa Halin pulang ke Seoul, Halin merupakan putrinya dan satu-satunya harapannya untuk tetap hidup. Demi menghidupi Halin, dia bekerja di sebuah perusahaan besar dan menjadi seorang asisten direktur...