Baru kali ini Mas Nur menerima tamu semerepotkan Alysa. Selain meminta nginep di kontrakan, pelanggan setianya yang satu itu juga nebeng makan, mandi dan lagi, Alysa bilang bahwa ia akan menginap di kontrakan Mas Nur selama seminggu. Kontan saja Mas Nur menolak. Bukan maksud apa-apa, Mas bukanlah orang yang pelit. Hanya saja lelaki tua itu agak tidak enak saja, tidur satu atap bersama wanita yang bukan apa-apanya. Selain itu, masalah tempat juga menjadi masalah. Kontrakan Mas Nur sempit, hanya seruangan kecil, dan itupun di bagi-bagi, untuk dapur serta tempat belajar anaknya pula.
Kepala Mas Nur geleng-geleng sambil menghela napas lelah. Memikirkan Alysa membuatnya sungguh lelah. Mas Nur beranjak berdiri, menutup warung kecilnya lantas bergegas pulang. Hari sudah menjelang sore. Biasanya Mas Nur berdagang sampai larut malam, tetapi untuk hari ini—atau selama Alysa menginap di kontrakannya, lelaki tua itu memutuskan untuk pulang lebih awal. Takut-takut nanti Alysa bunuh diri di kontrakannya, kan repot nanti.
Tiba di kontrakan, Mas Nur melihat sosok Alysa tengah duduk di teras depan. Terdiam seorang diri. Mas Nur agak tidak percaya melihat ekspresi Alysa saat ini. Wanita yang biasanya keras, selalu ceria itu kini telah berbeda. Jadi pemurung.
“Tadi adik angkatmu nyariin kamu di warung.” ujar Mas Nur.
Barulah Alysa terbangun dari lamunan. Kepalanya menoleh, “Terus Mas Nur bilang apa?”
“Ya sesuai katamu. Saya jawab aja nggak tahu kamu dimana.”
“Syukur deh.”
“Tadi juga si Rena bayarin utang-utangmu di saya. Jadi sekarang utangmu sudah lunas.”
Mengejutkan. Alysa terkejut mendengar penjelasan Mas Nur. Apa iya, Morena si adik angkatnya, sebenarnya sebaik itu? Alysa agak tidak percaya, tapi ia harua percaya karena nyatanya sekarang ia sudah tidak ada lagi hutang pada Mas Nur.
Malas menatap wajah bengong Alysa, Mas Nur memilih duduk di sebelah wanita itu, meletakkan kantong plastik putih di sebelahnya. “Sebenarnya ada apa sih sampai kamu kabur-kaburan begini?”
Alysa melirik sekilas sosok lelaki tua disebelahnya lantas kembali menatap kedepan. “Kan udah saya ceritain. Saya sama Retno tuh lagi ada masalah!”
“Yang namanya masalah itu kudune di selesaikan, lah kok malah kabur dari rumah. Saya jadi kasian sama Retno, pasti dia lagi bingung nyariin kamu.”
“Kok jadi kasian sama Retno? Harusnya Mas Nur tuh kasian sama saya! Dari bangun tidur sampai sekarang saya belum makan! Di meja makan Mas Nur nggak ada apa-apa, cuma ada gula sama teh!”
“Saya kira kamu nggak doyan makan. Biasanya kan anak-anak jaman sekarang kalo lagi galau-galau cinta malas makan. Saya kira kamu juga begitu.”
“Apaan coba? Saya bukan remaja menye-menye. Saya ini dewasa, dimana seseorang yang lagi sedih dan galau tuh bawaannya lapar, pengin makan banyak!” nada suara Alysa mulai semakin meninggi.
“Lah kok kamu jadi marah-marah sama saya?”
“Yaiyalah marah! Saya tuh tamu Mas Nur, harusnya di jamu dong!”
Mas Nur melirik Alysa sebal lantas berdiri “Tamu kok songong.” setelah melemparkan kalimat itu, beliau bergegas masuk, meninggalkan Alyaa yang mencak-mencak sendiri.
Akhirnya Alysa ikut masuk, mengikuti langkah Mas Nur menuju meja makan. Disana Mas Nur membuka kantong plastik putih yang rupanya berisi dua porsi mie ayam.
Mata Alysa berbinar seketika. Ketika Mas Nur hendak menuangkan satu porsi mie ayah kedalam mangkok, Alysa segera merampasnya dan berkata dengan percaya diri, “Aduh, nggak usah repot-repot napa, Mas Nur? Saya bisa nuangin mie ayam sendiri kok.” sambil menarik mangkok lantas menuangkan mie ayam pada mangkok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Absurd (Tamat)
Literatura FemininaIni hanya tentang sebuah rumah tangga yang di bangun secara dadakan, macam tahu bulat dan di jalani secara terpaksa, macam cintanya Siti Nurbaya.