Chapter 14

4.8K 405 1
                                    

moshi-moshi minna! ^^ sambil di baca jangan lupa comment dan votenya kalo ceritaku bagus, tenkyu.

Malam semakin larut, aku dan Mingli menunggani kuda menuju tempat persembunyian para bandit. Berkat kemampuan dan usaha orang-orang Chuo Jin kami dapat dengan cepat mengetahui keberadaan bandit itu. Kami turun dari kuda dan mulai berjalan didalam rumput-rumput tinggi menuju kearah para tentara yang sudah dari tadi memata-matai pergerakan didalam gubuk.

Kami di sambut oleh kepala pasukan disana, jumlah mereka sekitar 20 orang, ada yang tinggi, pendek, gemuk, sedang, dan kurus, postur tubuh mereka berbeda-beda. Kepala tentara itu datang kowtou kepada Mingli.

“Suatu kehormatan bisa bertemu dengan Li Qingwang”

“bagaimana keadaan di dalam?” tanya Mingli dnegan dingin.

“sejauh ini tak ada perkembanagan apapun”

Aku juga ikut-ikutan mengamati gubuk itu, seperti mau roboh, atapnya dari rumput yang dikeringkan, dinding-dindingnya terbuat dari kayu yang sudah lapuk, didalamnya diterangi cahaya lilin. Aku dapat melihat jelas bayangan beberapa lelaki berjejer, seorang lagi berada di barisan paling depan bersama bayangan seorang wanita, itu jie-jieku! Tak berselang lama, aku mendengar suara teriakan jie-jie dari dalam gubuk.

“JA . . . JANGAN!!!!” suara jie-jie gemetaran dan ketakutan.

Aku tak dapat mengendalikan diriku lagi, suara itu menbuat hatiku kembali kacau. Aku mengeluarkan belakiku dari dalam saku baju berpikir akan menolong jie-jieku segera.

“jie-jie tunggulah aku! Aku akan menolongmu” batinku dalam hati.

Belum sempat aku melangkahkan kaki, Mingli seolah mengetahui isi hatiku, dia menahanku, menberi isyarat agar aku bersabar.

“para tentara dan aku akan pergi menolong kakakmu, kau tak usah menbahayakan dirimu” ujar Mingli pengertian.

“KYAAAAAA!??!!”

Suara teriakan itu terdengar lagi dari dalam gubuk. Menit selanjutnya aku sudah tak sadarkan diri, aku melakukan hal gila. Aku berlari menuju pintu masuk gubuk itu, kemudian mengdobraknya. Kulihat jie-jie diikat diatas bangku dan seorang lelaki berwajah seram merobek lengan bajunya. Aku murka, ku tendang beberapa orang ang heran melihat kedatanganku, aku berhasil menjatuhkan beberapa dari mereka. Aku berlari menghampiri jie-jie.

“Furong!” jie-jie hampir menangis melihatku.

Ku keluarkan belatiku, aku melukai tangan lelaki seram yang masih memegangi lengan jie-jie, tangannya berdarah dia meringis kesakitan disampingku. Detik selanjutnya aku memotong tali pengikat itu.

“jie-jie! Aku memanggilnya bahagia.

Aku tak sadar lelaki itu telah berhasil mengatasi rasa sakitnya, dia memukul  leherku. Sakit sekali! Terasa hampir patah leherku, badanku lemas, kepalaku pusing, aku terjatuh ke tanah, mataku buram seperti melihat kabut, semuanya terlihat samar, kesadaranku menghilang, segalanya menjadi hitam kelam.

------

Normal POV

“Furong!” Mingli memanggil nama gadis pujaannya.

Sedetik lalu Furong telah melesat pergi dengan gegabahnya, dia memaski mulut harimau. Mingli takut kehilangannya, dia mondar-mandir resah. Sesudah kepergian Furong, Mingli bermaksud menyusulnya, tapi dia ditahan kepala tentara. Katanya, bandit-bandit itu masih belum melonggarkan penjagaannya, mereka harus menunggu wkatu yang tepat. Kali ini dari dalam gubuk suara Furong menggema kuat.

“apa yang kalian inginkan!? Lepaskan aku!!”

Mingli dibuat bertambah resah. Hatinya gamang, berdetak lebih keras, sleuruh tubuhnya panas dingin bak demam. Dia tak dapat bersabar lagi, Mingli mecengkram kerah baju kepala tentara dengan marah.

“samapai kapan kita akan menunggu? Gadis itu dalam bahaya! Apa akau hanya akan duduk dan melihatnya saja!? Aku tak akan memaafkanmu kalau sampai terjadi sesuatu padanya”

Mingli memimpin tentara lainnya, dia menyerukan persiapan menyerang. Dari  kejauhan kejauhan dia mendengar suara Mingguo, ketika dia melihatnya, Mingguo berdiri di hadapannya bersama beberapa prajurit kerajaan.

“kakak!” Mingli menyambut kakaknya.

“aku tahu kalau Xiufeng ditangkap kawanan bandit, tapi kenapa kau disini?” Mingguo keheranan.

“penjelasan nanti saja, sekarang mari kita menyelamatkan sandera” Mingli menimpali.

Kelompok yang terdiri dari 20 hingga 30-an orang itu menyerbu masuk kedalam gubuk. Seperti perkiraannya kawanan bandit itu hanya terdiri dari 15 orang kurang, degan mudah mereka dapat melumpuhkan kawanan bandit itu. Mingli terus mencari-cari keberadaan Furong, dia menmukan Furong terikat di tiang, Mingli bergegas memotong tali pengikat tubuh Forong degan sekali tebasan pedangnya.

“Furong!” Mingli merasa lega.

“AWAS!!” Furong berseru dan matanya melebar.

Lelaki seram tadi melayangkan pedangnya ke punggung Mingli. Furong menjatuhkan Mingli, dia menbuat dirinya menjadi sasaran tusuk lelaki seram itu. Dara segar bewarna merah mengguyur deras dari perut Furong, darah menbasahi sebagian roknya. Mingli sangat terkejut, dia tak menyangka Furong akan berbuat sejauh ini. Mingli mendekap Furong, dia tak henti-henti memanggil namanya.

“Syu . . . syukurlah kau  . . . selamat . . .” Furong tak sadarkan diri.

“Seseorang panggilkan tabib! CEPAT!!”

Only LastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang