Part 23

453 65 23
                                    

Pikiran Oluo bercabang.

Manakah yang harus ia pusatkan terlebih dahulu, Oluo bimbang. Hendak ke mana kakinya akan melangkah? Sebab situasi saat ini sungguh tidak memungkinkan untuk menyegarkan tenggorokan.

"Mmh! Nnm!"

Suara permohonan sang istri teredam oleh bungkaman bibir lain.

Tenggorokan yang berkerak.

Dapur yang ketika berjalan ke sana harus melewati ruang tengah.

Pun suara tuangan air yang akan membuat kewaspadaan istri dan si orang asing meningkat dan melepaskan cumbuannya.

Yah, sebenarnya itu ide bagus untuk memergoki mereka. Namun, bagaimana caranya melintas tanpa ketahuan? Terlebih lagi rasanya sulit untuk menangkap si orang asing—tidak, mereka saling mengenal. Bahkan Oluo mengaguminya sejak dulu.

Sementara itu, Petra diterpa kebingungan. Sesaat tadi, Rivaille masih bercerita dan tanpa ia sadari, pria itu beringsut semakin dekat. Persis ketika sampai pada tahap Jean di toilet.

Kesadaran menamparnya ketika jejari kasar menyelundup meraba perutnya. Tangan Petra mengepal, mendorong pundak si lelaki memakai sisa tenaga.

"Rivai—ah! Rivaille!"

Tubuh Rivaille terdorong ke belakang. Dia mendecih. "Berisik."

"Aku sudah bilang berhenti kan, dari tadi?!" ketus Petra terengah. "Kenapa kau teruskan?"

Rivaille tidak menjawab. Pandangan semata yang menusuk cermin karamel Petra. Sedangkan yang ditatap membulatkan mata.

Siluetnya membentuk refleksi pada bola mata hitam tersebut. Namun, Petra menemukan tiada perasaan di sana. Hanya jelaga yang seolah mengisapnya semakin dalam untuk mengisi kehampaan, setelah tenaganya direnggut lewat cumbu.

Petra mengempaskan pundak Rivaille keras. Cepat-cepat ia berdiri sebelum lengan kokoh merangkulnya. Rasa yang campur aduk dalam dirinya ditenangkan oleh satu tarikan dan embusan napas. Meski meluap-luap, ia berusaha menjaga suaranya. 

"Kau tidak lupa sekarang aku sudah bersuami kan?"

Tidak ada sahutan. Petra mengurut pelipisnya. Ia menjentikkan jari, mengembalikan kesadaran Rivaille. 

"Hei," Petra duduk di sisi lengan sofa, "katamu, si Eren itu disentuh temannya di toilet. Kau tidak terima itu dan malah melampiaskannya dengan menciumku? Gila ya?"

Rivaille menelan ludah. "Maaf. Aku ... sepertinya sudah gila jika menyangkut bocah itu."

"Aku tahu kau sangat mencintainya," Petra menghela napas berat, "tapi kenapa tidak bicarakan dengannya? Bilang bahwa kau baik-baik saja dan tak membenci anak itu setelah kejadian di toilet."

"Aku memang tidak membencinya, tapi mana mungkin aku baik-baik saja, Petra. Bayangkan bila Oluo disentuh oleh perempuan lain, apa kau setelahnya masih merasa normal?"

Kelereng karamel membalas tatapan Rivaille yang mulai hidup. Lurus seakan ingin menegaskan sesuatu.

"Kalau begitu, kau pun memiliki perasaan yang sama dengan suamiku jika dia melihat yang barusan kan?"

Buah leher Oluo naik-turun. Ludah yang ditelan tak dapat menormalkan fluktuasi detak jantung.

Rivaille bungkam. Tertunduk sejenak, lalu menghabiskan air yang tinggal setengah gelas. Pria itu beranjak sambil mengenakan jasnya. "Aku pulang dulu."

"Perlu kuantar sampai stasiun?"

Rivaille menggeleng seraya memakai alas kakinya. Petra mengantar kepergiannya di pintu depan.

Roomchat [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang