18 - Cekcok Rumah Tangga

6K 280 3
                                    

      Alysa menaikkan kedua alisnya ketika sampai di dapur dan ia melihat Retno sedang sarapan roti. Bukan itu yang membuatnya sampai menaikkan kedua alisnya, namun pakaian Retno yang kini masih mengenakan pakaian rumah. Tidak biasanya, padahal ini sudah pukul tujuh yang artinya Retno harus segera berangkat ke kantor.

“Lhoh, lo nggak kerja?” tanyanya seraya mengambil duduk dihadapan Retno dan mulai menyantap sarapan pagi yang hanya bermenu mie goreng.

Kepala Retno tergeleng, “Sudah di pecat!” ketusnya.

Tawa Alysa menggelegar bagai badai. Sungguh, mendengar Retno di pecat membuatnya sangat bahagia. Entahlah. Alysa senang saja jika Retno sedih.

“Dan semua ini gara-gara kamu! Kalo kamu nggak berbuat gaduh di kantor, pasti semuanya nggak akan terjadi!” Retno marah.

Alysa menghentikan tawanya. Ia menatap Retno dengan mulut sedikit mengeluarkan suara cekikikan. “Lo-nya aja kalee yang kerjanya nggak profesional jadi di kick dari kantor.” cacinya.

“Aku nggak mau tau, Alysa. Kamu harus buat aku kembali lagi kerja di DN Property!”

“Ogah!”

“Kalo aku nggak kerja, memangnya nanti kamu mau makan apa? Batu? Silakan.” tantang Retno.

“Ngapain lo ngurusin nanti gue makan apa? Bentar lagi kan kita mau cerai!”

Mata Retno terbelalak. Roti sandwich yang ada ditangannya tidak jadi ia makan, karena lebih terhiur dengan ucapan Alysa, “Cerai?” responnya.

Dibalas anggukan mantap oleh Alysa. “Ngapa? Lo nggak mau cerai sama gue?”

Retno terdiam. Mulutnya terkatup rapat. Jujur saja, Retno ingin sekali Alysa hiatus dari rumah dan kehidupannya. Tapi.... Apa kata Bundanya nanti? Apa kata ayah dan ibu Alysa? Mereka pasti akan menyalahkannya karena tidak bisa menjaga rumah tangga sendiri.

Bola mata Retno diam-diam melirik Alysa. Istrinya itu sedang melahap tanpa beban sebuah mie goreng buatan Retno. Sepertinya hari ini Alysa sedang di landa kebahagiaan. Lihat saja wajahnya, tumben sekali berseri-seri. Tidak seperti biasanya, yang judes dan lupa akan senyum.

Retno menghela nafas. Fikirannya berkecamuk memikirkan begitu banyak hal. Masalah satu belum selesai, kini masalah kembali datang beruntut. Belum juga Retno mencari ide agar Kevin tidak benar-benar memecatnya dari pekerjaan, sekarang Alysa malah membebaninya dengan minta cerai.

Kenapa hidupnya semakin kesini jadi makin sulit?

Tidak puaskah Tuhan, sudah memberinya istri paling terkutuk, kini hidupnya malah di sengsara.

“Semua ini gara-gara kamu, Alysa!” Retno berkata membentak sambil menggebrakkan kedua tangan diatas meja makan. Fikirannya sedang kalut, ia tidak bisa mengendalikannya. Tidak seperti biasa.

Dan hal itu bagai fenomena langka bagi Alysa. Memangnya, mana mungkin Retno bisa berbuat macam itu? Tapi rupanya bisa.

Alysa gelagapan. Ia meletakkan sendok dan garpu di mangkok. Menatap Retno sewot, “Apa-apaan sih, lo!? Segala pake nyalah-nyalahin orang lagi!” balas membentak.

“Kalo mau kemarin nggak ke kantor, pasti hal ini nggak akan terjadi!”

“Salahin aja Mbak Anna! Dia yang nyuruh gue buat nganterin lo makan siang!”

“Kamu kan bisa nolak!”

“Dan biarin keluarga lo ngebenci gue? Gitu maksud lo?”

Retno membuang pandangan. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya yang sudah terasa pening dan hampir mau pecah. Entah kenapa sejak menikah dengan Alysa, kepala Retno jadi sering pening. Mungkin karena terlalu memikirkan banyak hal.

Marriage Absurd (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang