Jam menunjukkan pukul tujuh malam. Alysa buru-buru menyelesaikan acara merias wajahnya. Setelah menyelesaikan melukis alisnya, Alysa menyambar tas selempang lantas keluar dari kamar.
Ketika pintu kamarnya telah dibuka, pintu kamar sebelahnya juga terbuka. Alysa dan Retno keluar kamar masing-masing secara bersamaan. Keduanya saling bertatapan, memandang keseluruhan masing-masing. Hingga akhirnya mulut Retno duluan yang melontarkan pertanyaan, “Kamu mau kemana?”
“Bukan urusan lo!” balas Alysa ketus.
“Ikut ke pesta pernikahan temanku, yuk?” tawar Retno.
Tangan kanan Alysa terkibas, “Nggak ah. Gue mau ada urusan sendiri. Lagian, teman-teman lo juga taunya lo masih jomblo. Udah, kesana sendiri aja. Kalo nggak, ajak aja tuh si Fania-Fania temen lo itu.”
“Memangnya kamu mau kemana?” tanya Retno lagi. Karena jujur saja, ia penasaran dengan tujuan Alysa. Tidak biasanya wanita setengah laki itu mengenakan gaun panjang tanpa lengan, walaupun warnanya masih hitam tapi itu adalah kemajuan. Segala pake heels, merias diri pula!
“Dibilang bukan urusan lo juga! Sini, gue pinjem mobil lo!” tangan Alysa menengadah pada lelaki di depannya yang kini mengenakan pakaian tuxedo hitam.
Sontak saja Retno menggelengkan kepala. “Nggak. Mobilnya mau aku pake. Kamu pake motor aja.” katanya lantas pergi meninggalkan Alysa begitu saja.
“Weh pe'a! Gue pake pakaian gini disuruh naik motor! Lo mikir dong...!” teriak Alysa.
Mau tidak mau Alysa kembali masuk ke kamar, mengambil jaket denim, helm serta kunci motor. Sambil mengenakan jaket, kakinya menuruni anak tangga. Alysa terpaksa pergi ke resepsi pernikahannya Nunung menggunakan motor. Niatnya dari awal untuk menampangkan kecantikannya kepada orang-orang sirna sudah. Karena pasti setelah sampai disana, rambut catoknya akan amburadul.
Tiga puluh menit menembus jalanan raya, kini Alysa melangkahkan kakinya masuk ke gedung resepsi pernikahan Nunung, tentunya setelah melepas jaket dan helmya lebih dulu. Dengan susah payah Alysa menyeimbangkan langkah kakinya yang memang susah untuk diaja kerja sama. Pasalnya ini adalah kali kedua Alysa mengenakan heels, setelah beberapa Bulan lalu ia pake saat pernikahannya sendiri untuk menyambut tamu keluarga Retno.
Ternyata acaranya sudah dimulai. Mata Alysa menyapu keseluruh gedung hotel. Melihat pada tamu undangan sedang mengantri untuk bersalaman, memberi ucapan selamat pada Nunung dan Rangga, si calon mempelai laki-laki. Terlihat disana ada Risma yang berdiri di sebelah Nunung, satu persatu menjabat tangan para tamu. Harusnya ia juga ada disana, mengenakan seragam serupa dengan Risma.
Setelah antrian sudah cukup senggang, kini giliran Alysa mengantri di belakang tiga orang.
“Eh, ngapain lo?” Risma terbelalak kaget ketika melihat Alysa mengulurkan tangan untuk bersalaman dengannya.
“Salaman lah!” ketus Alysa.
“Nggak usah! Sini lo berdiri sebelah gue.” tangan Risma menyeret kuat lengan Alysa.
Namun Alysa sekuat mungkin memberontak sampai akhirnya Risma kalah, “Gue mau jadi tamu aja.” katanya, mengambil tangan Risma untuk bersalaman lantas beralih ke Nunung yang kini menatapnya horror. “Kenapa lo? Nggak suka gue dateng?”
Kepala Nunung menggeleng. Ia menghela nafas dalam-dalam agar emosinya tidak meledak. “Nggak.”
Sebenarnya Nunung ingin sekali menanyakan dengan siapa Alysa datang ke acaranya. Tapi ia urungkan. Karena takut-takut nanti mood Alysa jadi buruk.
“Yaudah, selamat ya. Semoga langgeng, cepet dapet momongan.” ucap Alysa ketika menjabat tangan Nunung. Setelah itu bergantian ke tangan mempelai Lelaki, “Selamat ya, Rangga.” dan seterusnya Alysa melangkah pergi dari atas pelaminan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Absurd (Tamat)
ChickLitIni hanya tentang sebuah rumah tangga yang di bangun secara dadakan, macam tahu bulat dan di jalani secara terpaksa, macam cintanya Siti Nurbaya.