Part 1

2.7K 242 52
                                    

Eren Jaeger.

Murid kelas dua Akademi Maria. Tak pernah angkuh, walau kerap dibanjiri puji-pujian oleh orang di sekitarnya. Tak jarang pula dijadikan sebagai anak emas para guru.

Bibir ranumnya jarang keluar kata kasar, setidaknya di depan umum. Penampilan dan perilaku terlihat sopan dan ramah. Wajar bila banyak perempuan langsung jatuh hati, ketika berbincang dengannya.

Ah, jangankan mengobrol. Disapa saja pun sudah membuat gadis-gadis, bahkan guru, klepek-klepek.

Terkenal paling ambisius. Waktu senggang di sekolah ia gunakan untuk menyelesaikan tugas, sehingga di rumah, Eren hanya mengulang lagi pelajaran yang diberikan.

Walau selalu dikelilingi para siswi, ia menjalin hubungan baik dengan teman-teman baiknya. Perempuan tak bisa memberi sekat pembatas bagi Eren untuk bergaul sesuai keinginan hati, sekalipun dijadikan bahan modus.

Tetap, sekelumit rutinitas seorang Eren Jaeger tak ada beda dari hari-hari kemarin. Bangun, sarapan, berangkat, mengemban ilmu, pulang, mengerjakan tugas, makan, istirahat, tidur. Semua berulang seperti tape yang nyaris meledak pita-pitanya, sampai ponsel Eren menangkap bunyi dering kecil.

Tring!

Eren melempar tas ke sembarang arah. Ikatan dasi dibebaskan dari lingkaran kerah seragam putih. Tubuh seratus tujuh puluh senti terhempas ke atas ranjang. Dari saku celana kain biru tua, ponsel terarik keluar dengan cahaya membias dari layar. Lampu hijau kelap-kelip di samping kamera depan.

Notifikasi Lime.

Kunci berupa pola berhasil dibuka. Jari menepuk lembut ikon hijau yang mendiami menu utama. Chat baru masuk, beserta nama akun yang tak Eren kenal.

Riv.

Selamat sore

.

.

.

"Terimakasih makanannya."

Eren beranjak dari kursi makan, lanjut membersihkan piring kotornya. Buru-buru meniti anak tangga menuju kamar.

Buku pelajaran hari ini dikeluarkan. Jadwal malam ini, menuntaskan pekerjaan rumah dan membaca kembali untuk mengulang. Seperti biasa.

Sampai akhirnya konsentrasi pemuda tersebut pecah. Suara pemberitahuan dari ponsel mendengung di telinganya.

Tak bisa Eren mengelak bahwa ia belum bisa melupakan kalimat sapaan itu. Sebelum sempat membalas sepulang sekolah, sang ibu memanggil dari lantai bawah untuk membantu menyiapkan makan malam.

Eren menutup buku. Ponsel yang tergeletak segera dibawa serta telentang di atas kasur. Bunyi khas Lime telah melumpuhkan niat teladannya.

Rasa penasaran bergumul di dalam kepala kala aplikasi menampilkan halaman kontak. Eren terjebak di antara sekian banyak kemungkinan. Jarinya bingung mau menekan huruf mana untuk membalas pesan mendadak dari orang yang tak ia kenal sama sekali.

Tidak nampak rupa dari si pemilik akun Riv., baik di foto profil maupun sampulnya. Eren tak bisa mendapatkan petunjuk apapun.

Latar berwarna biru tua dengan titik-titik bintang putih hanya terisi balon kata dari Riv.. Eren mengerang frustasi. Mengapa ia harus berpikir rumit-rumit hanya membalas pesan dari-kemungkinan-orang iseng?


Eren Jaeger

Selamat malam

Roomchat [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang