BAB 7

9.9K 843 35
                                    

"Dipta?" Orang panggilan kedua orang tersebut menyadarkan Dipta dari rasa terkejutnya. Sedangkan Agung, Naufal, dan Rendi memasang wajah sedikit gugup, apalagi ketika orang itu semakin mendekat. Hanya Arumi yang tidak mengerti apa-apa disini, tetapi ia tidak ambil pusing.

"Alan, sendirian aja?" Tanya Agung mencairkan situasi. Alan menghampiri meja dan menyalami satu per satu penghuni meja. Dipta hanya diam sambil menggerak-gerakkan kakinya tanda ia tidak tenang, ia sama sekali tidak membuka suara.

"Iya, tadi abis dari bengkel," jawabnya. "Eh, ini siapa nih cewek satu? Pacar salah satu dari kalian ya?" tanya Alan.

"Hehe iya kak, aku pacarnya Dipta, namaku Arumi" kata Arumi polos sambil menggaruk pelipis kanannya yang tidak gatal.

Ekspresi wajah Dipta semakin tegang, apalagi ketika ia melirik Alan, ternyata pria itu sedang menatap Dipta tajam. Dari tatapannya, Dipta tahu jika Alan meminta penjelasan.

Memang dasar Arumi yang tidak peka dan terlewat bodoh, ia malah kembali berucap, "Baru sih tapi pacarannya, hehe. Kakak temennya Dipta?" tanya Arumi.

Alan mengangguk, "Gue Alan, temen Dipta sejak kecil. Pantes dia belum cerita, baru toh pacarannya," jawab Alan manis.

"Wah udah lama dong temenannya? Kasih tau Rumi dong kak, Dipta orangnya gimana," pinta Arumi.

"Ih kepo banget sih, Rum," jawab Rendi. Agung, Naufal dan Rendi tahu jika pembicaraan ini harus segera diakhiri. Jika tidak, Dipta akan terpojok.

"Biarin sih, kan kepoin pacar sendiri. Ogah banget aku kepoin kalian, iyuh," cibir Arumi. Ia kembali mengalihkan perhatiannya pada Alan.

Alan tersenyum melihat tingkah Arumi, ia tidak bisa membenci gadis yang tidak tahu apa-apa. Oleh karena itu, Alan mencoba berlaki baik pada Arumi. Urusan dengan Dipta akan ia selesaikan nanti.

"Dipta itu penyayang banget, manja, pinter sih tapi kadang pelit ilmu kalau lagi bete. Dia suka tidur engga pake celana, katanya menghambat gerak. Dia suka olah raga tapi engga suka terlalu keringetan. Dia gampang ngambil hati orang, tapi susah ngebalikinnya. Kayaknya hati Dipta sekarang udah keambil sama kamu ya, Rum. Awas susah lepas," jawab Alan panjang lebar.

Arumi mendengarkan dengan seksama, sesekali mengernyitkan dahi saat mendengar Dipta yang sebenarnya menurut teman abadinya, Alan.

"Ih Dipta jorok banget kamu," Arumi menyenggol lengan Dipta dengan lengannya.

Dipta hanya tersenyum kering, tidak menanggapi ucapan Arumi.

"Eh, kok makanan kita belum dateng sih? Gue tanya pesanan dulu ya," kata Naufal sambil berdiri dan meninggalkan meja.

"Gue ke toilet dulu, lama nih udah kebelet gue," Agung menambahkan.

"Bang aku juga mau ke toilet!" Arumi mengikuti Agung dari belakang, sedangkan Rendi, beralasan ingin merokok dulu di luar.

Tinggallah Dipta dan Alan di meja, lalu Alan mendekati Dipta dan membisikkan sesuatu di kuping Dipta, "So, jadi dia penggantinya? Hmm?" Alan mengucapkan kata-kata tersebut dengan pelan tetapi tajam.

"Lan, gue bisa jelasin," kata Dipta cemas.

"Not now, gue harus pergi sekarang," lalu Alan beranjak daei tempat duduknya dan meninggalkan Dipta yang terlihat kacau.

'Sialan!' teriak Dipta dalam hati sambil menarik rambutnya.

***

"Dipta kok diem aja sih? Ngomong dong kan Rumi biar ada temen ngobrol gitu," kata Arumi saat keduanya sedang dalam perjalanan pulang.

"Aku lagi gak enak badan, Rum," ucap Dipta beralasan. Padahal hatinya sedang tidak tenang mengingat pertemuannya tadi dengan Alan.

"Yah, nanti di rumah aku dulu ya jangan langaung pulang, kasihan kalo langsung pulang, nanti kenapa-kenapa," Arumi memberi saran. Ia memang sangat khawatir kepada Dipta, apalagi ia harus berkendara.

Arumi tidak peka dengan keadaan sekitar, tadi saja ketika mereka makan siang, Arumi tidak sadar akan gerak-gerik Dipta dan teman-temannya yang aneh. Ia sibuk menikmati makanannya, tanpa peduli jika Dipta dan Alan sedang saling melempar tuduhan dan pembelaan melalui pandangan mata.

"Engga usah, Rum. Masih bisa nyetir kok, lagian ini masih sore," Dipta menolak tawaran Arumi.

"Yaudah deh," jawab Arumi pasrah.

Sekitar 10 menit kemudian, mereka tiba di kediaman Arumi.

"Aku masuk dulu ya, hati-hati nyetirnya, nanti kalau udah sampe rumah chat aku yaa," pinta Arumi sambil membuka sabuk pengaman.

"Iya, sayang, siap," ujar Dipta. Pipi Arumi bersemu merah, ia sangat senang karena ini adalah pertama kalinya Dipta memanggil Arumi dengan kata Sayang.

"Ih, Dipta. Rumi kan malu dipanggil sayang sama Dipta, hehehe. Ini pasti gara-gara aku makeup-an kan tadi? Ga sia-sia pake makeup, jadi dipuji pacar deeeeh," Arumi berkata dengan riang dengan senyuman yang mengembang di bibirnya.

"Kebiasaan, percaya diri banget kamu, yaudah masuk sana, kasian jok mobil aku didudukin kamu," kata Dipta sedikit mengusir.

"Ih Diptaaaaa, awas yaaa nanti aku balas dengan cinta!!!!!" Arumi menutup pintu dengan kesal. Dipta tertawa sebentar, ia membunyikan klakson dan meninggalkan kediaman Arumi.

Saat Dipta meninggalkan kediaman arumi, ia berujar dalam hati 'Maaf ya, Rum'. Kemudian ia melajukan mobilnya ke tempat ia seharusnya sejak tadi ia kunjungi.

***

Arumi senang bukan kepalang, rasanya ia ingin mengumumkan ke seluruh penghuni rumah dan grup-grup chat di sosial medianya. Bagaimana tidak, hari ini untuk pertama kalinya, Dipta memanggilnya sayangm panggilan yang tak pernah Arumi sangka akan keluar dari mulut kekasihnya, Dipta, yang notabene adalah pria yang sangat digilainya.

Ia merasa ketiban rejeki nomplok bertubi-tubi. Pertama, Dipta yang menginginkan hubungan lebih sehingga keduanya kini berpacaran. Kedua, Dipta yang memanggilnya sayang. Ketiga, ia mengetahui sedikit aib Dipta dari sahabat kekasihnya itu, yaitu Alan.

Arumi masih tidak menyangka, jika seorang Pradipta Haryawan adalah kekasihnya saat ini. Memang Dipta bukan kekasih pertama Arumi, tetapi bisa dibilang, Dipta adalah yang paling memenuhi semua tipe Arumi. Tak sia-sia perjuangannya selama ini menurunkan harga dirinya, ternyata dipta membalas perasaannya.

Arumi merebahkan tubuhnya setelah ia menunaikan kewajiban, ia ingin tidur terlebih dahulu sebelum nanti malam, ia kembali mengerjakan tugas-tugas akhir semesternya.

Saat Arumi akan terlelap, ponsel gadis itu berbunyi, menandakan satu pesan masuk.

+62 88990011223: Arumi, siap patah hati?

Arumi mengernyitkan dahinya, tidak mengerti maksud pesan yang baru saja diterimanya. Awalnya, ia ingin mengira jika sms itu salah kirim. Tetapi, si pengirim sudah tahu namanya.

Arumi mengetikkan balasan,

Ini siapa?

Dan tak lama, Arumi kembali menerima sms dari nomor yang sama.

Bukan siapa-siapa, Arumi. Hanya memberi tahu.

Kemudian Arumi kembali menyimpan ponselnya di atas kasur dan tidur. Ia tidak peduli dengan pesan tidak jelas itu, yang ia pedulikan saat ini hanya rasa kantuknya.

***

Maaf udah lama gak post, lagi banyak pekerjaan dan pikiran, hehehe.

19 Juli 2017

The OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang