Akashi Seijuuro tidak pernah merasa segelisah ini.
Sparing basket kemarin menyisakan kesan yang cukup spesial. Bukanlah kemenangan pertandingan yang sudah biasa ia dapatkan. Melainkan momen-momen setelahnya.
Memang hanya sejenak. Waktu mereka tidaklah banyak untuk sekedar berbincang secara privat. Pun begitu, rupanya meninggalkan jejak yang sangat jelas. Menghuni-bahkan sempat mendominasi seluruh isi kepala.
Ketampanan dan kecantikan tampang seakan menjadi satu. Semua bersumber dari bola mata hijau zamrud yang menyala. Bagai kristal, menyimpan berbagai perasaan yang kesuciannya masih nampak. Dari pelipis bulir-bulir air mengalir turun dan membasahi ceruk leher, terkesan erotis untuknya.
Konon keringat membawa aroma khas badan seseorang. Saat itu, Akashi bisa mengenalinya. Di balik kekentalan keringat, penciuman menangkap wangi sabun lemon. Keluar aroma permen mint dari bibir kemerahan ketika dahi mereka nyaris bersentuhan. Ingin dihirup sepenuhnya dalam permainan adu lidah.
Eren.
Nama itu terus berputar menjangkau berbagai sudut memori. Lebih-lebih daripada nama kekasih sendiri. Seandainya sang pacar memiliki kemampuan telepati, kemungkinan Akashi sudah diserang duluan dan memberi tanda di sana-sini.
Yah, meski masih kalah banyak.
"Akhir-akhir ini kau sering mengecek ponselmu ya, Akashi-kun."
Jemari tertahan di udara. Scroll berhenti. Pemuda tersebut menoleh. Iris kemerahan langsung bertemu dengan safir biru cerah di sebelahnya.
Akashi mendengus, tersenyum tipis. "Tidak juga. Aku hanya mengecek jadwal latihan di grup."
"Sesering itu?"
Tak ada kepanikan sedikitpun dalam diri Akashi. Kekasihnya ini memang suka prasangka buruk kalau ia sudah memerhatikan layar ponsel. Jika begitu, ia pasti berusaha mencari perhatian walau lagaknya cuek. Sisi manis ini salah satunya yang Akashi suka.
"Kau cemburu, Kuroko?"
Wajah si pacar merona. Arah pandang kembali lurus memerhatikan jalan setapak yang mereka telusuri, tanpa ekspresi. Berpura-pura sibuk menyedot milkshake vanila. "Ma-mana mungkin."
Akashi membalas dengan tawa kecil. Dalam hati mewajarkan sikap pemuda di sampingnya. Benar. Ia bolak-balik menghidupkan ponsel untuk mengecek sesuatu yang lain. Pesan dari seseorang yang menjadi rival pada pertandingan kemarin.
.
.
Sebelas tepat. Kaki jenjang berhenti menapak. Nafas tak beratur ritmenya bersama dengan jantung yang berdegup melebihi batas normal. Lelah terburu-buru ini tak bisa mengalahkan rasa rindu yang sudah mendiami relung hati.
"Telat sepuluh menit."
Farlan memucat. Sungguh wajah perempuan di hadapannya sekarang nampak mengerikan. "Ma-maaf! Aku bangun kesiangan!"
"Cih. Alasan klise tak akan kuterima."
"Beneran kok! Lagian aku sudah minta maaf! Dan jangan coba-coba meniru Sir Rivaille, Isabel!"
Isabel tergelak. Ia menepuk keras sebelah pundak Farlan dengan senyum lebar dan berkacak pinggang. "Gimana, gimana? Mirip kan? Aku selalu meniru Aniki kalau lagi di Kanada!"
"Tidak. Tidak mirip sama sekali. Lagian kenapa kau ke sini? Bolos sekolah ceritanya?"
"Jahat! Aku kangen banget tahu! Aku ke sini untuk memanfaatkan liburan akhir semester demi ketemu kalian berdua, bukan bolos!" ketus Isabel mengentakkan kaki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Roomchat [HIATUS]
Fanfiction"Dunia maya tempat yang misterius. Dunia dimana kita bisa mengarang apapun sesuka hati, tanpa perlu takut ketahuan berbohong." [Requested] [WARN: R18+ BXB, HAREM] Disclaimer: Hajime Isayama, slight Fujimaki Tadatoshi :> Cover cr © Artist