Pagi yang terasa indah bagi Retno. Senyum mentarinya semakin melebar dengan kedua mata terus fokus memamdangi wajah tertidur Alysa. Jarang-jarang Retno bisa ngelakuin hal seperti ini. Karena biasanya, ia akan langsung bangun, mandi cepat, dandan lalu membuat sarapan. Tapi, setelah seminggu ini Alysa menghilang dan telah kini temukan, semua jadi berubah.
Alysa yang dulu sepertinya telah hilang berganti Alysa versi baru. Hal itu bisa dilihat dari tidur Alysa semalam. Yang biasanya kalau tidur kakinya tidak bisa diam di satu tempat, semalam Alysa tidur dalam dua posisi saja. Awalnya Alysa tidur dengan membelakangi Retno namun beberapa saat kemudian tubuhnya berguling menjadi berhadapan dengan Retno, bahkan tangannya sampai memeluk.
Kedua alis Retno naik keatas ketika mendapati Alysa mengerang tanda-tanda akan bangun. Dia pandangi terus sampai akhirnya Alysa membuka kedua mata. Alysa menyipitkan mata, lalu setelah benar-benar sadar ia bergumam, “Retno...”
Yang dibalas senyuman sumringah oleh Retno Dewantoro.
Alysa ikut tersenyum, namun detik selanjutnya mimik wajah itu berubah menjadi datar. Tanpa aba-aba ia turun dari tempat tidur dan masuk ke kamar mandi.
Entah akhir-akhir ini ia makan apa, yang jelas seringkali ia muntah. Dan, isi muntahnya hanya sebuah cairan.
“Alysa.. Lysa.. Kamu kenapa? Buka pintunya..” Retno berteriak didepan pintu kamar mandi yang tertutup.
Mendengar suara Alysa yang muntah-muntah seperti itu, membuatnya ingin segera membobol pintu kamar mandi dan membantu Alysa meredakan muntahnya.
“Alysa...”
“Lysa...”
Barulah pintu terbuka setelah lima menit menunggu. Wajah pucat Alysa tercekat jelas disana.
“Kamu kenapa muntah-muntah terus?”
“Nggak tau, keracunan seblak kayaknya.”
Hah? Retno bengong di tempat. Sedang Alysa sudah melenggang pergi dari hadapan Retno. Ia keluar dari kamar menuju ke dapur. Tentunya untuk membuat sarapan.
Esok pertama di rumah Retno harus menjadi kesan indah, ia ingin begitu. Yah, walaupun hanya sekedar membuat sarapan telor dadar gosong, setidaknya ia sudah berusaha.
“Kamu nyari apa?”
Gerakan Alysa yang tengah berjongkok di depan kulkas, mengobrak-abrik isinya, terhenti ketika mendengar suara serak-serak pagi. Kepalanya menoleh ke belakang, mendapati Retno berdiri disana. “Bahan buat bikin sarapan. Kok pada busuk semua?”
“Iya, seminggu ini kan aku nggak tinggal di rumah. Nanti kita sarapan diluar aja, gimana?”
Alysa berdiri dari jongkoknya yang sia-sia. Wajahnya sudah berubah menjadi suram karena kekecewaan. Niat paginya yang baik telah sirna hanya karena isi bahan masakan di kulkas pada busuk. Ia duduk di kursi meja makan, menundukkan kepala.
“Kalo nggak, kita sarapan di rumah Bunda. Atau di rumah Orangtua kamu?” Retno memberi ide. Kini tubuhnya sudah duduk di sebelah Alysa, menatap istrinya yang pagi-pagi sudah cemberut.
“Pengin masak sendiri.”
Suara Alysa berbeda. Jika biasanya di variasikan dengan nada agak-agak sengak, sekarang jauh lebih indah di tambah kelembutan dan sedikit manja. Dan, baru kali ini Retno mendengarnya. Selama ia menemukan Alysa, ketika di rumah Bunda dan di rumah Orangtua Alysa sampai akhirnya pulang, mereka belum berkomunikasi. Ya, Retno beberapa kali memancing pertanyaan namun hanya dibalas anggukan atau gelengan oleh Alysa. Seolah mulut wanita itu tengah terkunci rapat.
“Tapi kan—,”
“Masakanku nggak enak.” sergah Alysa.
“Bukan begitu. Maksudku, nanti kan juga kamu bisa bikin sarapan sendiri disana. Pulangnya juga bisa sekalian belanja, biar kamu dirumah bisa masak.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Absurd (Tamat)
ChickLitIni hanya tentang sebuah rumah tangga yang di bangun secara dadakan, macam tahu bulat dan di jalani secara terpaksa, macam cintanya Siti Nurbaya.