BAB 26

8K 650 25
                                    

Di bab sebelumnya banyak yang gak setuju Divo sama Mustika, wkwk. Semoga part ini menjawab kegundahan kalian yaa 😂😂

***

Sejak perbincangan dengan keluarganya, Divo merasa tidak tenang. Jam sudah menunjukkan pukul 2 dinihari, tetapi matanya masih belum mau terpejam, pikirannya masih kesana kemari. Arumi. Mustika. Dua nama yang membuatnya sakit kepala. Pria itu coba menguraikan kejadian-kejadiannya dengan Arumi, juga Mustika.

Mustika sudah mengenalnya sejak 9 tahun lalu, Arumi baru mengenalnya selama 5 tahun.

Mustika selalu menjadi pendengar pertamanya, Arumi belum pernah mendengarnya bermain musik.

Mustika tahu semua kekurangannya, Arumi hanya tau Divo versi sempurna karena pria itu selalu ingin terlihat sempurna di mata Arumi.

Mustika mencintainya, sedangkan Arumi, Divo tidak tahu perasaan apa yang Arumi miliki untuknya.

Hati Divo berdebar sangat kencang saat bersama Arumi, tetapi berdetak normal saat bersama Mustika.

Divo kembali berpikir, selama ini Arumi tidak tahu banyak tentang dirinya karena mereka baru saling mengenal selama setahun, sebelum kemudian Divo meninggalkan Arumi untuk berkuliah di Finlandia. Setahun itu pun, Divo masih harus berusaha merebut perhatian Arumi karena adanya Dipta. Tidak banyak waktu yang mereka lalui berdua untuk sekedar mengobrol dan menceritakan hal-hal penting ataupun tidak. Intinya, keduanya tidak memiliki kesempatan untuk saling mengenal.

Mengenai Mustika, Divo ingat, terakhir kali ia bermain musik di depan Mustika adalah ketika ia akan mengirimkan portofolionya ke Sibelius Academy, lebih tepatnya saat dia baru lulus SMA dan saat Mustika sedang masa pemulihan dari sakitnya. Setelah itu, Mustika tidak pernah lagi mendengar Divo bermain musik, walaupun keduanya masih sesekali berkomunikasi. Pun saat Divo berada di Finlandia, pria itu tak pernah lagi meminta Mustika menjadi pendengar pertama karyanya. Jadi bisa dipastikan, Divo tidak pernah lagi bermain musik di depan Mustika sebelum ia bertemu Arumi.

Melihat Arumi hipotermia dan hampir kehilangan nyawa di pelukannya membuat oksigen yang ada di sekitarnya seolah hilang, dadanya sangat sesak melihat tubuh Arumi yang tak berdaya dengan nafas yang hampir tidak ada. Melihat Mustika di rumah sakit, ia kalang kabut, bagaimana jika nanti tidak ada lagi yang mendengar ceritanya? Apakah itu artinya Divo membutuhkan Mustika sebagai pendengar setianya? Sedangkan ia membutuhkan Arumi sebagai semangat hidupnya?

Tentu, Divo berusaha menjadi seperti yang Arumi mau. Tetapi selain itu, ia juga ingin menjadi lelaki yang dapat melindungi wanitanya. Wanitanya? Apakah Divo benar-benar menganggap Arumi sebagai wanitanya? Lalu kenapa hanya kata 'adik' dan 'sahabat' yang selalu muncul ketika ia memikirkan Mustika? Apakah karena memang ia benar-benar tidak mencintai Mustika?

"Gila, gila, gue harus ngapain nih!" rutuk Divo yang saat ini sedang berada di studio musik milik keluarganya.

"Gue harus ketemu Mustika! Gue harus yakin dengan perasaan gue ke dia! Ya Allah, gue cinta sama Arumi kan?" katanya ragu.

"Iya, kayaknya emang gue cinta sama Arumi. Loh kok kayaknya? Bener dong gue cinta dia. Aaargh ribet bung!" cerocos Divo lagi.

Divo kemudia mengambil ponselnya dan mengetikkan sebuah pesan untuk Mustika,

Divodar: Tik, besok ketemu abang ya di Cafe Windsor jam 12.

Ya, Divo harus menghadapi Mustika dan meminta penjelasan serinci-rincinya dari wanita itu.

***

Keesokan harinya, Divo bertemu dengan Mustika di cafe yang sudah ia tentukan. Divo memilih jam makan siang, karena sore ini, Divo sudah memiliki janji dengan Arumi.

The OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang