24 - Sekamar

6.7K 316 1
                                    

Sesuai janji Alysa pada Risma, hari ini ia akan menemani sahabat satunya itu untuk memeriksa kandungan. Sebenarnya Alysa agak ogah untuk menemani Risma, tapi karena ia sudah janji jika usia kandungan Risma sudah menempati delapan bulan, ia akan menemani sahabatnya itu. Alysa takut saja kalau-kalau nanti disana ia melihat Risma berbaring di bed lalu di periksa kehamilannya, ia akan menangis. Pasti rasa iri akan datang kembali.

Menarik napas dalam-dalam dan menghembuskan secara perlahan. Setelah dirasa sudah agak relax, Alysa keluar dari mobil. Memasuki rumah megah milik Risma.

"Weeitss udah datang ternyata. Mau langsung, Sa?" ujar Risma ketika ia baru saja beranjak dari duduknya di sofa lantas menemukan sosok Alysa.

Kepala Alysa mengangguk. "Krisna mana?"

"Nginep di Neneknya dia. Udah dua hari ini."

Mereka melangkah keluar rumah bersama-sama. Sesekali Alysa melirik pada perut Risma yang terdapat dua calon manusia penghuni dunia disana.

Tiba di Rumah Sakit, tanpa menunggu antrean karena memang tidak terlalu ramai, keduanya langsung masuk ke ruang pemeriksaan. Awalnya Alysa menolak diajak masuk oleh Risma, namun setelah Risma bilang, "Ini juga anak lo." alhasil dengan berat hati ia ikut masuk, melihat keadaan calon anak asuhnya, kelak. Entahlah.

Alysa tidak yakin ia akan bisa memiliki anak dari Risma. Karena Retno pasti tidak akan mengizinkannya mengadopsi anak. Lelaki yang semakin hari kecupuannya sudah agak berkurang itu pasti akan bilang bahwa Alysa tidak akan bisa merawatnya. Iya, Alysa juga ragu dengan dirinya sendiri. Tapi, apa salahnya untuk belajar?

Lamunan Alysa tersadar kala Risma menoel lengannya dan menggidikan kepala kearah layar yang sedang menayangkan kondisi rahim Risma. Alysa mengikuti arah mata Risma. Matanya mengerjap beberapa kali melihat isi perut Risma di dalam layar. Hatinya terenyuh. Bibirnya sengaja ia rapatkan bahkan sampai lurus sekali, seolah menahan tangis.

Usai pemeriksaan USG dan sebagainya, kini Alysa bisa agak bernafas lega. Ada sedikit rasa bahagia menyelimuti hatinya, namun ada pula rasa...sedih?

"Gue udah nggak sabar banget pengin cepet-cepet lahiran... Gimana ya kira-kira tampang mereka..." ujar Risma sambil mengelus perut buncitnya. Senyum tidak pernah luntur dari bibir merah itu, mata binarnya bahkan sulit untuk berkedip.

Mendengar itu Alysa melirik sekilas diri Risma lantas beralih fokus pada jalanan. "Sabar kali...bentar lagi kok, sebulan lagi."

Kepala Risma mengangguk. "Iya, makanya lo kudu siap-siap."

Sontak dahi Alysa mengerut. Siap-siap? "Ngapain?"

"Lhah, lo lupa? Kan gue udah bilang, lo bakal ngadopsi anak gue..."

"Emang suami lo ngizinin? Ini anak, Ris! Bukan barang..."

"Suami gue ngizinin kok. Lagian yang ngadopsi kan bukan orang lain, sahabat gue sendiri."

"Serius? Gimana kalo anak lo nanti salah asuhan? Gue kan orangnya..-,"

"Apa bedanya sama gue? Lo, gue, Nunung itu sama aja! Sama brengseknya! Jadi nggak usah mimpi punya anak yang sifatnya baek. Buah jatuh nggak jauh dari pohonnya, inget pepatah itu!" Risma menjelaskan sambil tertawa terpingkal-pingkal.

Sedangkan Alysa masih berusaha mencerna penjelasan Risma. Menurut Alysa, Risma ini berbeda dengan para Ibu-Ibu lain. Ibu lain pasti akan menolak jika anaknya ada yang bersedia mengadopsi. Lhah, Risma? Bahkan wanita berbadan tiga itu dengan santainya menawarkan Alysa untuk mengdopsi anaknya.

"Ohiya, suami lo si Retno udah tau belum tentang ini? Gimanapun juga lo harus minta izin juga, Sa. Dia yang bakalan nafkahin."

Nah! Itu masalah terberat dalam misi ini. Retno. Alysa takut Retno tidak mau mengadopsi. Kepala Alysa menggeleng, "Belum gue kasih tau."

Marriage Absurd (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang