BAB 20

9K 757 12
                                    

"Arumi, apa kabar?"

Ya Tuhan, kenapa Divo semakin tampan?

"Arumi, kok gak dijawab?" tanya Divo lagi.

Arumi menelan ludahnya pelan, orang yang tadi berdiri di samping Divo.....

Mengapa ia ada disini?

Seharusnya....

Pria itu bekerja....

Tapi kenapa???

"Arumi, Divo jauh-jauh dari Finlandia langsung kesini, jawab dulu dong pertanyaannya. Ajak dia masuk, tadi ayah suruh masuk dia gak mau, mau nunggu kamu katanya," cerocos ayahnya.

"Ayah gak kerja?"

"Udah pulang, tadi abis ke lapangan," kata ayahnya cuek dan langsung masuk ke rumah, meninggalkan Arumi dan Divo di halaman.

"Rum, gak mau bangun? Emang duduk di tanah enak? Kamu masih gak berubah, drama" tanya Divo menyadarkan Arumi.

"Eh? Oh iya, uh.." Arumi langsung berdiri, salah tingkah.

"Arumi..."

"Divo..."

Ucap mereka berbarengan.

"Oke, aku tau kamu mau minta penjelasan. Jadi, boleh aku masuk? Karena aku sudah meminta izin ayahmu..."

"Iya, yuk masuk," potong Arumi dan ia berjalan tergesa-gesa. Meninggalkan Divo yang tersenyum lebar.

***

Setelah keduanya selesai shalat ashar dan Arumi sudah berganti pakaian, mereka memutuskan untuk duduk di ruang tamu. Ayah dan ibu Arumi mendadak pergi, katanya ayah ingin membeli pisau cukur dan ibu ingin membeli minyak. Arumi tahu itu hanyalah akal-akalan kedua orang tuanya, tetapi ia tak peduli karena yang ada di hadapannya sekarang adalah orang yang sudah ia nantikan bertahun-tahun lamanya.

"Arumi, aku kangen banget sama kamu," ucap Divo. Ia mendekati Arumi yang duduk di ujung sofa, lalu tanpa ijin, mendekapnya erat.

"Kalo kangen, kamu kemana aja selama ini?" cicit Arumi. Ia belum membalas pelukan Divo, tetapi saat ini, demi apapun ia sangat bahagia.

Divo semakin mengeratkan pelukannya, ia menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Arumi, nafasnya berat, "Maaf," hanya itu yang keluar dari mulut Divo.

Arumi diam, belum membalas pelukan Divo atau berkata apapun.

"Rum.."

"Hmm?"

Divo melepaskan pelukannya, kali ini tangan kirinya menggenggam tangan Arumi dan tangan kanannya menyisipkan rambut Arumi ke belakang telinganya kemudian membelai pipinya, "Maaf karena aku pergi tanpa pamit," Divo membuka obrolan.

"Aku..."

"Shh.." Divo memotong perkataan Arumi, "Aku dulu ya yang jelasin, nanti kamu baru boleh komentar."

"Iya."

"Maaf, aku pergi tanpa pamit. Saat itu aku benar-benar kacau, entah aku harus senang, sedih atau kecewa. Beberapa hari sebelum kita berangkat ke Semeru aku dapet kabar yang membahagiakan, aku diterima di Sibelius Academy di Helsinki, itu adalah impianku sejak kecil. Tapi ketika itu juga aku sedih karena aku harus ninggalin kamu, orang yang sangat aku sayangi. Aku dilema, di satu sisi impianku terwujud, tapi di sisi lain aku gak mau ninggalin kamu," Divo menghela nafas dalam lalu membuangnya kasar, "Tapi kejadian pas di Semeru ngebuat aku bener-bener kecewa, Rum. Jujur, hati aku sakit pas aku bangun dan gak nemuin kamu dimana-mana. Kamu ninggalin aku demi Dipta-mu itu. Padahal saat itu aku mau minta maaf sama kamu, aku mau mohon sama kamu buat ngasih aku kesempatan buat memulai sebuah hubungan sama kamu dan aku mau kamu nunggu aku, tapi kamu main pergi gitu aja," ucapnya sedih.

The OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang