Alysa mendudukan dirinya di tepian tempat tidur. Pakaian kebaya dan riasan-riasan alay buatan Ibunya masih melekat pada tubuhnya. Dia terdiam memandang dinding biru tua yang menjadi warna dasar pada kamarnya. Terdiam dengan benak yang memikirkan berbagai macam fikiran.
Baru saja ia resmi menjadi istri Retno Dewantoro, si cupu dan lugu dan suaminya itu. Ah, rasanya ngeri sekali menyebut Retno adalah suaminya. Bahkan saat ini sudut bibir Alysa terangkat, betapa jijiknya ia mendengar sebutan itu. Alysa bergidik, dia lantas menggeleng-gelengkan kepala agar fikiran itu bisa hilang.
Dan ketika sudah hilang, kini malah berganti menjadi bayang. Bayangan saat ketika dirinya dan Retno duduk berdampingan di hadapan penghulu yang tak lain adalah Ayahnya sendiri. Ketika Retno mengucapkan ijab qabul dan berhasil dalam satu kali ucapan, ketika ia memasangkan cincin di jari Retno dan begitupun sebaliknya, juga saat ia mencium punggung tangan Retno sampai akhirnya Retno mencium keningnya.
Sadar akan itu, sontak tangan Alysa terangkat menyentuh dahi sendiri, mengelusnya beberapa kali lantas mencium baunya. “AAAAaaaarghh...” dia berteriak histeris sambil mengacak-acak make-up serta tatanan rambutnya sampai berujung ke telinga dan anting-anting pun terlepas dari tempatnya.
Pintu kamar terbuka, nampak Retno masuk ke dalam kamarnya dengan raut wajah khawatir. Dia baru saja selesai berbincang dengan Ayah Alysa dan ketika hendak ke kamar sang istri, baru sampai beberapa anak tangga, ia mendengar teriakan Alysa. “Kamu kenapa?” tanyanya, melangkah lebih dekat pada Alysa.
“AAAaargghh....” Alysa kembali mengeluarkan teriakan nyaringnya yang menyaingi toak Masjid. Dia menutup seluruh wajah menggunakan kedua telapak tangan. “Retno, ngapain lo masuk ke kamar gue?!” tanyanya dengan nada membentak.
Dahi Retno sontak berkerut. Benarkah ini kamar Alysa, bukan kamar mereka?
Alysa membuka kedua telapak tangan, memandang Retno yang berdiri di depannya dengan pakaian jas dan kemeja putih lengkap melekat di tubuh lelaki itu. Matanya memandang tidak suka pada Retno. Entahlah, setiap melihat Retno bawaannya selalu ingin marah dan marah terus. Dia juga tidak tahu. “Ngapain sih lo disini?!”
Kepala Retno tertunduk kala mendapat pelototan mata serta pertanyaan yang diucapkan dengan nada tinggi itu. Jujur, dia takut. Selama hidup, baru kali ini Retno menemukan seorang wanita bersifat angkuh macam Alysa. Kutukan apa yang sebenarnya diberi Tuhan untuknya? Kenapa harus menikah dengan wanita seperti itu? Sejak pertama kali pengenalan dengan Alysa secara resmi di sebuah kafe dan sempat membahas tentang perjodohan, Retno sempat berfikir seperti itu. Apa salahnya kenapa harus memiki istri yang buasnya melebihi Singa? Padahal selama hidupnya ia tidak pernah menyakiti wanita dan selalu menghormati wanita. Namun takdir kini sudah berkehendak, apalah dayanya yang seorang hamba.
Yang di tanya tak kunjung menjawab dan malah menundukkan kepala. Emosi Alysa semakin memuncak. Dia tidak suka dikacangin seperti ini. Kesal. Daripada hanya memandangi Retno berdiri di depannya, Alysa memilih beranjak masuk ke kamar mandi. Dia butuh mandi untuk menghilangkan semua rasa sedih pada dirinya.
Mata Retno memandangi kepergian Alysa yang masuk ke kamar mandi. Setelah pintu kamar mandi tertutup, ia mengambil duduk di tepi tempat tidur kamar istrinya yang juga kini telah menjadi kamarnya. Termenung disana dengan otak memikirkan pertanyaan Alysa yang mempertanyakan kedatangannya masuk ke kamar untuk apa.
Awal niatnya, Retno ingin memanggil Alysa untuk turun karena tantenya ingin berpamitan. Mata Retno terbelalak. Dia baru sadar. Dengan cepat kilat ia keluar dari kamar, menuruni anak tangga tergesa-gesa, takut tantenya menunggu terlalu lama lalu memilih lebih baik pulang saja. Dan benar saja. Tiba di ruang tamu rumah Alysa yang awalnya ramai dengan keberadaan keluarga Alysa serta keluarganya kini malah sepi. Tinggallah orangtua Alysa saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Absurd (Tamat)
ChickLitIni hanya tentang sebuah rumah tangga yang di bangun secara dadakan, macam tahu bulat dan di jalani secara terpaksa, macam cintanya Siti Nurbaya.