Part 36

37 5 0
                                    

Hati Suho seperti melayang, kata-kata Laura kepada HongYi membuatnya merasa senang, dia menutup pintu rumah Laura dan berjalan menghampirinya, dia duduk di samping Laura, menopangkan kepalanya di atas tangan. Senyumannya sedikitpun tidak berkurang.

"Kenapa menatapku dengan tatapan begitu?" Laura merasa Suho terlihat begitu menyeramkan dengan senyuman itu.

"Kata-katamu tadi, apakah itu kata hatimu?"

Laura segera menunduk malu, bagaimanapun dia adalah seorang perempuan, walau dia tidak terlalu ingin mengakui apa yang telah dikatakannya tadi, tetapi itu adalah fakta dari lubuk hatinya.

Tanpa mendapat respon, Suho langsung menindihkan tubuhnya di atas Laura, membuat Laura terbaring di atas sofa.

"Kau.. bangunlah," ucap Laura. "Aku masih.." Laura belum selesai berbicara, Suho sudah mencium bibirnya. Laura pelan-pelan memejamkan matanya, menerima ciuman tersebut, tidak seperti biasanya dia akan segera mendorong Suho.

"Kita datang.. ingin mengambil sayur." Laura begitu gugup menatapi Suho.

Senyuman manis melekat di bibir Suho, dia sangat senang kali ini Laura seperti menerima dirinya. "Baiklah, ayo rapikan barang-barangmu di sini, dan ambil sayur, kita pulang."

Setelah mendapat anggukan dari Laura, Suho pelan-pelan terbangun, dia membangunkan Laura dan merapikan rambutnya.

"Ayo," ajaknya mulai berjalan ke dapur.

Mereka mulai mengelap dan membungkus seluruh perabotan dengan kain putih. Begitu sibuknya mereka hingga lupa waktu, setelah selesai mereka dengan senang berdiri di dekat pintu sambil membenarkan napas. "Ayo pulang," ajak Suho membawa dua kantong besar di dalam tangannya.

"Ayo." Suho dengan senang mengandeng tangan Laura berjalan keluar dari rumah tersebut.

Setelah masuk ke dalam mobil, Suho mulai menyalakan mobilnya, namun suara serak terdengar, mobil mewahnya seperti kehabisan suara. "Aku lupa mengisi bensin,"gumamnya sambil menyengir menatap Laura. "Sudah malam." Dia kembali melihat jam yang telah menujukan pukul 12 di malam hari ini. "Sepertinya kita harus menginap di rumahmu dulu, besok pagi baru aku suruh orang datang mengisi bensin."

"Baiklah."

Suho kembali berjalan keluar dari mobil, dia membawa dua kantong plastik itu keluar dan berjalan masuk ke dalam rumah Laura.

Seluruh perabotan di sana sudah ditutupi kain putih, dia menatap Laura dengan senyuman lemahnya.

"Aku tidur di sini, kamu tidurlah di kamar."

"Besok kamu kerja," sela Laura, dia seperti tidak ingin Suho tidur di atas sofa yang sempit itu, Suho meletakan dua kantong plastik itu di atas lantai, dia mendekati Laura. "Tidak apa-apa," ucapnya sambil membawa Laura masuk kamar, dia membantu Laura membuka kain putih yang menutupi kasur, merapikan bantal yang kini sudah tidak memakai sarung, dia lupa jika di sana sudah tidak ada selimut.

"Kamu akan kedinginan," gumamnya merasa khawatir, dia segera melepaskan jaketnya dan memberikannya kepada Laura. "Ini, setidaknya kamu akan merasa hangat."

Dia mengiringi Laura seperti mengiringi anak kecil, membantunya untuk membaringkan tubuhnya dan menyelimutinya dengan jaket yang hanya menutupi setengah tubuh Laura.

"Kamu?" Laura khawatir Suho akan kedinginan dengan kemeja tipis di tubuhnya itu.

"Tenang saja, aku tidak apa-apa. tidurlah, besok kamu harus menjadi asistenku seharian."

"Baiklah," angguk Laura, dia memejamkan matanya dan mulai tidur.

Suho dengan senang berjalan keluar, Laura mengkhawatirannya, itu membuatnya senang bukan main, saat mau tidur saja dia merasa bahagia.

Di sisi lain, ketika melihat arah jarum jam sudah menujukkan pukul dua belas di tengah malam, anaknya dan juga calon menantunya belum juga pulang. Sang perempuan tersenyum senang, dia terus mengelus gadis munggil yang kini sudah tertidur pulas di sampingnya. "Sebentar lagi kamu akan memiliki keluarga yang begitu bahagia, cucuku."

Baru saja tidur beberapa jam, Laura sudah terbangun, kakinya terasa sangat dingin di dalam ruang ber-ac tersebut, arah jarum jam baru menunjukkan pukul lima di pagi hari ini, dia hanya tertidur lima jam. Mengingat Suho masih di luar, dia pasti kedinginan, dirinya juga tidak bisa tidur, dia berjalan keluar membawa jaket Suho. Suho meringkuk seperti seekor landak. Laura segera berjalan ke dekatnya, dia menyelimutinya dengan jaket. Ketika tidak sengaja menyentuh tangannya, Laura dapat merasakan tangan Suho sangat dingin. "Apakah dia sakit?" Dengan panik dia segera mengecek suhu Suho, namun sangat normal. Dia memegang tangan Suho dengan kedua tangannya dan mengosoknya dengan lembut.

Mata Suho pelan-pelan terbuka, sebuah senyuman terpancar di wajahnya. "Laura." panggilnya sambil menutup mata kembali, menikmati kehangatan yang diberikan Laura, dia mengengam tangan Laura dengan erat.

"Tanganmu sangat dingin."

Suho kembali melebarkan senyumannya. "Tanganku memang selalu dingin jika kedinginan, tenang saja aku baik-baik saja."

Mendengarnya, Laura terlihat lega. "Kamu tidurlah sebentar, aku akan menyiapkan makanan untukmu, nanti kita masih harus kembali ke.. ke rumahmu."

"Tidak perlu, masih pagi, kamu juga tidurlah sebentar." Suho langsung menarik Laura ke dalam pelukannya, sofa yang begitu sempit, membuat Laura tidak dapat bergerak di dalam pelukan Suho.

"Tidurlah, Halin.. ibuku akan merawatnya dengan baik," bisik Suho di dekat telinga Laura.

Jatung Laura lagi-lagi berdetak dengan kencang, bagaimana dia dapat tidur lagi di dalam keadaan seperti itu, walaupun sangat hangat, namun pikirannya tidak dapat tenang.

"Aku.. aku pergi membuatkan makan pagi untukmu saja," ucap Laura ingin berjalan turun, namun Suho segera mempererat pelukannya.

"Jangan bergerak," bisik Suho lagi.

Menatap sekitar ruangan dan juga Suho di depan hadapannya, Laura ingin sekali terbangun.

"Suho, aku merasa tidak nyaman, boleh kamu melepaskanku?"

Mata Suho pelan-pelan terbuka kembali. Begitu tampannya diri dia, kata orang, tampang seseorang dapat dinilai ketika dia bangun tidur, Suho benar-benar sangat tampan.

"Wajahmu memerah," ucap Suho sambil memegang wajah Laura, dia dapat merasakan wajah Laura seperti terbakar, begitu panas.

Laura berusaha melepaskan tangannya dari Suho, namun dia malah terjatuh bersama Suho.

"Aa..," Rintihnya kesakitan. Suho juga mengalami hal yang serupa ditambah lagi, tangannya demi melindungi kepala Laura, membuatnya berhasil tertindih oleh kepala seperti batok kelapa Laura.

Ketika merasakan hal yang sama dengan lawannya, mereka pun saling tatap menatap dan tertawa.

"Kepalamu, sangat keras, apakah isinya batu semua?" sindir Suho.

Laura langsung mendorongnya. "Enak saja."

"Aku hanya bercanda."

Suara tawa Suho, pagi ini, pertama kalinya Laura melihat Suho tertawa di depannya. Senyuman saja tidak cukup untuk laki-laki setampan dia.

"Sudah, ayo kita pulang ke rumah," ajak Suho membangunkan Laura.

Dia mulai merapikan kembali kain putih yang dibukanya, dan mematikan seluruh listrik. Membawa dua kantong plastik itu dan juga Laura keluar. Namun dia melupakan sesuatu, mobilnya belum memiliki bensin. Dengan cepat dia menelepon asistennya menyuruhnya membawakan bensin untuk diisi ke mobilnya. Setengah jam kata si asisten, itu terlalu lama untuknya, dia menyuruh sang asisten langsung membawa mobilnya ke kantor saja nanti, sedangkan dirinya membawa Laura pergi menaiki taksi pulang ke rumah.

Oh! My FatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang