Semenjak malam dimana Retno dan Alysa melakukan nafkah bathin, keduanya jadi canggung. Sebenarnya bukan keduanya, melainkan hanya Alysa. Ya, Alysa. Sudah satu minggu sejak kejadian itu, Alysa sering menghindari Retno.
Contohnya ketika menonton televisi di malam hari. Yang biasanya Alysa akan mengusir Retno jika lelaki itu duduk disebelahnya maka seminggu ini ia yang mengalah, ia yang memilih untuk pergi masuk ke kamar dan meninggalkan sinetron kesukaannya.
Dan lagi, saat makan malam. Jika Retno belum makan malam, maka Alysa tidak akan duduk di kursi meja makan. Dan hal itu membuat Retno berfikir bahwa Alysa menghindarinya. Memang!
Seperti sekarang ini, baru saja Retno keluar dari kamar mandi, Alysa yang sedang tiduran di ranjang segera beranjak keluar dari kamar. Padahal Retno keluar kamar mandi sudah mengenakan pakaian langsung, hanya saja rambutnya masih basah. Masa iya, Alysa malu melihat rambut Retno basah? Itu tidak masuk akal.
Untuk kesekian kalinya melihat keanehan Alysa, Retno hanya menggelengkan kepala. Entah sudah berapa kali Alysa menghindar dan tidak menjawab pertanyaannya, yang jelas Retno sudah lelah. Jika alasan Alysa jadi pendiam seperti ini karena kejadian seminggu lalu waktu malam Jum'at kliwon, maka menurut Retno akan menyalahkan Alysa sendiri. Wanita itu yang memulai, kenapa akhirnya jadi seperti ini?
Mengingat malam itu, Retno jadi tersenyum sendiri. Demi apapun, dari semua hari Jum'at kliwon, hari yang sangat mengesankan adalah Jum'at klowon minggu lalu. Dimana ia bisa merasakan betapa nikmatnya memiliki istri, sama sekali tidak pernah ada di fikiran Retno. Kalau Alysa dari awal tidak menciumnya lebih dulu, mungkin malam Jum'at kliwon yang indah itu tidak akan terjadi. Retno tidak merasa menyesal telah membalas sentuhan Alysa dan berakhir pada kenikmatan. Dia bahkan bahagia dan tidak lupa bersyukur pula.
Sedangkan Alysa, anak Punk itu duduk tergesa-gesa di sofa ruang tengah. Sedari tadi mengatur detak jantungnya yang berpacu tidak karuan semenjak Retno keluar dari kamar mandi. Selalu seperti itu. Entah kenapa, Alysa jadi malu sendiri pada Retno. Dan itu gara-gara dirinya sendiri. Kalau saja malam itu ia tidak mencium Retno, maka sekarang ia akan merasa seperti ini.
“Lysa, ponsel kamu bunyi.”
Suara itu mengagetkannya. Alysa mengelus dada beberapa kali lantas menoleh, mendapati Retno tengah menyodorkan ponsel. Buru-buru Alysa meraih benda itu dan memainkannya. Pesan dari Nunung, ternyata.
Setelah membaca pesan itu dalam hati, Alysa menatap Retno yang kini sudah duduk di sebelahnya. Ingin rasanya ia pergi saat ini juga, tapi berusaha kuat Alysa menepis keinginan itu. Ia harus bisa. Harus bisa menahan malu.
“Nu-Nu-Nunung... Nunung minta aku datang ke caffee barunya.”
Satu detik, dua detik,
Tiga detik. Alysa menutup mulut sendiri, merasa dirinya adalah orang terbodoh nomor satu di dunia. Baru saja ia melakukan hal terbodoh dalam hidupnya. Barusan, ia bilang apa? Bilang 'aku' saat berucap pada Retno? Dalam hati Alysa memaki diri sendiri. Bisa-bisanya mulutnya ini!
Tapi, dalam lubuk hati Alysa yang sedalam-dalamnya, sebenarnya ia tidak keceplosan. Ia memang benar-benar sengaja memanggil dirinya 'aku' ketika berbicara pada Retno. Setelah mengetahui bahwa dirinya menyukai Retno, Alysa sudah memantapkan diri untuk belajar mengganti kosa kata saat berbicara dengan Retno, agar lebih sopan.
Sedari tadi sebelah alis Retno terangkat. Lelaki itu terkejut sekaligus tidak percaya dengan apa yang dikatakan Alysa. Jadi, Alysa sekarang sudah bisa panggil aku-akuan? Retno masih tidak percaya. Barangkali tadi Alysa hilaf.
“Memangnya kenapa?” tanya Retno, setelah sekian lama keduanya terdiam saling pandang.
Malu-malu Alysa menatap Retno. Jika dilihat-lihat, semakin kesini Retno jadi semakin macho. Apalagi sekarang lelaki itu sudah tidak mengenakan kacamata lagi, membuat ketampanannya yang daridulu tertutupi oleh kecupuan, jadi semakin bertambah saja. “Ka-kamu mau ikut?” tanyanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Absurd (Tamat)
ChickLitIni hanya tentang sebuah rumah tangga yang di bangun secara dadakan, macam tahu bulat dan di jalani secara terpaksa, macam cintanya Siti Nurbaya.