5. Salah Paham

138 49 30
                                    

"Sayang..." panggil seseorang dari luar kamarku. Ya, aku baru saja selesai mandi sore untuk membersihkan diri dari segala aktivitas yang membuat badanku sedikit lengket-lengket.

Aku tau suara siapa ini.
" iya... sebentar"

Aku keluar kamar dan tebakan ku benar. Satu-satunya keluarga yaitu Om Defri yang memanggilku dengan panggilan "Sayang".

"Jalan-jalan yuk Vio!"

"Lah tumben ngajakin aku? Kemana ceweknya?"

"Bulan Ramadhan, jadi skip dulu"

"Ow bisa gitu ya, oke. Cuss!"

Akhirnya sore ini aku mendapatkan teman jalan-jalan, atau yang biasa di sebut dengan ngabuburit sambil nunggu datangnya magrib. Aku dan Om ku yang umurnya hanya lebih tua 3 tahun dariku ini membuat kita tampak sepantaran. Oh iya, Dia baru saja tiba dari kota. Dan ini mungkin salah satu keluarga yang sulit ditemukan karena dia seorang perantau sukses. Dia sangat tampan tapi tentunya Dia haram bagiku.

Kita berencana akan menggelilingi kota, menyenangkan sekali tentunya. Terlebih jalan-jalan seperti ini akan membuat adzan magrib berkumandang cepat tanpa terasa harus menunggu.

Di tengah perjalanan

" Om Stop!" Jeritku

Sssseerttt... rem mendadak seketika

"Apaan sih Sayang?:

"Ih hati-hati dong Om!" Sebalku.

"Loh kamu ini loh aneh-aneh. Kamu yang minta berhentinya mendadak banget, ya Om takut ada apa-apa ya Om spontan ngerem dong"

Posisi beberapa saat lalu aku seperti memeluknya dari belakang pastinyanya. Karena rem mendadak mendorong tubuhku jatuh kedepan.

"Iya sih, yaudahlah pulang aja yuk. Bahaya ginimah."

"Emang tadi Kamu minta berhenti kenapa?"

Sebenarnya aku minta berhenti itu karena Kita sudah nyaris berada di Depan rumah Evan. Hanya beberapa meter lagi. Maksudku, Aku ingin melihatnya dari sini. Karena jika aku berhenti dirumahnya, yang ada aku pasti di minta buka di rumahnya
Cuma aku malas menjelaskannya.

"Kayaknya udah mau adzan" jawabku simple.
Akhirnya aku pun terpaksa langsung pulang karena keadaan. Padahal awalnya niatku berkeliling kota adalah untuk berhenti dan bisa modus mampir ke rumahnya Evan biar bisa ketemu Ibunya Evan atau sekedar melihat dari luar rumah Evan bagaimana keadaan rumahnya. Karena bagi seseorang yang sedang merasakan cinta, apapun yang dia liat tentang orang yang dia cintai selagi dia melihat orang yang dia cinta baik-baik saja. Pasti dia pun merasa tenang dan senang. Eh malah pake acara terjadi insiden yang kurang enak. Daripada kenapa-kenapa kan mending pulanh cari aman. Mungkin tadi Om ku hilang kendali karena belum makan dari pagi. Wajarlah ya kan lagi puasa.

Sebenarnya sebelum pulang Aku pengen bilang sama Evan kalau aku ada di dekat rumahnya. Ya biar gimanapun seenggaknya aku liat Evanlah sebentar. Karena dari rumah nenekku ke sini pun cukup memakan waktu, kan sayang kalau sia-sia. Tapi, yang lebih disayangkan aku gak bawa hape, jadi gak bisa ngehubungi Evan kalau aku sempet berhenti di dekat rumahnya Tadi.

Sampai dirumah aku sudah menduga bahwa akan banyak sms atau bahkan panggilan tak terjawab dari Evan. Karena HP yang ku tinggal kurang lebih 2 jam. Terlebih ketika aku tidak membalasnya. Pernah sekali aku mandi namun langsung mandi tanpa memberitahunya, karena kan ya buat apa juga bilang kalau masalah mandi doang mah. Eh tau-tau sudah ada 10 pesan masuk ke HP-ku. Apalagi sekarang. Padahal waktu aku mandi itu gak lebih dari 15 menit.

" kamu dimana sih sayang"
" hey kemana aja ?"
" balas dong"
" kamu marah ya? Emang aku ada salah apa?"
" apa kamu sakit?"

Beberapa ekspetasiku melambung. Ya seperti itu biasanya sms - sms Evan yang masuk ke HP-ku jika aku telat membalas smsnya atau tidak ada kabar. Di tambah 5 panggilan tak terjawab.

Ya biasanya seperti itu.
Cek HP ->
" Loh kok kosong? Gak ada sms satupun dari Evan?" Batinku.

Ya sudah aku biarkan saja, mungkin dia juga sama sepertiku sedang ngabuburit atau mungkin pulsanya habis. Aku coba berpositif thingking.

- - -

Tapi sekarang sudah malam. Bahkan tengah malam. Mengapa belum juga ada kabar. Apa mungkin dia kecapekan dan kebablasah tidur. Mungkin besok dia akan mengabari ku. Aku masih mencoba posthing dan akhirnya aku memutuskan untuk tidur.

"Hoaaaaaaaaammm" aku terbangun dari tidurku. HP mana HP? Alat komunikasi canggih ini memang selalu ku cari terlebih dahulu jika terbangun.
Waktu sudah menunjukkan pukul 7 pagi. Cek and ricek....
Taraaa...
"Hah? Loh? Duh? Kok masih kosong juga. Gak seperti biasanya.
Biasanya jam segitu aku udah dapat sms berucapkan selamat pagi atau sekedar kata-kata manis yang bisa membangkitkan semangat di pagi hari. Tapi saat ini Evan belum juga sms aku. Terus berkelanjutan sampai keesokan harinya hingga lusa. Kemana dia? Timbul pertanyaan dalam hatiku.

Aku menunggu tidak semata-mata hanya menunggu saja. Tapi aku juga berusaha mengiriminya pesan. Bahkan sejak kemaren lusa sampai sekarang di hari ke 5 tidak pernah ada balasan. Aku benar-benar tidak suka bahkan sangat bosa dan muak untuk terus-terus menunggu seperti ini.

Lebih tepatnya DIGANTUNGKAN!

Aku tidak mengerti apa yang salah dan siapa yang salah. Hingga muncul pikirab burukku.

Mungkin ini adalah taktik untuk kita putus. Dab dengan seperti ini sudah tentu aku akan memutuskannya.

Akhirnya aku mengiriminya sms permintaan putus. Namun dia tetap tidak membalasnya. Aku memutuskan untuk putus sepihak. Sakit memang sakit yang ku rasa. Semua terjadi berulang-ulang. Permainan apa lagi ini.

Bagaimana mungkin aku tak bisa memaknai segumpal darah yang disebut hati itu
Sungguh aku tak bisa membaca
Sungguh aku gak bisa mendengar kata hatimu
Yang serasa telah remuk beberapa bagian menjadi berkeping-keping
Hingga melebur membaur menjadi luka yang teramat dalam
Sehingga ingin rasanya ku lambungkan seluruh kaca di dunua
Yang jatuh kembali akibat gaya gravitasi bumi dan terhempas
Agar semua orang bisa melihat seperti apa hatiku saat ini
Dengan keadaan kaca yang sungguh menggambarkan segumpal darah ibi
Pecah belah antah berantah yang membuayku tak ingin lagi rasanya berkaca dan jatuh cinta
Karena semuanya sudah hancur

Kutuliskan semua rasa ku dalam setiap bait kata yang mungkin bermakna bagi yang merasakannya. Dan ku lemparkan HP-Ku ke atas kasur. Namun beberapa menit kemudian HP-Ku bergetar.

Sebuah pesan singkat telah masuk.

" ketika ketulusan di balas penghianatan dan di akhiri tanpa penjelasan. Memang sudah layaknya tidak di pertahankan lagi" pengirim Evan.

" di akhir tanpa penjelasan? Apa yang sedang kamu bicarakan? Tidak sadarkah kamu yang menghilang tanpa sebab" balasku tidak kalah kecewa.

" bukan tanpa sebab, tapi memang kamu tidak pernah menyadari telah bermain di belakangku disaat aku terfokuskan hanya padamu dan aku hanya ingin mencoba menebus kesalahan ku di masa lalu" balasnya.

Aku semakin bingung dibuatnya, apa yang sebenarnya terjadi. Aku sama sekali tidak mengerti permasalahannya. Dan saat ini seakan-akan aku yang menjadi tersangka tuduhannya. Tapi aku tidak merasa melakukan kesalahan.

Aku yang merasa ingin tahu lebih jelas pun menelponnya.
Dan tanpa salam aku langsung berkata :

" berhenti menyalahkan orang yang tidak bersalah, untuk menutupi kesalahanmu!" Bentakku.
" tidak merasa bersalahkah kamu? Ketika kamu masih menjadi kekasihku. Tapi kamu berpelukan dengan orang lain. Bahkan bermesra-mesraan sayang-sayangan, di depan mataku. Parahnya lagi di depan rumahku. Tertawa segembira itu, apa kamu tidak pernah berpikir bahwa hatiku terluka? Apa kamu tidak pernah berpikir aku akan cemburu? Dan kamu juga tidak tai betapa kebingungannya aku hendak mengisi pulsa untuk menghubungimu tapi semua toko tutup karena waktu akan segera menunjukan waktunya berbuka puasa. Pernah terpikirkan olehmu semua itu?"

Aku terdiam.

"Mengapa diam?"

"Itu..."

"Sudahlah! Aku tak ingin mendengar penjelasan yang sudah jelas"

Tut...tut...tut.. telepon terputus

Aku masih terdiam.
Jujur saja ketika aku menjawab "Itu" pun aku masih memikirkan apa sebenarnya yang telah dia lihat. Sehingga semuanya menjadi seperti ini.
Sampai akhirnya aku flashback ke beberapa waktu lagi disaat..

Tunggu... sepertinya...

Haru Ungu Cinta ViolaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang