chapter 3

10.1K 632 8
                                    

Aku sudah berada diluar gedung, masuh terus berlari dan lao zeng masih terus mengejarku. Mungkin Yu Tang berhasil dirobohkannya, pikirku.

Sesekali aku menoleh kebelakang menyaksikan apakah kepala pelayan rumah kami ini masih mengejarku.

“hei!.... tung…tunggu!” teriak lao zeng terputus-putus

Seperti orang gila, aku semakin mempercepat kecepatan, aku semakin panic, sebuah akal licik terlintas begitu saja. Aku pun mulai berteriak di tengah-tengah keramaian kota Beijing ini.

“tolong! Tolong! Orang ini ingin menjualku!!”  berulang-ulang hingga orang-orang disekitarku memandang kami.

Tapi sayangnya tidak ada satu pun orang yang turun tangan tangan membantuku. Benar-benar sekumpulan orang tidak bermoral, Beijing sudah berubah menjadi kota busuk berisi orang-orang menjijikan. Karena terus memperhatikan sekeliling aku tidak sempat memandang kedepan, alhasil ketika aku berpaling menghadap kedepan, di depanku sudah berdiri seorang pemuda dengan gerobak yang mengangkut beberapa karung beras siap melintas dihadapanku.

“MINGGIR!?!” si kurir meneriakiku

Terlambat sudah, kini aku terjatuh ditanah, lututku berdarah serasa robek, aku sudah tidak peduli lagi yang ada dalam pikiranku hanyalah kabur secepatnya dari tempat ini. Aku mencoba berdiri dan berusaha keluar dari lusinan orang yang mengelilingiku, sia-sia saja usahaku.

Semakin aku berusaha semakin banyak orang-orang berdatangan menghalangiku hingga seseorang menarik lenganku, aku bersiap akan memarahinya, ketika kutatap siapa orang itu, aku terbelalak kaget, lao zeng sudah berdiri didepanku, dialah yang meraih lenganku. Aku berusaha melepaskan cenkramannya, dia memperketat sampai aku kesakitan.

“mari kita pulang, nona” ujar lao zeng menarikku  pergi.

Aku terjatuh, saat lao zeng akan mendatangiku, seorang pemuda berpakaian chang sang warna ungu mendatangiku. Sekilas aku melihat wajahnya. Kulit yang putih, dihiasi hidung mancung bibir merah muda pucat, mata sipit setajam cakar elang membuatnya terkesan berwibawa, sesosok lelaki yang bagaikan lukisan. Pemuda itu memegang pergelangan tangan lao zeng.

Lao zeng yang tidak mengenalnya pun bertanya apa maunya. Pemuda itu menatapnya sinis,

“kau tak bermoral, perbuatanmu sungguh rendah! Bagaimana bisa bangsa yang terhormat ini memiliki rakyat sepertimu, kau telah menodai nama bangsa!”

Dihina seperti itu tentu saja membuat lao zeng murka, dia bersiap akan melayangkan tinjunya pada wajah pemuda itu, dengan sigap pemuda itu menahannya serta membalas pukulannya tepat di bagian perut lao zeng, alhasil lao zeng terjatuh ketanah merintih kesakitan seraya memegangi bagian perutnya.

Pemuda itu menarik tanganku, dia mengajakku segera melarikan diri. Tanpa berkata apapun lagi, aku segera mengikutinya.. dia membawaku menjauhi keramaian kota menelusuri sungai.

Napasku mulai tidak beraturan keringat bercucuran membasahi wajah bulat telurku begitu pula hal yang sama terjadi pada pemuda itu.

“ber..henti…!” ujarku masih dengan nafas tersengal-sengal.

Pemuda itu berhenti seketika dan jatuh terduduk diatas tanah. Aku mengikutinya lalu menarik napas panjang, kami saling memandang agak lama, akhirnya kami saling tertawa lepas. pemuda itu menungginkan senyumnya yang khas, senyum yang menawan, kedua pipinya tersembunyi lesung pipi yang membuatnya bertambah menarik. Ia berubah menjadi sangat serius bertanya padaku

“salam kenal, bolehkah kutahu nama gong zhi ini?”

“Tentu saja, namaku Chen Fu….” Aku membisu tidak tahu kalimat tepat untuk menyambungnya, sebab tidak memungkinkan aku mengatakan nama asliku, bisa ketahuan aku bukanlah seorang jantan.

Only LastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang