BAB 17

8.7K 671 34
                                    

Banyak yang marah-marah di bab 16, hihihi. Masih pada marah ga yaa setelah baca bab ini?

Happy reading!

***

*Flashback*

Seorang anak lelaki berusia 7 tahun menangis di balik pintu kamarnya, teriakan 2 orang dewasa yang saling bersahutan membuatnya takut, ditambah lagi hari sudah larut malam dan lampu kamarnya sudah dimatikan, digantikan cahaya lampu tidur yang remang. Bocah itu semakin tersedu saat didengarnya suara benda yang pecah. Ia menutup telinganya rapat-rapat dengan kedua tangannya dan menyembunyikan wajahnya dikedua lututnya, tubuhnya bergetar hebat tapi tidak ada satupun yang menenangkannya.

"Wanita murahan kamu! Matre! Kamu kira kamu cantik, hah? Lebih baik kamu urus anak-anakmu daripada sibuk ngisi ranjang pria-pria lain!"

"Percuma ngurus anak-anak tapi gak dapet apa-apa!"

"Itu tanggung jawab kamu sebagai ibu! Gak ada satupun ibu di dunia ini yang digaji buat ngurus anak, tolol!"

"Seenggaknya hujani aku dengan barang-barang yang aku mau!"

"Kamu kira aku ladang uang, hah? Perusahaan lagi kacau gara-gara uangnya dibawa kabur sama sekretaris sialan itu! Sebelum-sebelumnya aku udah menuhin apa yang kamu mau!"

"Tapi itu kurang, aku mau barang-barang bermerk terbaru! Temen-temen sosialitaku sering nyindir aku gara-gara aku gak punya barang baru sebanyak mereka!"

"Ya Tuhan, liat anak kamu! Mereka gak keurus sama sekali dan kamu masih lebih mentingin gengsi kamu? Gila kamu, Yus!"

"Kamu yang gila, mas. Mana janji kamu sebelum nikah yang katanya bakal nurutin apapun yang mau aku? Pembohong kamu!"

"MANA JANJI KAMU YANG BAKAL SELALU NEMENIN AKU BAHKAN DISAAT SUSAH SEKALIPUN?" teriakan seorang pria dewasa itu menggema ke seluruh ruang tengah yang luas.

"MISKIN KAMU! CERAIKAN AKU SEKARANG JUGA, DASAR PRIA MISKIN!" suara seorang wanita dewasa tak kalah tingginya.

"Dengan senang hati!" Pria itu menanggapi. Setelah itu, tak ada suara apapun yang terdengar, tetapi bocah lelaki yang bersembunyi di kamarnya masih menangis sesegukan.

Tak lama, seorang anak perempuan yang berusia lebih tua dari anak lelaki itu datang melalui connecting door di antara kamar mereka. Ia memeluk adiknya yang menangis ketakutan, "Dek, kakak disini, jangan nangis," ucap anak itu sedih. Ia terlihat berusaha tegar, walaupun matanya pun merah karena habis menangis.

Suara pintu yang dibanting mengejutkan keduanya, tapi sang kakak berusaha menenangkan adiknya dengan mengelus punggung kecilnya.

"Mama.. papa.." kata anak lelaki itu.

"Iya sayang, tapi ada kakak disini. Kamu jangan nangis ya, ayo tidur lagi, kakak temani kamu malam ini," bujuknya sambil mengusap-usap kepala adiknya.

Bocah lelaki itu menggeleng, "Gak mau kak, aku takut," katanya sambil mengeratkan pelukannya.

"Ada kakak disini, malam ini kakak tidur sama kamu, kamu gak usah takut ya. Ayo tidur, besok kita harus sekolah," ucap gadis kecil itu sambil menghapus air mata adiknya.

Setelah mendapatkan anggukan, ia mengajak adiknya ke tempat tidur. Menyelimutinya dan menemaninya sampai tidur, sebelum ia juga tertidur, ia membisikkan sesuatu di telinga adiknya, "Kakak sayang banget sama kamu, kamu adalah sesuatu yang paling berharga buat kakak," dan kebetulan, walaupun dalam tidurnya, bocah lelaki itu dapat mendengar dengan jelas apa yang kakaknya ucapkan.

The OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang