Matahari semakin bergerak turun menyembunyikan sosoknya di ufuk barat. Cahaya keemasan memudar per detiknya. Warna oranye di atas sana bercampur dengan gradasi biru gelap yang perlahan-lahan mendominasi dan mengisi penuh langit.
Lampu-lampu jalan mulai menyala satu demi satu. Setiap langkah dari seorang pemuda brunet ditemani bayang-bayang memanjang di bawah kaki jenjang. Jalannya lambat-lambat, arah pandang seolah menatap tempat tidurnya jauh sekali di sana. Saraf otak tak henti-henti memutar ulang kejadian lalu-lalu—terutama bagian sore tadi.
Plakat marga Jaeger sudah nampak di depan mata. Tenggorokan menyempit seketika untuk suatu alasan. Kaki ingin sekali cepat-cepat melarikan diri ke dalam kamar, kalau saja indra pendengaran Carla tidak tajam seperti biasa. Padahal ia yakin salamnya nyaris berbisik.
"Selamat datang, Eren! Ayah sudah menunggumu di ruang tengah lho! Ayo kamu lekas bersih-bersih dan makan malam bersama kami, Nak!"
Sang ibu menyambut kedatangan sang putra dengan senyum sumringah. Buru-buru beliau menyodorkan handuk dan mendorong punggung lebar Eren, dituntun ke kamar mandi.
Pintu kamar mandi tertutup. Eren berdiam diri sejenak sebelum menanggalkan pakaian. Sayup-sayup bisa didengar suara sang ibu yang menyebutkan makanan kesukaannya yang menjadi menu makan malam ini.
"Kalau tak salah, sudah dua kali aku merasa aneh begini," ia menggumam pelan.
Dan yang paling berkesan adalah ketika hanya sebatas percakapan dengan orang asing bisa membuatnya keluar.
Ia lekas menyelesaikan mandinya. Dalam hati memang sudah bertekad untuk tidak berpikir aneh-aneh. Tapi begitu tangan membalur sabun ke atas kulit, ada sensasi yang sedikit... berbeda mungkin? Mengingatkannya pada jari-jari kasar sang kapten basket tadi sore.
Ini hanya mandi biasa! Mengusap bagian tubuh sendiri adalah hal yang wajar dalam hal ini! Tapi kenapa malah terasa seperti menyentuh diri? Dan sejak kapan pikirannya mulai mengerti sesuatu yang terkesan kotor begitu?
Eren mengusap kasar rambut basahnya menggunakan handuk. Saat itu dia tersadar akan sesuatu. Ada kecurigaan yang mulai tumbuh dalam benak Eren. Pandangannya kepada Farlan Church mulai sedikit berubah. Ditambah kata-kata Jean yang sempat menceramahi saat dirinya dianggap norak karena melihat kemesraan terlarang Historia dan Ymir.
Jangan-jangan, pacaran sesama jenis memang sudah lazim dilakukan belakangan ini? Batinnya penuh tanya sambil berjalan keluar kamar mandi.
Kaki melangkah masuk ke ruang tengah, aroma sedap menjadi distraksi pikiran. Isi perut bergemuruh minta asupan. Benar juga. Kalau diingat kembali, ia belum makan apa-apa sejak siang tadi.
Dari balik sekat pembatas antara ruang makan dan ruang tengah, ajakan makan ibu terdengar. Tolehan kepala dan senyum ramah dari seorang pria berjanggut menyambut Eren yang sedang menghampiri.
Pemuda itu tersenyum tipis. "Selamat datang, ayah."
Grisha mengangguk. "Aku pulang, Eren."
Eren menempati kursi terdekat—di seberang Grisha. Dari arah pandang yang saat ini setara dengan sang ayah, ia baru menyadari betapa meriah sambutan di meja makan. Semua dipenuhi piring dengan hidangan lauk porsi besar. Belum minuman dan potongan-potongan kue yang dibeli Eren.
"Caramu merayakan kepulanganku menyeramkan seperti biasa, Carla," komentar Grisha.
"Jahatnya. Ini bentuk kerinduanku selama kau bertugas lho, Sayang," Carla membalas seraya menarik kursi di sebelah sang suami. "Apa jangan-jangan kau terlalu sibuk melayani pasein—atau menggoda para suster di rumah sakit?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Roomchat [HIATUS]
Fanfiction"Dunia maya tempat yang misterius. Dunia dimana kita bisa mengarang apapun sesuka hati, tanpa perlu takut ketahuan berbohong." [Requested] [WARN: R18+ BXB, HAREM] Disclaimer: Hajime Isayama, slight Fujimaki Tadatoshi :> Cover cr © Artist