1 - Pertemuan Pertama

15.4K 723 26
                                    

Angin menghembus begitu kencang, menimbulkan dedaunan yang awalnya diam menjadi bergoyang. Hawa dingin menyeruak masuk ke dalam seluruh tubuh Alysa. Perawan tua itu kini hanya mengenakan kaos lengan pendek dan celana jeans hitam panjang. Alysa tidak peduli tubuhnya dingin mengigil. Dia tidak peduli, sekalipun dirinya sakit.

Diam termenung, duduk di depan warung kopi dekat lapangan basket selama berjam-jam. Itulah yang Alysa lakukan. Dari mulai jam sepuluh dia datang ke lapangan, sampai saat ini sudah memasuki malam, tepatnya pukul tujuh. Dia sama sekali belum memiliki niatan untuk pulang, apalagi memikirkan mandi. Bahkan dia lupa atas kewajiban membersihkan tubuhnya. Selama itu pula, Alysa sudah menghabiskan lima gelas kopi ABCD di warung milik orang Tegal itu. Pemiliknya bernama Mas Nur, seorang lelaki paruh baya, duda, memiliki tiga anak, asli orang Tegal dan merantau di Jakarta bekerja sebagai penjual kopi dekat lapangan basket.

Warung bernamakan Waroeng Mas Nur itu sudah menjadi langganan untuk tempat hutang menghutang bagi seorang Alysa. Bisa di hitung hutangnya, mungkin ada lima ratus ribu. Itupun selama satu bulan dan belum lagi hari ini. Hari ini adalah hari tersial untuk Mas Nur, karena Alysa duduk berjam-jam di warungnya tidak luput dari hutang kopi. Kedatangan Alysa ke warungnya, seperti bagai bencana tanpa bisa cegah.

Sambil menopang kepala dengan tangan kanan, bola mata Alysa melirik Mas Nur yang duduk di sebelahnya, sedang bermain ponsel. Walaupun sudah berumur, Mas Nur ini sangat kekinian. Merk ponselnya tidak kalah dengan anak bujang masa kini. Bahkan beliau memiliki akun Facebook dan Instagram, untuk mempromosikan warung kopinya. Tidak sampai disitu juga, Mas Nur juga memiliki followers banyak. Ada juga para janda-janda yang sering nge-DM akun Instagramnya. Dan semua itu membuat Alysa merasa ngeri dan ngilu secara bersamaan pada Mas Nur. Alysa menggeleng-gelengkan kepala ketika Mas Nur tersenyum pada layar ponsel. Dengan setengah kesal, mulutnya memanggil lelaki tua bergaya hits itu, “Mas Nur!” nada suaranya terdengar ketus.

Sontak Mas Nur mengalihkan pandangan dari ponsel ke Alysa. Mengerutkan dahi memandang Alysa, “Kenapa? Kamu mau pulang, pulang saja sana. Belum mandi juga kan kamu.” jawabnya, enteng. Lantas kembali fokus pada layar ponsel.

Tingkat kekesalan Alysa menjadi lebih tinggi dua kali lipat. Dia mendengus kencang sambil menggesek-gesekkan alas kakinya diatas pasir. Tanggapan Mas Nur yang acuh membuat fikirannya malah lebih berkecamuk. Padahal baru saja dia hendak curhat pada Mas Nur tentang perjodohannya dengan Retno si kutu buku anak komplek sebelah itu. Namun respons Mas Nur malah acuh tak acuh. “Mas Nur, saya mau curhat ini!” ketusnya, memandang Mas Nur penuh kekesalan tingkat dewa.

Yo wes tinggal curhat. Saya dengarkan sambil bales pesan-pesan dari fans.” balas Mas Nur dengan songongnya. Wajah sudah songong, kelakuan juga songong.

Sebelum akhirnya mengungkapkan kegundahan hatinya kepada orang yang tidak tepat untuk diajak curhat, Alysa lebih dulu menghela nafas. “Saya mau di jodohin sama Retno!” ungkapnya dengan cepat tanpa koma.

“Bagus dong. Retno kan mapan. Punya pekerjaan, punya rumah sendiri dan mobil. Katanya juga dia lagi cari calon istri, soalnya kan umurnya udah tiga puluhan,” cerocos Mas Nur, tanpa repot menoleh pada Alysa.

Mulut Alysa dibuat melongo mendengar jawaban enteng dari Mas Nur. Memang sih, ada benarnya juga. Retno itu mapan. Punya pekerjaan yang tidak perlu di ragukan lagi gajinya, punya mobil dan hebatnya lagi sudah punya rumah sendiri. Tapi yang membuat Alysa sangat-sangat tidak sudi menikah dengan Retno adalah karena penampilan Retno itu sangatlah culun. Tidak pantas sekali jika di sangdingkan dengannya yang malah berbanding balik dari penampilan wanita pada umumnya.

Membayangkan itu membuat bulu kuduk Alysa sontak meremang. Duduk berdampingan dengan Retno di hadapan sang penghulu. Si Retno mengucapkan ijab qabul yang di tuntun oleh sang penghulu. Tanpa sadar kepala Alysa tergeleng tiga kali. Dia segera menghilangkan fikiran mengerikan itu dan beralih fokus pada lawan bicaranya saat ini. “Tapi Mas Nur... Retno itu cupu! Saya nggak mau nikah sama orang yang kuper, alias kurang pergaulan. Saya maunya sama Kaka vokalis Slank. Dia ganteng, tatonya macho! Nggak kayak Retno, klemar-klemer tiap hari pake kacamata!”

Marriage Absurd (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang