Taman dekat rumah menjadi pilihan Laura membawa Halin jalan-jalan, dia membelikan balon untuk Halin dan membiarkan Halin membawa balon itu berlari ke sana ke mari.
"Halin," panggil Suho segera mengejar Halin. Pemandangan di depan Laura membuat Laura merasa sangat senang, dia sangat menikmati pemandangan tersebut, namun dia mengerti satu hal, jika kebahagian seperti itu tidak akan berkunjung lagi kepadanya, dia tidak memiliki hak untuk mendapatkan cinta dari siapapun sejak memiliki Halin.
"Laura," panggilan itu membuat Laura terkejut, dia langsung menoleh ke arah orang yang memanggilnya, Suho berdiri di sana, baru pertama kali Suho memanggil namanya, itu membuat Laura cukup terkejut. "Ayo sini," ajak Suho terus mengayunkan tangannya.
Laura langsung tersadar dari lamunannya, dia berdiri dari bangku, berlari menghampiri Suho dan juga Halin, dia bermain dengan senang bersama mereka, melepaskan tawanya. Di sisi lain HongYi terdiam di dekat perbatasan taman, Laura dan Halin begitu bahagia ketika bermain dengan Suho, dia merasa cemburu dan segera meninggalkan tempat menjengkelkan itu.
Setelah lama bermain, Suho mengendong Halin pergi beristirahat di bangku, begitu juga dengan Laura yang mengikutinya.
"Halin masih mau bermain," ucap Halin ingin turun namun Laura segera membantahnya. "Halin, paman direktur sudah lelah, istirahat dulu ya."
"Tetapi Halin masih mau main."
Suho dengan senang menatap Halin. "Jika begitu Halin main sendiri dulu ya, nanti papa akan bermain denganmu."
"Iya."
Suho segera menurunkan Halin, membiarkan Halin berlari-lari di sekitar mereka dengan balonnya. Tatapan Laura dan Suho tidak lepas darinya "Terima kasih," ucap Laura membuat Suho bingung, kepada siapa dia mengucapkan kata tersebut? "Terima kasih, sudah lama saya tidak melihat Halin sesenang ini."
"Kau memang gadis bodoh," gumam Suho, walaupn suaranya kecil namun Laura dapat mendengarnya dengan jelas, dia pun tersenyum dan kembali menatap Halin.
"Kau bilang, keaktifan Halin itu lebih mirip kau atau ayahnya?" tanya Suho terus memerhatikan Halin yang berlari melompat ke sana-sini sambil bermain balon.
Laura tersenyum kecil. "Mungkin ayahnya."
"Apakah ayahnya itu monyet? Halin terlihat sangat aktif, bahkan sejak tadi dia tidak mengatakan kata lelah."
Kata-kata Suho membuat Laura hanya tersenyum kikuk, dia juga tidak tahu Halin kenapa begitu aktif.
"Baiklah, hari sudah mulai gelap, ayo kembali, aku akan membuatkan makan malam untuk kalian," ucap Suho setelah melihat jam, namun Laura segera mengeleng. "Biar saya yang buat saja." Dia segera memanggil Halin, mengandengnya dan bersiap-siap meninggalkan tempat tersebut.
Suho berdiri mengendong Halin. "Ayo," ucapnya segera berjalan pergi. Dia membuat Laura terkejut, namun dengan secepat mungkin Laura menyeimbangkan langkahnya dengan Suho.
Setelah pulang ke rumah, Laura mulai menyiapkan makan malam, sedangkan Suho terlihat sibuk bermain dengan Halin di ruang tamu.
"Makan malam sudah siap." Dengan senang Laura membawa sepiring demi sepiring lauk ke meja makan. Suho ikut membawa Halin ke meja makan, dia menaruh Halin di kursi dekatnya dan memberikannya semangkuk nasi. "Makanlah,Halin."
"Maaf jika tidak sesuai selera Anda," ucap Laura sebelum Suho mulai makan.
"Sangat enak," angguk Suho terus memasukkan lauk ke dalam mulutnya.
"Baguslah jika Anda menyukainya." Laura mengalihkan tatapannya, dia mencapitkan sepotong tomat untuk Halin. "Halin makan tomat."
"Halin tidak mau tomat," geleng Halin dengan melas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh! My Father
Fanfiction[Complete story✔] Tiga tahun berlalu, Lee Laura membawa Halin pulang ke Seoul, Halin merupakan putrinya dan satu-satunya harapannya untuk tetap hidup. Demi menghidupi Halin, dia bekerja di sebuah perusahaan besar dan menjadi seorang asisten direktur...