Pernikahan diadakan pada minggu depan. Dan sesuai kemauan mempelai wanita, penikahan mereka pun tidak mengadakan pesta. Hanya akan ada resepsi satu saja yaitu ijab qabul lalu setelah itu resmi. Tidak ada pula rias-riasan, karena Alysa jelas tidak mau wajahnya di rias. Sekalipun dirias yang pasti kepalanya akan di beri konde, itu akan menyulitkan periasnya. Jadilah nanti bagian memberi tampilan make-up pada wajah Alysa saat akan ijab qabul adalah Elda sendiri. Beliau lebih tahu kemauan anaknya.
Biarpun tidak mengadakan adat-adat seperti adat betawi pada umumnya, pengantin juga harus di pingit. Mereka tidak boleh bertemu selama hari H telah tiba. Namun, siapa pula yang mau bertemu dengan Retno? Wajah cupu itu. Alysa tertawa dalam hati ketika Ibu dan Ayahnya memberitahu jika ia tidak boleh ketemuan dulu dengan Retno.
Alysa berbalik badan dan melangkah masuk ke dalam rumah. Baru saja Retno dan calon mertua berkunjung ke rumahnya untuk menanyakan tanggal nikah. Setelah mobil Retno sudah keluar dari pekarangan rumah, Elda dan Satrio melangkah menyusul anaknya masuk ke dalam rumah. Mencari-cari keberadaan Alysa yang ternyata sedang duduk asik di kursi meja makan sambil menikmati brownies pemberian dari Mamanya Retno barusan.
Satrio dan Elda duduk dihadapan anaknya. "Masih ingat kan apa yang Ayah bilang tadi?" tanya Satrio.
Sontak Alysa menghentikan makannya dan mendongak. Dia dibuat keselek melihat wajah berseri-seri kedua orangtuanya. Sebegitu bahagianyakah mereka? Padahal baru tanya tanggal nikah. Apalagi jika sudah masuk ke hari H. "Apa?" tanya Alysa, setelah tadi dia berhasil menghilangkan rasa seratnya akibat keselek gumpalan brownies.
"Jangan ketemuan dulu sama Retno! Mengerti?"
Lagi-lagi diingatkan. Padahal tadi sudah. Alysa hanya bisa menghela nafas sambil mengangguk malas. Dia beranjak dari kursi, tangannya mengambil kotak brownies lantas pergi tanpa pamit meninggalkan kedua orangtuanya.
Tiba di kamar, Alysa mengambil duduk di lantai yang dihadapannya sudah ada layar televisi, sudah menyala sejak sebelum Retno berkunjung ke rumahnya. Alysa diam memandang layar televisi sambil tangannya tidak henti menyuapkan brownies pemberian dari calon mertua. Ah, calon mertua. Rasanya canggung sekali untuk menyebutkan pangkat itu. Apalagi calon suami. Geli sendiri jika harus mengatakan itu.
Dalam diam, Alysa terus memikirkan nasibnya. Sebentar lagi, atau tepatnya seminggu lagi statusnya akan berganti menjadi seorang istri dari Retno. Alysa masih saja tidak menyangka bahwa takdirnya akan semengenaskan ini. Menikah dengan Retno, bahkan lebih dari mengenaskan, melainkan kutukan. Dulu saja dia benci sekali pada Retno karena laki-laki cupu yang kebetulan memiliki IQ tinggi itu seorang anggota OSIS sewaktu SMA. Alysa jelas sangat benci pada anak OSIS. Baginya, mereka itu sok tahu. Sok berpenguasa di sekolah. Padahal pangkatnya masih sama yaitu sama-sama murid.
Lama terdiam dengan fikiran berkecamuk membuat matanya tiba-tib mengabur dan mulutpun tidak bisa di cegat lagi untuk tidak menguap. Rasa kantuk masuk begitu saja. Hingga brownies di tangan kanannya yang tinggal sesuap lagi terjatuh bersamaan dengan matanya yang mulai terpejam. Padahal ini masih pukul sembilan malam. Bukan Alysa sekali jika jam segini sudah tidur. Tapi mungkin kali ini dia lelah. Lelah meratapi nasibnya yang semakin kesini malah semakin jelek saja.
***
"YA ALLAH... ANAK PERAWAN JAM DELAPAN MASIH TIDUR TERKAPAR DI KAMAR! ALYSA, BANGUN!"
Teriak Elda, ketika beliau masuk ke kamar Alysa dan matanya langsung di suguhi dengan pandangan menjijikan. anak gadisnya yang beliau sayang dan cintai itu jam delapan pagi seperti ini masih tertidur. Masih mending tidurnya diatas kasur. Ini di lantai. Dan lagi, yang membuat Elda semakin marah adalah ketika mendapati beberapa brownies berceceran diatas lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Absurd (Tamat)
أدب نسائيIni hanya tentang sebuah rumah tangga yang di bangun secara dadakan, macam tahu bulat dan di jalani secara terpaksa, macam cintanya Siti Nurbaya.