Laura tersenyum tipis menatap Halin yang kini sedang berbaring di atas kasur meminum susu. "Paman JiSoo sedang sibuk, tunggu dia sudah tidak sibuk lagi, dia pasti akan datang menjengguk Halin."
"Halin rindu papa."
"Jika tidak, setelah Halin selesai makan kita.." Laura belum selesai berbicara, bunyi bel membuatnya menoleh. "Tunggu sebentar ya, Halin." Dia meranjak dari kasur, pergi membukakan pintu. "Direktur?" Begitu terkejutnya dirinya ketika melihat sang direktur berdiri di depan pintu. Hari ini dia memakai kaos dengan jas, terlihat cukup santai, rambutnya juga turun tidak seperti biasanya jabrik.
Wajah terkejut Laura membuat Suho mengerutkan keningnya. "Kau tidak mengundangku masuk?"
Laura segera tersadar dan menyingkir, membiarkan Suho berjalan masuk.
Mendengar suara yang tidak asing, Halin melepaskan botol susunya dan berlari keluar. "Papa," panggilnya sambil berlari ke arah Suho. Suho segera terjongkok menyambut Halin, dia mengendongnya berjalan ke arah sofa. "Bagaimana? Kemarin ke kebun binatang apakah senang?"
Halin mengangguk dengan semangat, membuat Suho tersenyum. "Wah?! Benarkah?"
Kelakuan dan kedatangannya yang tak di undang, Laura melihatnya dengan penuh pertanyaan, apakah direkturnya itu salah tempat, atau dia sudah salah makan obat?
"Papa membawakan banyak mainan untuk Halin, Halin suka yang mana? Coba pilih." Suho membuka beberapa kantong dan mengeluarkan isinya dari dalam.
Laura segera menghampirinya. "Direktur," panggilnya membuat Suho menoleh. "Ada apa?"
Laura terjongkok di dekatnya. "Anda jangan.."
"Membuang-membuang uang maksudmu?" sela Suho tahu apa yang ingin dikatakan Laura.
"Hm.. Iya, maksudku jangan terlalu memanjakannya."
"Aku hanya memberikannya mainan, sepertinya itu tidak ada hubungan dengan manja tidak manja."
"Halin mau ini. Papa, Halin mau Mickey Mouse." Halin dengan senang mengambil sebuah boneka Mickey Mouse dan memeluknya dengan erat.
"Halin suka Mickey Mouse juga?" Suho sedikit terkejut, dia tidak menyangka anak kecil di atas pangkuannya itu begitu mirip dengannya, tidak hanya suka makan sushi namun juga suka Mickey Mouse.
Laura seperti kehabisan kata-kata untuk berargumen dengan Suho, dia menatap Halin kembali "Halin, ucapkan apa ke paman direktur?"
"Terima kasih papa," ucap Halin yang mencoba mengecup Suho. Suho tentu dengan senang mendekatkan pipinya ke dekat Halin.
Sepertinya Suho hari ini sedikit berbeda, atau dia benar-benar salah obat "Terima kasih."
"Aku membeli beberapa bahan makanan, aku akan membuat makan pagi untuk kalian." Suho menaruh Halin di atas sofa, dan mengambil kantong sayur ke arah dapur tepat berada di belakang ruang tamu. Laura mengikuti Suho masuk dapur, dia menarik kantong tersebut dari tangan Suho. "Biar saya saja, direktur."
Suho menatapnya dengan tajam "Aku ingin membuatkan sushi untuk Halin."
Tatapannya begitu dingin, sepertinya sifat asli Suho telah kembali, inilah Suho si muka dingin nan menyeramkan. "Baiklah saya akan membantumu." Laura segera menaruh kantong itu di atas meja, dia mulai mengeluarkan bahan-bahan dari dalam. Suho menatap Laura dengan lekat, Laura begitu cantik tanpa menggunakan make up, dia pelan-pelan melangkah mendekati Laura.
Dapur kecil ini kini berdiri dua orang, Laura membalikkan tubuhnya dan tidak sengaja menabrak Suho. "Maaf," ucapnya segera mundur hingga menabrak meja.
"Tidak apa-apa."
Tatapan Suho membuat Laura gugup, dia mengalihkan perhatiannya dan berjalan pergi ke tempat cuci. "Direktur, Anda.. kenapa.. kenapa datang ke sini?"
"Aku hari tidak ada pekerjaan, tidak tahu mau ngapain juga, jadi datang mencari Halin," jelas Suho, tentu alasan mencari Halin sangat kuat tetapi di balik itu dia lebih ingin melihat Laura, setelah pulang dari London, mungkin dirinya telah menyadari Laura adalah seorang perempuan yang menarik perhatiannya.
"Ou, tetapi.."
"Bisakah kau berbicara tanpa terputus-putus? Bicaralah apa yang ingin kau bicarakan."
Teguran itu, suara itu, menyeramkan, Laura menundukan kepalanya, mencuci timun di tangannya "Maaf."
Suho menghela napas, dia mengeluarkan nasi yang masih panas dari dalam kotak nasi. "Kau terlihat berbeda."
"Ha?"
"Aku lebih menyukai keceriaanmu waktu di London."
Laura terdiam, sifat cerianya mungkin membuatnya disukai siapa saja, namun dia tidak dapat menemukan keceriaan itu lagi, karena dia yang sekarang harus menjalankan peran seorang ibu, bukan anak kecil lagi.
"Direktur? Apa Anda hari ini tidak pergi bersantai dengan keluargamu?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.
Suho mengeleng kecil, keluargaku ada di London."
"London?" mereka baru pulang dari sana tidak lama ini, Laura dengan penuh kejut menatap Suho, dia terheran-heran Suho di London hanya sibuk bekerja dan tidak pernah membicarakan soal keluarganya.
"Pemilik perusahaan L adalah ayahku, dia sempat memuji dokumen yang kau buat."
Kenyataan yang begitu mengejutkan, ternyata indetitas Suho bukan hanya seorang direktur namun juga anak pemilik salah satu perusahaan terbesar di London.
"Kenapa?" Suho tidak mengerti Laura menatapnya dengan tatapan anehnya.
Laura segera mengeleng dan kembali bekerja. "Tidak, tetapi.., saya rasa pasti banyak wanita yang ingin mendekati direktur setelah mendengar indentitas direktur."
Suho tersenyum meledek. "Memang banyak."
Sudah pasti banyak, siapa yang tidak ingin laki-laki seperti Suho? Tampan, kaya , pintar cukup tiga kelebihan itu saja mungkin perempuan yang mengejar dia sudah sampai luar planet. "Saya rasa orang yang menjadi pacar direktur pasti akan sangat bahagia, ya tidak?"
Suho terdiam, dia kembali teringat dengan Lee MinJi kakak Laura. "Mungkin tidak, dia tetap meninggalkanku tanpa sepata kata," ucapnya yang dihiasi senyuman pahitnya.
Laura menatap Suho, mungkin kisah cinta Suho sangat memilukan, dia selalu membuat ekspresi seperti itu setiap membicarakan soal cinta.
"Jangan melihatku dengan tatapan penuh kasihan seperti itu."
Laura tersadar, ternyata rasa iba di dalam hatinya terpampang jelas di wajahnya, dia segera meminta maaf dan mengalihkan perhatiannya.
"Kau sendiri, di mana ayah Halin?" lagi-lagi pertanyaan itu, Laura tidak ingin menjawabnya, dia terlihat serius melakukan pekerjaannya.
"Baiklah jika kau tidak ingin membahas masa lalumu, bagaimana dengan masa depanmu?" pertanyaan itu akhirnya mendapatkan senyuman dari Laura.
"Saya akan merawat Halin dan membesarkannya."
Kata-kata penuh percaya dirinya membuat Suho diam-diam menatapinya, dia begitu mengagumi perempuan tersebut tetapi kenyataan dengan harapan tentu dua hal yang berbeda.
"Kau tidak memikirkan perasaan Halin? Dia begitu menginginkan seorang ayah."
Laura tersenyum kecil melihat Halin sedang bermain boneka di luar. "JiSoo juga mengatakan hal yang sama, namun..saya yakin saya bisa."
"Jika ada yang perlu kubantu, katakanlah."
"Terima kasih"
Makan pagi akhirnya siap, lebih tepatnya makan siang, Suho membawa Halin duduk di pangkuannya sambil memberikan sepotong sushi. "Setelah ini ayo kita pergi jalan-jalan."
"Halin mau jalan-jalan." Dengan senang Halin segera mengangkat tangan memberikan suaranya. Dia membuat Suho dan Laura tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh! My Father
Fanfiction[Complete story✔] Tiga tahun berlalu, Lee Laura membawa Halin pulang ke Seoul, Halin merupakan putrinya dan satu-satunya harapannya untuk tetap hidup. Demi menghidupi Halin, dia bekerja di sebuah perusahaan besar dan menjadi seorang asisten direktur...