12 - Tiga Hari Bersama Mertua

6.9K 302 3
                                    

“Besok kita ke rumah Bundaku.” ujar Retno disela-sela mengunyah sayuran yang ada di mie ayam.

Gerakan mulut Alysa terhenti, mie ayam yang tengah ia kunyah menggantung di mulutnya. Dia menatap Retno dengan kerutan di dahi, “Ngafain?” tanyanya agak sulit untuk berucap karena terhalang mie pada mulutnya.

Sambil menunggu jawaban Retno, Alysa lanjut makan mie ayamnya lantas meletakkan sejenak sumpitnya, untuk mendengarkan Retno bicara.

“Main, sekalian nginep disana.”

Bola mata Alysa otomatis melotot. “Nginep? Ogah-ogah! Gue nggak mau ya, tidur sekamar dan seranjang sama lo!” tubuhnya bergidik ngeri membayangkan ia benar-benar akan tidur bersama Retno dalam satu tempat yang sama.

Oh my gosh! Demi merk kopi Torasudiro yang sering Alysa beli di Mas Nur, ia tidak mau tidur dengan Retno! Apapun yang terjadi, bagaimanapun caranya untuk menggagalkan rencana itu, Alysa akan lakukan. Lebih baik tidur sama Panda yang unyu-unyu deh, daripada sama Retno si Panda bertatto.

Sedangkan dalam lubuk hati Retno yang paling dalam, sedalam-dalamnya.... Ia merasa sedih. Retno berfikir, sejijik itukah Alysa padanya? Sampai-sampai tidur seranjang dengannya saja tidak mau. Padahal mereka suami-istri, yang memang diharuskan untuk tidur bersama dan bahkan boleh lebih dari itu.

Bukannya Retno ingin yang lebih dari tidur bersama Alysa. Ia hanya merasa.... Jujur, Retno merasa kasihan pada dirinya sendiri. Kenapa ia harus memiliki istri serupa itu? Masih mending nikah sama cewek gagu, daripada harus punya istri macam Alysa. Sudah sifatnya keras, tampangnya susah dijelaskan, style-nya nggak jelas kayak preman, susah diatur pula! Lengkap sudah paket kesengsaraan Retno.

Untuk lebih menambah rasa sabar lagi, Retno menghela nafas. Ia tatap mata Alysa yang kini melotot padanya dengan tampang ogah-ogahan. “Kita nggak akan tidur bareng kok. Soalnya aku ada dinas ke Lombok selama tiga hari. Jadi kamu tidur di rumah Bunda sendirian.”

“Ooh... Maksudnya lo mau nitipin gue disana. Yaudah, nggak usah ke rumah Bunda lo. Gue ntar tidur di rumah Ibu aja.”

Kalau bukan Bundanya Retno yang maksa agar Alysa lebih baik nginap di rumah nyokap, Retno juga ogah kali. Males juga bawa Alysa ke rumah Bundanya. Takut-takut nanti sifat Alysa yang semena-mena malah jadi bikin Bundanya ilfeel.

“Kamu dirumah Bunda aja. Beliau juga pengin ketemu sama kamu.”

“Nggak ah! Bunda lo pasti bakalan nanya, kapan mau kasih Mama cucu? Kapan? Kapan? Kapan? Ish! Daripada ribet mending gue disini sendirian aja, lo kalo mau ke Lombok, sana ke Lombok aja.” bibir Alysa berucap dengan lancarnya. Lantas ia meneguk air putih dingin.

“Memangnya kamu nggak takut sendirian? Rumah ini kan udah lama nggak aku tinggali, barangkali ada penghuninya.” bukan maksud menakut-nakuti, hanya saja Retno memberitahu yang sebenarnya. Karena ia memang jarang tinggal di rumah ini, paling hanya seming sekali melihat-lihat saja sambil beresin mana yang perlu di beresin.

Bukannya menampilkan wajah takut, kini Alysa malah menautkan kedua alisnya, memandang Retno penuh nyalang, “Maksud lo apa? Eh, nggak ada sejarahnya ya, anak Punk takut sama yang bebauan tentang setan!”

Kedua bahu Retno bergidik. Terserah Alysa mau percaya atau tidak. Yang jelas Retno pernah mengalami kejadian aneh di rumah ini. Sepele sih, tapi cukup menakutkan. “Terus, kamu nanti makan apa disini? Nggak ada aku.”

Alysa terdiam. Mengingat minimnya pengetahuan tentang masak, membuat fikirannya mulai memutar balik untuk kembali berfikir ulang. Sampai akhirnya dengan setengah hati, Alysa memutuskan, “Iya deh, gue nginep di rumah Bunda lo aja. Kalo di rumah gue... Ah males ah! Ada goyang morena!”

Marriage Absurd (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang