Part 6

48 7 0
                                    

Mereka melanjutkan perjalan menuju tempat meeting, Suho mengeluarkan beberapa dokumen dari dalam tas kerjanya dan menyodorkannya kepada Laura "Terjemahkan beberapa dokumen ini."

"Saya?" Sebuah pertanyaan yang begitu polos membuat Suho melototinya. "Perjalanan menuju tempat itu masih ada setengah jam, aku rasa setengah jam cukup untuk menerjemahkan dokumen-dokumen ini bukan?" Kata-katanya terdengar dingin, namun Laura langsung menunduk.

"Tetapi.. jika saya mengerjakan ini di mobil, saya akan mabuk mobil," gumamnya membuat Suho tersenyum meledek menurunkan dokumen-dokumen di tangannya, dia kembali menatap keluar jendela, melihat jalan-jalan yang sedang dilewatinya sekarang.

"Ngomong-ngomong Anda bukan bisa berbahasa Inggris?"

Tentu Suho mendengarnya, dia menatap Laura dengan tajam. "Sepertinya kau sudah mulai berani." Dia mengerti maksud di balik kata-kata tersebut, Laura pasti bermaksud menyuruhnya menejemahkannya sendiri.

"Ha?"

Melihat wajah polos Laura, Suho kembali membuang muka, dia malas menghiraukan Laura yang entah berpura-pura bodoh atau memang bodoh.

***

Rapat yang dilakukan bersama orang-orang London berjalan dengan lancar dan membawakan hasil yang diinginkan, mereka juga ditawarkan untuk tinggal di kamar VVIP hotel milik salah satu pengusaha tersebut selama mereka berada di London, tentu Suho dengan senang menyetujuinya.

Sebuah hotel bintang lima yang mewah, layanannya juga bagus. Mereka berjalan keluar dari lift menuju lorong kamar mereka. "Akhirnya aku dapat istirahat!" Dengan senang Laura mengulurkan kartu di tangannya untuk memasuki kamarnya namun Suho mencegatnya. "Nanti setelah taruh barang, keluarlah."

"Keluar?" Laura menoleh ke arah Suho tepat di belakangnya, kamarnya berada di seberang kamar Suho, dia menunggu penjelasan dari Suho tetapi Suho langsung berjalan masuk ke dalam kamarnya. Walaupun merasa bingung, Laura tidak dapat berbuat apa-apa selain masuk ke dalam kamarnya. Ruangan VVIP tersebut, indah sangat, setiap benda di situ memiliki ukiran yang begitu bermakna, di depan sofa, sebuah pintu kaca besar memancarkan cahaya dari luar, bangunan-bangunan di luar sana sangat indah, Laura menaruh barang-barangnya, mengeser pintu kaca, berjalan keluar, menikmati udara segar yang menghempasnya, menikmati pemandangan kota yang disukainya itu dari lantai yang cukup tinggi.

"Oh ya! Hampir lupa." Dengan tergesa- gesa dia segera berlari ke arah pintu dan membuka pintu kamarnya, melihat Suho sudah menunggu di samping kamarnya, dia langsung menyunggingkan senyumannya. "Maaf."

Suho tidak menghiraukannya, dia berjalan meninggalkan Laura menuju arah lift.

"Kita mau ke mana?" Laura segera menutup pintu kamarnya dan berlari mengikuti Suho

"Makan malam."

Suho mencari sebuah restoran Jepang dan masuk, dia memesan begitu banyak sushi.

"Anda menyukai sushi juga?" tanya Laura terkejut ketika sepiring demi sepiring sushi dikeluarkan oleh pelayan telah memenuhi meja. Berbagai macam sushi dan juga sashimi atau gorengan-gorengan ala jepang lengkap di atas meja

"Kau juga menyukainya?" tanya Suho sambil mencapit sepotong sushi, mengoleskan wasabi, memasukkannya ke dalam mulut.

"Tidak begitu, tetapi.. Anda sangat mirip dengannya, saya jadi merindukannya," gumam Laura, dia memfokuskan matanya pada makanan di depan hadapannya, dia lapar, makanan di depan hadapannya juga seperti makanan sehari-harinya.

"Siapa?" Suara Laura sangat kecil, tetapi Suho tetap dapat mendengarnya dengan jelas, dia menatap Laura untuk mendapatkan jawabannya, dia membuat Laura syok, ternyata telinga Suho sangat tajam, suara sekecil itu saja juga dapat mendengarnya.

"A..." Waktu Laura ingin menjawab pertanyaan Suho, tiba-tiba telepon Suho berbunyi, dia segera mengangkatnya. Laura tidak memedulikannya, kini dia terus memasukkan sepotong demi sepotong sushi ke dalam mulutnya.

Makanan di atas meja sudah tinggal setengah, akhirnya Suho menyelesaikan pembicaraannya, panjang lebar dan tidak ada henti. Dia menyimpan kembali ponselnya dan kembali menatap Laura "Nanti pulang siapkan seluruh dokumen, besok kita akan pergi menanda-tangani kontrak dengan perusahaan L"

"Baiklah," angguk Laura yang masih sempat memakan sushinya. Suho sedikit terkejut melihat seisi piring di atas meja, sudah banyak yang kosong dan dia hanya menyentuh beberapa potong, perut perempuan di depannya itu benar-benar membuatnya geli.

Suho memakan beberapa porsi saja, dia bahkan tidak kenyang, tetapi dia memilih segera kembali ke hotel merapikan dokumen-dokumennya.

"Nanti ke kamarku ambil dokumennya," ucap Suho mengingatkan, dia berjalan menuju depan kamarnya, menempelkan sebuah kartu di pintu kamar, namun bunyi dari belakangnya membuatnya menoleh, Laura terlihat panik mencari sesuatu, dia bahkan menumpahkan seluruh isi tasnya. "Kenapa?"

"Kartu kamarku sepetinya hilang," gumam Laura terus memberantaki benda-bendanya yang kini beserahkan di atas lantai berlapis karpet.

Suho menatap Laura dengan dingin. "Kamu tadi bawa keluar?"

"Bawa, sepertinya terjatuh di restoran tadi."

Melihat Laura begitu panik , Suho menghampirinya, dia terjongkok memasukkan seluruh barang milik Laura ke dalam tasnya dan menariknya ke dalam kamarnya. "Kau siapkan dokumen dulu, masalah kartu, nanti tunggu kau selesaikan seluruh pekerjaanmu baru lanjut cari," ucapnya membawa Laura duduk di atas sofa, dia menyodorkan laptop dan sejumlah data yang dia bawanya kepada Laura. Laura menatap Suho dengan tatapan penuh tanya, dia tidak dapat membantah pekerjaannya. Dia segera membuka laptop milik Suho dan mulai bekerja, sedangkan Suho, dia berjalan keluar dari kamarnya, dia terlihat sibuk menelepon seseorang, setelah itu dia pergi ke restoran tadi tempat mereka makan untuk mengambil kartu yang Laura tinggalkan tadi. Tadi dia telah menelepon pemilik restoran untuk memastikan apakah kartu Laura tertinggal di sana. Setelah mengambilnya, dia langsung pulang ke hotel. Laura tertidur di dekat laptop, Suho berjalan ke arahnya dan duduk di dekat Laura, dia menatap wajahnya dengan lekat. "Kau bilang, perempuan sepertimu siapa yang mau mempekerjakanmu?" Dia mengambil laptopnya dan mulai melanjutkan pekerjaan Laura, setelah menyelesaikannya, dia menutup kembali laptopnya dan kembali menatap Laura. "Terkadang melihatmu.., aku merasa kau sangat mirip dengannya," gumamnya lagi ketika mengingat kakaknya Laura. Dia melepaskan jaketnya dan menyelimuti Laura. "Kau bilang.. kenapa kakakmu meninggalkanku?" Tidak ada respon, itu sudah pasti, Laura sedang tidur, mana mungkin meresponnya, dia menyingkirkan rambut yang menutupi wajah Laura dengan lembut. "Sudah hampir empat tahun dia meninggalkanku, kenapa bukan dia yang kembali mencariku.. melainkan kau yang muncul?"

Laura yang merasa tersentuh akhirnya tersadar, melihat Suho yang begitu dekat dengannya membuatnya terlonjak kejut dan langsung berdiri. "Maaf."

Suho kembali tersenyum meledek. "Kau bilang jika kantorku penuh dengan orang seperti dirimu, apakah akan bertahan lama?"

"Maafkan saya, saya.."

"Sudah, aku tidak ingin mendengar alasan apapun, ini kartumu, pergilah tidur, besok masih ada rapat yang harus dijalankan."

Suho meletakan kartu itu di atas meja, dia memalingkan wajahnya, menyibukkan tatapannya pada ponselnya. Kartu tersebut telah mengejutkan Laura, begitu banyak pertanyaan muncul, dari mana Suho mendapatkan kartu itu? Apakah dia pergi memintanya pada petugas hotel atau dia pergi mengambilnya di restoran, namun dia mengurungkan niatnya untuk bertanya apapun pada si direktur berwajah nampan itu. "Terima kasih," ucapnya sambil mengambil kartu tersebut berjalan meninggalkan kamar Suho.

Melihat Laura sudah menghilang dari balik pintu, Suho langsung menyandarkan dirinya di atas sofa, dia memejamkan matanya sambil memikirkan apa yang baru dia lakukan, dia telah membantu Laura? Sebuah kenyataan yang tidak dapat dipercaya oleh dirinya sendiri. "Mereka kakak beradik, kontrolah dirimu dengan baik, Suho. Jangan lupa alasanmu menaruhnya di sisimu," ucapnya mengingatkan diri sendiri, dia terus memijat keningnya yang terasa pening itu.

Oh! My FatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang