BAB 18

9.6K 702 71
                                    

"Dipta, kamu gila!" Arumi spontan berteriak, "Kamu kira aku mainan?!"

"Maaf, Rum. Aku ga punya pilihan," Dipta semakin pasrah.

"Tapi enggak gini caranya! Kamu sama aja mainin aku!" Arumi masih tetap dengan pendiriannya.

"Rum, aku mohon kamu ngerti. Ini sulit banget bagi aku. Stok golongan darah A- disini sedikit karena golongan darah itu langka,"

"Ya terus hubungannya sama aku apa!!!!!" Bentak Arumi.

"Rum," ucap Dipta sedih, "Anak kami, dia mengidap thalasemia alfa mayor."

Arumi tidak menjawab, ia tidak terlalu paham apa itu thalasemia.

"Rum, bayi kami butuh pertolongan kamu," ucap Dipta lemas, "Please, Rum. Juwita butuh transfusi darah, bayi kami mengalami anemia parah, aku takut sesuatu yang buruk terjadi pada Juwita dan bayi kami, aku gak mau kehilangan salah satu dari mereka"

"Udah tahu beresiko, ngapain Juwita pengen punya anak, maksa banget. orang lain yang gak punya salah apa-apa malah jadi korban keegoisan dia dan suaminya," Arumi berbicara pada dirinya sendiri.

"Rum, nanti kamu tau gimana rasanya mendambakan seorang anak," jawab Dipta yang sedikit emosi saat mendengar jawaban Arumi.

"Aku sih normal, Dip. gak usah ngorbanin orang lain pun aku bisa hamil dan tetep sehat," Arumi tidak mau kalah.

"Hati-hati sama ucapan kamu, Rum. Kamu perempuan dan siapa tahu omongan kamu berbalik sama diri kamu sendiri," Dipta berusaha menahan amarahnya. Pasalnya, jika Dipta marah, Arumi akan semakin terpancing dan ia khawatir jika Arumi tidak bersedia memberikan darahnya.

Saat ini, Dipta memang merasa sudah melakukan sesuatu yang sangat salah. Ia menggunakan Arumi sebagai antisipasi jika kejadian buruk terjadi. Dipta sebenarnya sudah melarang Juwita untuk memiliki anak, karena baginya, hidup berdua dengan Juwita pun sudah membuatnya bahagia. Alasan lain, Dipta tidak ingin terjadi apa-apa terhadap Juwita karena ia sangat mencintai wanita itu. Tetapi suatu malam, ia terbangun dari tidurnya saat mendengar isakan perih isterinya di ruang televisi, setiap suara yang dikeluarkannya menyiratkan kesedihan yang mendalam. Dipta segera menghampiri isterinya dan mengerti apa yang membuat Juwita meratap sedih, isterinya itu sedang menonton video di YouTube. Video blog itu menceritakan perjalanan seorang perempuan sejak dinyatakan hamil sampai melahirkan. Juwita sangat ingin hamil dan memiliki anak, Dipta tahu itu dan ia pun menginginkan seorang anak. Tetapi baginya, Juwita adalah segalanya, Dipta pikir ia bisa mengadopsi seorang anak jika bisa. Tetapi Juwita tetap bersikeras untuk mengandung dan melahirkan anaknya.

Juwita adalah 'pembawa' kelainan genetik thalasemia dan resiko terbesarnya adalah anak mereka akan mengalami thalasemia. Ternyata kekhawatiran Dipta pun terjadi, anak yang dikandung oleh Juwita tertular penyakit tersebut dan harus rutin menjalani transfusi darah. Dipta menemukan ide 'licik'nya saat Arumi memberitahukan golongan darahnya. Dipta yakin, itu adalah jawaban dari Tuhan atas segala doanya. Ia tahu jika memacari Arumi sama saja dengan mengkhianati Juwita, tapi Dipta tidak memiliki pilihan lain.

Setelah itu Dipta dan Juwita memulai program kehamilan dan 3 bulan kemudian, Juwita dinyatakan positif hamil. Juwita sangat bahagia, hingga tiba saatnya dokter memberitahukan bahwa anaknya membutuhkan transfusi darah secara rutin, janin tersebut juga mengalami kelainan jantung. Oleh karena itulah ia mengajak Arumi untuk mendonorkan darahnya rutin setiap 75 hari. "Rutin donor darah itu bisa bikin tubuh kamu sehat, Rum," jawab Dipta saat Arumi bertanya mengapa ia selalu mengajak Arumi donor darah.

Kini kandungan Juwita berusia 7 bulan, tetapi beberapa hari yang lalu, ia tiba-tiba pingsan dan setelah diperiksa oleh dokter kandungan ternyata janinnya sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja dan harus segera ditransfusi darah.

The OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang