BAB 14

8K 707 30
                                    

Fix! Divo gila!

Sejak Arumi mengatakan kalimat keramat itu, Divo selalu tersenyum dan bertingkah gila. Bahkan saat di Oro-oro Ombo, ia berjoget ala India dan mengajak pendaki lain yang kebetulan melintas. Awalnya mereka bingung dengan ajakan Divo, tetapi mereka ikut berjoget saat Rafsan berkata bahwa Divo sedang kumat. Tidak ada temannya yang mendengar pengakuan Arumi, jadi tidak ada yang tahu jika Divo bersikap gila karena ia akhirnya tidak terlalu ngenes yang disebabkan oleh cintanya bertepuk sebelah tangan.

Setelah beberapa jam perjalanan dari Ranu Kumbolo, akhirnya mereka tiba di Kalimati pada sore hari. Mereka segera mendirikan tenda dan memasak untuk makan malam, karena mereka akan melakukan summit attack malam nanti.

"Rum, kuat kan untuk summit attack?" tanya Malik.

"Tenang Lik, ada ayang Divo yang akan melindungi si Kasih," jawab Divo sambil membusungkan dadanya.

Emma tergelak, "Hahaha kasih-sayang banget panggilan kalian berdua? Ih kok jijik," ucap Emma di sela-sela tawanya.

"Engga Em, itu mah bisa-bisanya dia aja," kata Arumi kesal.

"Loh kok Kasih gitu sih sama Sayang?" Divo pura-pura sebal.

"Biar apa sih Div kayak gitu?" Malik memutar matanya dan mereka kembali tertawa. Saat ini Aden dan Rafsan sedang mengambil air, jadilah mereka berempat berkumpul di luar tenda. Arumi dan Emma duduk di hammock yang dipasang Divo dan Malik, sedangkan kedua pria itu sedang memasak mie instan. Ternyata makanan yang sudah dimasak oleh Arumi dan Emma tidak cukup membuat perut kedua pria itu kenyang.

***

Malam hari, Arumi dan teman-temannya sudah siap dengan perlengkapan masing-masing. Karena ini adalah summit attack, mereka tidak perlu membawa seluruh barang-barang ke puncak. Mereka hanya membawa barang-barang penting seperti makanan pengganjal perut, minum, obat-obatan, dan beberapa keperluan yg akan dibutuhkan untuk summit. Sedangkan barang-barang yang lainnya ditinggalkan di dalam tenda.

"Temen-temen, sebelum kita mulai summit attack, mari kita bersama-sama berdoa agar perjalanan kita lancar dan kita semua bisa kembali dengan selamat. Yang selalu gue bilang, inget, kalo ada yang sakit, ngerasa gak sanggup atau ada problem yang mempersulit kalian untuk naik, bilang ke kita dan jangan dipaksakan, oke? Keselamatan kita, kita tanggung bareng-bareng. Oke, sekarang berdoa mulai," ucap Aden dan teman-temannya ikut berdoa.

"Oh iya, kalo ada yang mau istirahat, bilang ya. Biar kita istirahat bareng dan ga kepisah," lanjut Aden.

"Sip," "oke," jawab teman-temannya serentak.

***

Perjalanan menuju puncak tidak seperti yang dibayangkan oleh Arumi. Ia tidak perlu merangkak seperti di film yang ia tonton. Hanya saja medannya yang terdiri dari pasir dan kerikil kecil cukup menyulitkan Arumi, karena 3 langkah ia naik, ia akan kembali turun 1 atau 2 langkah.

Sekitar pukul 3, mereka sudah menempuh setengah perjalanan.

"Rum, istirahat dulu, menikmati pemandangan," kata Divo.

"Pemandangan apa Div? Kan masih gelap," tanya Arumi.

Divo menepuk tempat kosong di sampingnya dan meminta Arumi dusuk,"Sini deh."

Arumi menurutinya dan duduk di samping Divo.

"Liat ke atas, Rum. Indah banget kan langitnya? Banyak bintangnya."

Arumi mengangguk setuju.

"Sekarang, liat ke kanan bawah," pinta Divo.

Arumi tercengang selama beberapa detik. "Div...."

"Yup, bagus kan? Cahaya dari lampu-lampu di daerah sekitar gunung itu kayak bintang. Liat juga yang di sebelah sana," tunjuk Divo, "Itu Lumajang, jadi sekarang kita seperti di antara bintang. Di atas kita ada bintang, di bawah juga ada bintang."

"Bagus banget, Div. Foto yuk!" Ajak Arumi.

"Gak mau, Rum. Aku mau kita duduk disini aja berdua, cukup kita aja menikmati keindahan ini, gak usah dibagi-bagi ke orang," tolak Divo.

"Tapi, Div... Ini bagus banget," Arumi sedikit merajuk.

"Rum, menurut aku, lebih baik kalo kita menyimpan semuanya di sini," tunjuk Divo pada kepalanya, "Dan di sini," lalu ia menunjuk hatinya. "Aku mau kenangan ini kita aja yang simpen, kita aja yang punya, dan kita aja yang nikmati. Suatu saat nanti, kita pasti bakal inget saat-saat seperti ini. Saat aku dan kamu duduk berdua dan menciptakan momen yang suatu saat akan kita rindukan," lalu Divo tersenyum. Ia menolehkan pandangannya pada Arumi.

"Rum," panggil Divo lagi.

"Kenapa, Div?" tanya Arumi dengan dada yang bergetar hebat. Tatapan serius Divo membuat jantungnya memantul-mantul lincah seperti sedang bermain trampolin.

"Rum, aku mau jujur sama kamu. Aku bener-bener gak bisa terus diem kayak gini," Divo semakin serius. Kedua matanya tak pergi meninggalkan kedua mata Arumi.

"Iya Div?" Arumi semakin menggila.

"Maaf Rum....."

"Ya?" Arumi makin tidak sabar.

"Itu, di mata kamu ada beleknya. Wajar banyak debu, jadi beleknya juga banyak," lalu tawa Divo pun pecah.

"DIVOOOOOOOO!!!!!!!!!!" teriak Arumi sambil memukul-mukul Divo yang tak berhenti tertawa.

***

Arumi dan teman-teman berhasil tiba di puncak sekitar pukul 5.20 pagi. Keenam mahasiwa itu tak bosan-bosannya memuji keagungan Tuhan yang luar biasa indah. Di puncak Mahameru, mereka bisa melihat beberapa gunung seperti Bromo, Arjuno Welirang, Putri Tidur, Argopuro, Penanggungan dan Kelud yang tak kalah indahnya. Matahari terbit dan samudera di atas awan membuat pemandangan yang tepampang semakin indah.

"Divo, thanks for everything. Makasih udah bawa aku kesini. Ini adalah pemandangan paling indah yang pernah aku liat," kata Arumi terharu.

"Sama-sama, Rumi," ucap Divo sambil membetulkan syal yang dipakai Arumi. "Ayok kita foto, mumpung sunrise-nya masih ada," lalu keduanya berfoto dengan berbagai macam pose.

"Happy birthday," bisik Divo di telinga Arumi.

"Emang ini tanggal berapa?" tanya Arumi kaget.

Divo menggelengkan kepalanya dan mencebikkan bibirnya, mengisyaratkan Arumi untuk mengingatnya sendiri.

"Oh iya, lupa. Ya Allah aku lupa sama ulang tahunku sendiri, maklum ga pernah dirayain, hahaha," kata Arumi bahagia. "Makasih Divo, kadonya amazing banget! Nanti pas pulang aku bakal tagih kado aku dari Dipta, enak aja pacar ulang tahun malah gak ngasih kado," sungut Arumi.

Kata-kata Arumi sungguh membuat Divo marah. Ia sudah mempersiapkan semua ini sejak jauh-jauh hari, tapi tetap saja yang diingat oleh gadis itu adalah si brengsek Dipta. Mood-nya kali ini benar-benar hancur, jika tidak cinta, rasanya ia ingin mendorong Arumi dari atas puncak ini.

"Div, kok diem aja? Itu liat Wedus Gembelnya keluar, bagus banget," Arumi tak sadar dengan perubahan mood Divo.

"Rum, lo tuh kebiasaan tarik ulur perasaan orang. Sakit, Rum! Gue gak suka! Jangan mentang-mentang dong lo, jadi seenaknya mainin perasaan gue. Gue juga manusia," kata Divo sedikit membentak dan meninggalkan Arumi yang masih tercengang.

Arumi yang kaget menerima bentakan hanya bisa terdiam, sebelumnya Divo tidak pernah mengucapkan kata gue-lo, apalagi membentak. Kali ini, Arumi benar-benar merasa jika ia telah membuat kesalahan yang sangat besar.

Tapi kesalahan apa yang Arumi buat? Ia benar-benar tidak mengerti.

***

8 September 2017

Mohon maaf banget, akhir-akhir ini aku sibuk banget dan jarang buka wattpad. Huhuhu

The OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang