Part 13

644 100 23
                                    

"Rivaille...," memutar-mutar ramen dalam cup dengan sumpit, Hanji menopang pipi. Setengah merajuk pada teman di sebelahnya. "Kau benar-benar tidak mendengarku bicara, ya."

"Tidak. Sana pergi," Rivaille mengusir ketus. Jari mengetikkan sesuatu di sana, terburu-buru.

Hanji memanyunkan bibir. Pandangan jatuh tanpa sengaja ke arah kotak bekal milik Rivaille. Hiasannya sangat manis-berwarna-warni, penuh karakter imut, dan bentuk hati yang dibuat dari nori dan bahan makanan lain. Bertolak-belakang dengan pribadi Rivaille yang lebih menjurus pada kekelaman.

Sepengamatan Hanji, bekal berhias itu sama sekali belum disentuhnya sejak wanita tersebut selesai menyeduh cup ramen.

"Pacarmu yang membuatkan?"

"Bukan. Temanku dari kecil. Dia datang ke sini untuk menghabiskan liburannya," jelas Rivaille, sedikit menekankan. "Dan sekarang, aku sedang mengomeli bocah itu. Saking jijiknya, hanya melihat saja sudah membuatku tak nafsu makan."

Hanji manggut-manggut, selepasnya terbahak-bahak. "Yaahh, habisnya mana mungkin kan, ada yang mau sama muka tembok seperti kau-aaahhh! Panas! Panas!"

Kuah cup ramen berhasil membasahi permukaan kulit telapak tangan Hanji. Menyebarkan rasa panas yang menyerap, menimbulkan kepulan uap di atasnya.

Sesaat merasa kesakitan. Tapi kemudian kekaguman melintas. Sekarang kulit yang mengeluarkan asap putih panas sangat mirip dengan tokoh fiktif dalam novel yang menjadi panutannya-titan. Wow! Hebatnya aku! Begitu pikir Hanji.

Seringai maniak mulai muncul. Rivaille menggeser kursi, menjauh teratur. Diam-diam ia sempat melirik. Kuah cup ramen masih banyak tersisa. Sedangkan si pemilik masih dalam mode maniak yang biasanya dia tak akan peduli dengan apapun.

Rivaille lebih memilih menenggak kuah rasa sup tom yum tersebut sampai habis. Lumayan bisa mengenyangkan perut. Bagian cup ia serahkan pada Hanji untuk membuangnya nanti. Bagaimana pun makanan itu adalah miliknya.

Rivaille baru akan membaca notifikasi Lime dari Erwin sejam yang lalu, ketika aroma manis menggelitik indra pengendusnya. Di saat yang sama, jerit wanita terdengar nyaring-sangat dekat.

"Waktu itu aku cuma bercanda, sayaanggg! Kalau begini kan, aku jadi enggak enak! Kamu baru saja melahirkan! Kan capek!"

Hanji berceloteh heboh seperti ibu-ibu arisan. Tentu semakin menyebalkan di mata Rivaille.

Si lawan bicara terdengar hanya tertawa geli. "Enggaklah. Aku cukup menikmati kok, apalagi waktu itu dibantu suami dan anakku yang pertama. Lagian kue kering saja aku sering buat juga kok."

"Oohh! Makasih banget lho! Sebentar, kufoto dulu!"

Hanji merogoh kantung pakaiannya. Ponsel lupa dibawa serta. Terakhir ditinggal sembarangan di atas meja kerja. Ia menepuk pundak lelaki di sebelahnya. "Eh, Rivaille. Aku pinjam sebentar dong, buat foto!"

Setelah masuk ke bagian kamera, barulah Rivaille berikan. Hanji langsung menjepret dari berbagai sisi dengan begitu antusias. Puas, ia langsung mengirimkan foto-foto itu ke akunnya sendiri sebelum dihapus permanen oleh si pemilik ponsel.

"Kau mau coba juga, Rivaille? Buatan Petra, nih," tawar Hanji.

Rivaille melongok. Keningnya mengerut kemudian. Kepala mendongak menatap Petra yang tengah berdiri gugup di sebelah Hanji. "Kenapa bentuknya harus titan? Tak ada bentuk yang lebih bagus?"

Iris cokelat Petra mengawang ke lain arah. Diam saja mulutnya. Suasana sedikit mendingin di antara mereka berdua. Wanita berkuncir kuda yang menjadi penengah ikut merasa tak nyaman. Sejenak ia hanya menatap mereka berdua bergantian.

Roomchat [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang