Setelah pertemuan dengan Mustika selesai, Divo langsung mengunjungi rumah Arumi. Ia merasa sangat bahagia saat mengetahui masalahnya akan segera berakhir. Miskomunikasi di antara ia dan anggota keluarganya yang lain membuatnya hampir menyerah pada keadaan dan menerima perjodohan dengan Mustika saja. Tetapi untungnya Divo tidak gegabah dalam mengambil keputusan, karena jika iya, akan ada 2 hati yang terluka yaitu milik Arumi dan Nias.
Senyum tak pernah luntur dari wajah Divo, walaupun penampilannya sekarang ini tidak terlihat baik-baik saja. Lingkar hitam di sekitar matanya, juga wajahnya yang terlihat kelelahan tidak membuatnya berhenti tersenyum.
"Divo?" Arumi kaget saat melihat penampilan dan wajahnya yang tidak sinkron. Ya, Divo tersenyum sangat lebar tetapi penampilannya berantakan.
"Umiiiiiii," tanpa permisi Divo langsung memeluk Arumi kencang, "Akhirnya, Rum. Akhirnyaaaa," ucapnya dengan riang.
"Masuk dulu deh, Div. Kamu aneh, dateng-dateng langsung meluk aku," kata Arumi sambil berigidik ngeri.
"Kamu gak tahu apa, Rum, aku gak tidur semaleman ini, ngantuk," Divo berkata manja sambil mengikuti Arumi yang sedang mengambil minum untuk Divo.
Arumi memandang Divo yang kali ini terlihat aneh, "Kalo ngantuk ya tidur, Div. Ngapain kesini?"
"Aku kan kesini bawa kabar baik, Rum. Aku yakin abis ini bunda pasti ngerestuin kita, kamu gak mau tahu kabar baiknya apa? dan ide apa yang muncul di kepala ganteng aku ini?" kata Divo.
Arumi sedikit berpikir dan wajahnya sedikit panik, "Kamu mabok ya? Jangan aneh-aneh kamu. Div. orang tua aku lagi ke rumah nenek!"
"Apaan sih, Umi?" Divo memutar bola matanya.
"Kamu mau merkosa aku ya? Supaya aku hamil anak kamu dan bunda ngizinin kita nikah? Istighfar, Div! cara kayak gitu gak bener, aku gak ridho! Orang tuaku juga gak bakal ridho! Astaghfirullah!" Arumi terlihat semakin panik. Ia berpindah tempat duduk menjadi di sofa single di depan Divo.
Divo menyemburkan tawanya, "Hahaha drama banget sih, Rum. Kebanyakan nonton film India sama baca Wattpad sih!" hina Divo.
"Eh, sembarangan. Gini-gini aku author amatiran di Wattpad! Followers-nya udah hampir 6000," Arumi tak terima hinaan Divo.
Divo pura-pura terkejut, "Waw... Selamet deh kalo gitu."
Arumi menaikkan pundak kanannya malas, "Jadi apa kabar baiknya? Itu muka kenapa begitu?"
"Kamu pasti kaget kalo denger ini," Divo memulai obrolannya, "Aku aja kaget banget pas denger," lanjutnya.
"Mana aku tahu bakal kaget atau engga? Kamu aja gak cerita-cerita," kata Arumi kesal.
"Ternyata nih ya, selama ini ada miskomunikasi di antara aku, orang tuaku dan Mustika, juga anggota keluargaku yang lain," lanjut Divo, "Ternyata selama ini, Mustika pacaran sama si bang Nias, udah 3 tahun malah."
Mata Arumi langsung membola, "Serius? Kok bisa? Kok kamu tetep dijodohin sama Mustika kalo ternyata dia pacaran sama bang Nias?"
"Nah itu masalahnya, bunda dan mamanya Tika gak tahu hubungan mereka, mereka laga-lagaan backstreet gitu. Aku sih gak tahu alesannya kenapa mereka milih backstreet, tapi nanti aku tanya bang Nias."
"Terus?" tanya Arumi lagi.
Divo pun menceritakan semua yang terjadi selama ini, termasuk perasaan Mustika dan sakit yang wanita itu derita. Ia tak ingin menyimpan rahasia dari Arumi, karena ia sudah berkomitmen untuk menjalani hubungan yang serius bersama Arumi.
"Terus?" Arumi mengulang pertanyaan yang sama.
"Ya gak terus-terusan, nanti malem aku mau ngobrol lagi sama bang Nias, kalo memungkinkan, besok pagi aku mau ngajak kamu ketemu bunda, sekalian aku suruh Nias bawa Tika juga," Divo sudah tak sabar ingin menyampaikan berita ini pada bundanya.
"Aku takut, Div," jujur saja, keberaniannya untuk menemui bunda Divo hilang.
"Katanya mau berjuang sama-sama, masa mau ketemu bunda doang takut. Inget deh, Rum, lusa aku udah balik ke Helsinki."
Arumi mengangguk, "Yaudah. Aku akan coba lagi," katanya mantap.
Divo tersenyum mendengar ucapan Arumi, ia salut dengan usaha Arumi, "Gitu dong! Eh Umi, ngomong-ngomong, Abi ngantuk. Bobok sini boleh? Semaleman Abi gak tidur. Nanti jam setengah 5 bangunin ya, Abi mau shalat terus pulang."
"Kamu tidur di kamar tamu aja," saran Arumi, "Eh tapi kamu udah makan?" tanya Arumi karena jam sudah menunjukkan pukul 2 siang.
"Udah tadi sama Tika sekalian ngobrol."
"Yaudah, sana tidur," usir Arumi.
Divo memonyongkan bibirnya, "Tium dumz, biar mimpi indah," ujar Divo manja.
Arumi malah menoyor kepala Divo dan kembali mengusirnya, "Iya nanti, dalem mimpimu."
"Ish gitu banget sama calon imam. Yaudah, aku tidur ya sayang," pamit Divo kemudian masuk ke kamar tamu.
"Iya," jawab Arumi singkat kemudian melanjutkan menonton film yang tadi sempat tertunda.
***
Jarum jam menunjukkan pukul setengah 4 sore saat film yang Arumi tonton akhirnya selesai, setelah itu ia bingung akan melakukan apa lagi. Pandangannya terarah ke kamar tamu. Divo tidak menutup pintunya, jadi dari ruang keluarga, Arumi dapat melihat Divo yang sedang tertidur pulas. Tanpa sadar, kakinya melangkah ke kamar tersebut, sekarang ia sudah berdiri di samping tempat tidur dan pandangannya tidak terlepas dari Divo. Dengan pelan, ia mendaratkan bokongnya di kasur agar Divo tidak terbangun. Kilas balik kejadian-kejadian yang ia dan Divo lalui berputar di otaknya. Saat pertama kali Divo menginjak buku diary ospeknya, saat Divo selalu mengajaknya menonton atau sekedar makan bersama, saat naik gunung Semeru, dan saat ia kembali bertemu Divo setelah 4 tahun berpisah.
Kemudian ingatannya kembali pada saat dimana ia mengejar-ngejar Dipta dan mengacuhkan Divo, disaat Divo mengungkapkan perasaannya berkali-kali secara implisit dan eksplisit, saat ia meninggalkan Divo di Malang demi Dipta, dan yang paling parah dan menyiksa yaitu saat Divo meninggalkannya selama 4 tahun. 4 tahun paling menyiksa selama hidup Arumi, juga 4 tahun penuh penyesalan dan pengandaian yang tak dapat direka ulang.
Tangan Arumi terulur, mengusap rambut Divo yang lumayan panjang, "Jangan balik, Div, jangan pergi lagi, aku pengen ngertiin kamu, pahamin kamu," bisik Arumi pelan. Ia tidak ingin Divo pergi secepat ini. Ia benar-benar ingin mengenal dan memahami Divo lebih dalam lagi. Jujur ia cemburu karena ternyata Mustika tahu lebih banyak daripada dirinya, tetapi rasa cinta Divo yang diberikan hanya pada Arumi membuat kepercayaan dirinya meninggi.
Divo masih tidak bergerak dan tidak ada tanda-tanda jika ia akan terbangun, sepertinya pria itu memang sangat kelelahan karena tidak tidur semalam penuh. Di sisi lain, Arumi semakin asyik mengamati wajah Divo, kekasihnya dan calon suaminya.
Arumi tidak tahan lagi, lalu ia mendekatkan mulutnya ke telinga kiri Divo, ia berbisik sepelan mungkin agar Divo tidak terbangun, "I love you, Divo Abi Darmawan, my one and only," lalu Arumi memberikan kecupan ringan di pipi kiri Divo dan ia pun langsung meninggalkan kamar Divo.
Sayangnya, Divo sama sekali tidak mendengar pengakuan cinta yang baru pertama kali Arumi ucapkan.
***
4 Desember 2017
yahh Divo gak denger pengakuan Arumi. ulang lagi gak nih biar Divo tau? wkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
The One
ChickLit-COMPLETED- Setiap orang memiliki kriteria masing-masing dalam memilih pasangan. Entah itu penampilan, perilaku, sifat, dan yang akhir-akhir ini selalu dijadikan kriteria paling utama adalah kekayaan. Bagi Arumi, tipe kekasih dan pendamping hidup i...