Keesokan harinya Divo sudah menunggu ketika Arumi pulang dari sekolah. Divo tersenyum lebar, "Hai sayang,kok pulangnya telat?" sapanya saat melihat Arumi memasuki rumah. Hari ini Arumi memang pulang lebih telat karena ia harus mengoreksi hasil UAS siswanya. Arumi adalah tipe orang yang anti membawa pekerjaan ke rumah.
"Loh, Div, ngapain kesini? Ibu mana?" Tanya Arumi heran. Ia memang tidak memiliki janji apa pun dengan pria itu.
"Tadi ibu kamu pergi, katanya mau senam sama ibu-ibu komplek. Kamu shalat dulu sana keburu waktunya abis, trus mandi dan dandan yang cantik. Aku mau ngajak kamu makan malem di rumah, ketemu orang tua aku," jawab Divo santai.
"Hah? Orang tua? Gila kamu, Div. Aku belum siap," tolak Arumi tanpa pikir panjang.
"Siap gak siap, kamu harus siap, Rum. Please," mohon Divo.
Arumi pasrah, cepat atau lambat ia memang harus bertemu dengan keluarga Divo. Apalagi pria itu sudah melamarnya, kedua keluarga pun harus segera bertemu dan melakukan pertunangan resmi, "Fine, tapi aku harus pake baju apa?" tanya Arumi polos.
"Baju apa aja asal sopan, cepet sana siap-siap, Rum," usir Divo dan Arumi pun langsung memasuki kamarnya.
Di dalam kamarnya, Arumi bingung bukan main. Belum pernah sekalipun ia bertemu dengan orang tua kekasihnya, karena setelah Dipta, Arumi tidak memiliki kekasih lain. Ah, kekasih. Membayangkan status Divo yang sekarang adalah kekasihnya, membuat dadanya bergemuruh. "Ini gak mimpi kan?" tanya Arumi pada pantulan wajahnya di kaca.
Setelah menimbang-nimbang, Arumi menjatuhkan pilihannya pada rok berwarna putih dengan motif floral yang terlihat indah, dipadukan dengan atasan berwarna navy. Riasan yang digunakannya pun sangat sederhana dengan rambut yang ia biarkan tergerai alami.
Setelah selesai shalat maghrib, Arumi keluar kamar dan mendapati Divo sedang berbincang dengan ayahnya.
"Lama banget sih, Rum. Ini Divo sampe udah pulang dari masjid, kamu masih belum keluar juga," tegur ayahnya.
"Gak apa-apa kok, Yah. Gak sia-sia dia lama dandannya, cantik," puji Divo tulus dan tanpa tahu malu.
"Yahaha sarap nih bocah, Arumi dekil gitu dibilang cantik, we-ka-we-ka-we-ka," tawa nista ayahnya bergema di ruang tamu dan Divo pun ikut tertawa.
"Iya ya, Yah? Biasanya Arumi kan kusam dan bau matahari," kali ini Divo menanggapi celotehan calon mertuanya dan mereka kembali tertawa.
Arumi menghentak-hentakkan kakinya di tempat, tidak terima dengan hinaan dua pria yang ia sayangi tersebut.
"Kalian ini, hargain lah itu si Arumi. Gitu-gitu juga dia udah berusaha, yaa walaupun maksimalnya cuma segitu doang," ibunya bersuara.
Tawa Divo dan ayah Arumi semakin menggema, sedangkan Arumi semakin kesal, "Ibu ini sebenernya mau ngebelain atau nambah hinaan sih? Bete deh Rumi."
Ibunya tertawa pelan, "Udah, udah, sana pergi. Jangan biarin orang tua Divo nunggu lama," katanya sedikit mengusir.
"Iya, bu. Divo pergi dulu ya, nanti pulangnya Arumi dianterin ojek hantu," kata Divo sambil menyalami kedua orang tua Arumi.
"Eh dasar Divo bau bangke!" teriak Arumi dan ruang tamu pun kembali dipenuhi tawa.
***
Jarum jam sudah menunjuk angka 7.30 malam saat Arumi dan Divo tiba di kediaman keluarga Arumi. Arumi sedikit terkagum, tidak menyangka kalau Divo sekaya ini. Menurutnya Divo selama ini terlihat sederhana, buktinya saja pria itu harus menabung dahulu atau mencari promo jika ingin mentraktirnya atau mengajaknya main.
KAMU SEDANG MEMBACA
The One
أدب نسائي-COMPLETED- Setiap orang memiliki kriteria masing-masing dalam memilih pasangan. Entah itu penampilan, perilaku, sifat, dan yang akhir-akhir ini selalu dijadikan kriteria paling utama adalah kekayaan. Bagi Arumi, tipe kekasih dan pendamping hidup i...