"aku pergi dulu . . . nanti aku akan kembali menemuimu"
jie-jie tersenyum malu-malu, sekarang mereka benar-benar terlihat seperti sepasang suami-istri dimana sang istri mengantarkan kepergian suami ke tempat yang sangat jauh. Aku naik ke atas kereta, di susul Mingguo, kami duduk dalam diam sementara kereta terus melaju menjauhi kediaman keluargaku.
"aku minta maaf mengatakan ini padamu" Mingguo memecah kecanggungan. "Mingli telah mengatakannya padaku, kau . . . menyukaiku?"
"itu sudah berlalu . . . kenapa Mingli mengatakan ini padamu?" kataku tak bersemangat.
"mungkin dia ingin menjodohkan kita"
"lelaki bodoh . . ." air mataku menitik.
"satu hal lagi Furong, Mingli sedang sakit parah, kata tabib penyakitnya tak bisa disembuhkan . . . dia menderita penyakit cinta"
"apa?! Mingguo kumohon perintahkan pelayanmu percepat kelajuannya"
"bersabarlah, ini di dalam kota, kita tak bisa melaju cepat seperti itu"
hatiku gamang, aku sangat khawatir keadaan Mingli, aku menggenggam erat sudut bajuku berusaha menenangkan diri. Aku menatap luar jendela berharap agar cepat sampai. Pemandangan terus berubah-ubah , berbelok menuju pusat perumahan mewah disebelah timur pusat kota.
------
kediaman itu berdiri kokoh di depanku, sepasang singa batu marmer duduk tenang di sisi kanan dan kiri kediaman tersebut, tulisan "kediaman Li Qing Wang" terukir indah berwarna keemasan menghiasi papan hitam berbingkai perak diatas pintu masuk, kediaman ini sangat luas. Mingguo sudah menjelaskan bagaimana aku harus berlaku nanti.
"sudah siap?" tanya Mingguo sambil memegangi satu kenop pintu yang terbuat dari kuningan emas berukir singa keberuntungan.
aku mengangguk menyetujui tanpa berkata lagi Mingguo langsung mengetuk cincin singa tersebut beberapa kali, hingga orang dalam kediaman menyahut.
"iya-iya"
Lalu seorang pelayan laki-laki masih muda membuka pintu itu. dia kaget ketika Mingguo tersenyum padanya, dia segera berlutut memberi hormat.
" . . . Yang Mulia putera mahkota, hamba sangat bersyukur anda datang menjengguk tuanku, hamba mohon maafkan kelancangan hamba, tolonglah Yang Mulia puteta mahkota bujuk pangeran agar jangan selalu meminum arak seperti air setiap hari"
"Ah Ming, aku mengerti . . . berdirilah"
Ah Ming menuruti perlataan Mingguo.
"sekarang bawa aku dan kasimku menemui tuanmu"
"baik"
Ah Ming mempersilakan Mingguo bersama aku masuk ke dalamnya, kediaman itu terdapat perkarangan yang sangat luas, ruang utama, serta beberapa ruangan tertutup yang sangat besar, di tepinya terdapat kolam bunga teratai putih dan di sampingnya terdapat meja dan kursi dari batu pualam. Ah Ming mengantarkan kami hingga di depan ruangan, Mingguo menyuruhnya pergi. Setelah Ah Ming mulai menjauh, Mingguo langsung berbicara padaku.
"masuk sekarang, aku akan berjaga di depan pintu"
aku mengangguk lalu memasuki ruangan itu, aku menutup pintu lalu melangkah lebih dalam. kakiku menendang sesuatu, aku berhenti dan mengamatinya. Banyak botol-botol arak berserakan di lantai, ruangan ini di penuhi bau arak yang sangat menyengat. Banyak pot-pot bunga di isi bunga teratai putih segar. Aku berjalan lagi menuju ruang dalam. Disana rak berisi buku-buku berjejer rapi di sisi dinding, sayangnya ruangan tersebut juga dipenuhi botol-botol arak di atas meja.
Di atas ranjang Mingli terlelap, tangan kanannya memegang erat setangkai teratai putih, sementara tangan lainnya tergeletak diatas sebuah lukisan. Aku mendekat untuk melihat lebih jelas, lukisan itu adalah diriku yang sedang tersenyum. Mingli mengingau, dia memanggil-manggil namaku dalam mimpinya.
"Furong . . . Furong . . ."
aku menutup mulutku menahan suara isakan, ku tatap lekat-lekat lelaki ini. Wajahnya pucat kumis dan jangguk tumbuh tipis di wajah tampannya, dia terlihat berbeda dari yang kukenal, lebih terlihat letih dan berantakan daripada terahir kali aku melihatnya, wajahnya dipenuhi kesedihan membuat aku ikut merasakan kesedihannya. Air mataku mengalir tanpa sengaja jatuh membasahi pipi Mingli.
Mingli bereaksi terhadap tetesan kecil itu seketika matanya terbuka perlahan-lahan, dia tersenyum tipis.
"Fu . . .Rong? lagi-lagi aku berkhayal"
senyum itu menghilang seketika Mingli berdiri sempoyongan menuju meja berisi arak. Dia mengambil satu botol bersegel lalu membuka penutupnya meminum langsung dari mulut botol.
"enyahlah! aku bilang aku tak merindukannya . . . aku . . . aku . . ."
sebutir air mata jatuh dari mata indah miliknya, hatiku terasa menyakitkan melihatnya, dia meraih botol arak itu lagi, aku bergegas kearahnya kutepis botol arak itu hingga berguling menbasahi lantai, aku memeluk erat dirinya.
"tidak, aku tak akan enyah! aku juga mencintaimu Mingli!" kataku berlinang air mata.
"Furong? benarkah kau Furong? . . ."
Mingli balas memelukku tetapi sejurus kemudian dia langsung melepaskanya, memunggungiku.
"pergi! aku tak ingin bertemu denganmu" katanya dengan nada dingin.
"tapi . . . barusan kau memanggil namaku"
aku tak memanggilmu, aku memanggil nama Furong dari rumah pelacuran . . .semalam benar-benar menyenangkan" Mingli sekarang menatapku.
"aku tak percaya. kau bukan orang seperti itu" aku memegang tangannya.
Mingli tak mengubah ekspresinya, dia menepis taganku, mendorongku ke atas ranjang. dia mendekatiku dalam jarak pandang yang sangat dekat, wajahnya berubah kejam.
"aku bilang PERGI! Kalau kau tak berniat tidur denganku jangan datang lagi dan PERGI SEKARANG JUGA!!"
Mingli memalingkan wajahnya sama sekali tak mau melihatku. perkataan itu menyakitkan, aku tahu sangat menghina, tapi aku tak ingin menyerah aku telah menemukan takdirku pada akhirnya setelah mengalami banyak kejadian.
"baiklah. aku akan tidur denganmu"
------
gimana? makin interesting kan?? sudah ya, see you next chapter kekeke *evil smile*
KAMU SEDANG MEMBACA
Only Last
Romanceaku Chen Furong, di usiaku yang ke 17 tahun ini, segalanya berubah. aku menyamar menjadi laki-laki dan berkenalan dengan Aisin Gioro Mingguo, putera mahkota dinasti Qing. kami menjalin hubungan persahabatan dan dia, tentu saja tak tahu aku perempuan...