Semakin kesini ternyata waktu kian semakin dekat. Sepertinya baru kemarin-kemarin Alysa menikah, namun rupanya hari ini adalah tepat satu bulannya ia menikah dengan Retno.
Selama satu Bulan itu, keduanya masih sama-sama tidak ingin saling mengenal atau sekedar memperbaiki hubungan. Yah, mungkin Retno sih mau, tapi pasti Alysa tidak akan mau. Pekerjaan Alysa setiap hari selalu marah-marah dan menyuruh Retno untuk ini-itu. Retno yang penyabar pun hanya iya-iya saja di perlakukan macam kacung. Tapi ada satu perintah yang akan Retno bantah, yaitu jika Alysa menyuruhnya memasak nasi. Retno tidak pernah menuruti. Dia takut nasi.
Membuat Alysa jadi jarang makan nasi dan hanya makan lauk saja. Mungkin jika sangat ingin makan nasi, ia akan makan diluar.
Seperti pagi ini. Masih Subuh tapi perut Alysa melilit ingin makan. Akhirnya ia ke dapur dan sesampainya disana tidak menemukan apa-apa. Alysa membanting tudung saji. Duduk setengah mengantuk di kursi meja makan sambil menunggu sarapannya tersaji, satu jam setengah lagi.
Tiba-tiba pintu kamar mandi dekat dapur terbuka. Retno keluar dari sana hanya dengan handuk di lilitkan pada pinggang dan kacamata yang bertengger di atas hidung.
Alysa tersentak dan langsung bangun. Ia mengucek mata memandang seseorang di depannya yang hanya di batasi oleh meja makan. Benarkah itu Retno? Retno Rock and Nerd? Sekali lagi Alysa mengucek kedua matanya agar pandangannya bisa lebih jelas, siapa tahu ia salah lihat gara-gara ada belek di di matanya.
Dan rupanya dia benar-benar Retno. Tapi... Sejak kapan seorang Retno Dewantoro yang terkenal cupu, kutu buku, tidak pernah bergaul itu memiliki tatto? Bahkan tattonya tidak tanggung-tanggung. Ada yang di dada, bergambar wajah seorang wanita dan di lengan kiri terdapat tatto tulisan, nama panjang Bundanya Retno sendiri.
“Ka-kamu sudah bangun?” tanya Retno.
Alysa segera bangun dari rasa terpesonanya terhadap tatto-tatto di tubuh Retno. Ah, walaupun Retno punya tatto pun, lelaki itu masih tetap terlihat cupu. Tidak ada keren-kerennya sama sekali. Tidak seperti Kaka Slank yang tattonya semakin banyak maka tingkat ketampanan dan kekerenannya akan semakin bertambah.
“Lo... Lo punya tatto?” bukannya menjawab pertanyaan Retno, Alysa malah bertanya.
Sontak kedua tangan Retno menutupi dada yang terdapat pahatan tattonya. Gayanya sudah macam anak perawan yang tertawan bugil saja.
Bola mata Alysa melotot melihat respon Retno berlebihan. “Heh! Lo bukan perawan! Pinggirin tangan lo, gue mau lihat tatto lo!” bentak Alysa seraya melangkah mendekati Retno.
Alysa menarik lengan Retno agar bisa berdiri berhadapan dengannya. Ia menatap kagum pada pahatan tatto di dada Retno. “Ini siapa, No?” tanyanya dengan nada suara lembut. Berubah 180° dari yang beberapa detik lalu.
“Bu-Bundaku.” jawab Retno.
“Sejak kapan lo punya tatto?” tanya Alysa penuh kepo. Dia memandangi lagi tubuh Retno.
Membuat Retno yang di pandang intens seperti itu mulai dilanda risih. “U-udah lama,” jawabnya, ia balas menatap Alysa percaya diri.
Untuk sekedar info saja, Retno itu penyuka seni tatto. Entah apa yang membuatnya bisa suka pada seni itu, sejak SMA ia sudah mentatto tubuhnya yang di lengan kiri. Hanya berisi tulisan nama Bundanya sih, tapi pembuatannya cukup membuatnya harus menahan rasa sakit. Dan rasa sakit itu terbayar oleh sebuah pahatan indah di lengan kirinya. Hingga masuk kuliah, Retno mulai membuat lagi tatto, tepatnya pada bagian dada. Bentuknya wajah Dewi Ningsih, Bunda Retno.
“Kapan? Waktu SMA ini tatto udah ada?”
Kepala Retno tergeleng, ia menunjuk dadanya sendiri lantas menjawab, “Waktu SMA yang ini belum ada. Cuma di lengan.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Absurd (Tamat)
أدب نسائيIni hanya tentang sebuah rumah tangga yang di bangun secara dadakan, macam tahu bulat dan di jalani secara terpaksa, macam cintanya Siti Nurbaya.