Chapter 16

4.6K 397 3
                                    

Normal POV

“kakak!” Mingli mengejar kakaknya hingga keluar penginapan.

Mingli berhasil meraih lengan kakaknya, Mingguo berhenti ditempat, dia menghempaskan tangan Mingli kasar.

“kakak, ada apa denganmu? Mengapa kau bersikap begitu? Biasanya kau berikap pemaaf”

“benar aku pemaaf. Tapi dia, wanita itu telah mempermainkan perasaanku! Dia menginjak-injak harga diriku”

“kakak . . .  aku mengerti perasaanmu sekarang. Tak bisakah kakak bersikap murah hati padanya?” Mingli memohon pada kakaknya.

“Li, ada apa denganmu? Kenapa kau selalu berpihak pada wanita itu?” Mingguo marah.

“kakak . . . gadis itu . . . “ Mingli menghela nafas. “dia adalah gadis itu, gadis yang kuceritakan padamu”

Mingguo teringat ucapan Mingli padanya dulu, wajahnya berubah terkejut dan tak percaya.

“apa kau yakin? Gadis itu adalah orang yang sama?” Mingguo menunjuk lantai dua penginapan.

“tepat. Dia mengembalikan sapu tanganku waktu itu”

Mingguo kehabisan kata-kata, dia seperti ditelan bumi. Pandanagn matanya kosong membuat Mingli khawatir.

“kakak . . . “ Mingli berniat meraba dahi Mingguo.

“aku tak apa, tinggalkan aku sendiri . . . “ Mingguo menolak perbuatan adiknya.

Terpaksa Mingli meninggalkan kakaknya sendirian, dia akhirnya masuk ke dalam penginapan.

-----

Furong POV

Bau obat-obatan bertebaran disekitar kamarku, hari ini setelah aku siuman, aku dibawa pulang ke kediaman keluarga kami. Saat ini aku berbaring di ranjang tak bisa berbuat apapun. Hal ini telah berlangsung dua hingga tiga hari. Aku merengek ke Yutang sambil menelan obat pahit yang dibawanya.

“Yutang, aku ingin keluar . . . “ ujarku manja.

“bersabarlah nona, sekarang lebih penting pulihkan kesehatanmu” Yutang mengambil mangkuk obat yang telah kosong dariku.

Otakku berkilau sebuah ide cermelang, lalu aku berbisik ke Yutang. Dia mengangguk-angguk mengerti, kemudian keluar dari kamarku. Sejam kemudian, dia kembali lagi, menbawa kabar menyenangkan.

“Nyonya menyetujuinya”

“aku tak menyangka, Cuma dengan mengatakan pergi berdoa untuk kesehatanmu, nyonya langsung mengizinkan dengan senang hati” Yutang melepaskan pakaiannya.

Aku berdiri dan bersiap-siap, Yutang masih mengoceh. Aku mengenakan pakaian Yutang dan menyamar menjadi dirinya. Rencanaku adalah memanfaatkan ketaatan niang pada ajaran budha, aku menyuruh Yutang untuk pergi berdoa dan aku dapat menyamar menjadi dirinya. Selanjutnya Yutang menyerahkan keranjang berisi dupa, lilin, dan sesaji padaku. Aku pun melenggok keluar dari kediaman keluarga kami. Aku mengelilingi kota peking. Sesungguhnya aku berharap sekali bisa bertemu Mingguo agar aku dapat memohon padanya, kali ini apapun pasti kulakukan demi pemaafannya.

“BRUK!”

Aku menabrak sesuatu, sepertinya manusia. Kami terjatuh di waktu bersamaan, kulihat siapa itu dan itu menbuat aku makin bertanya-tanya. Aku tak pernah melihat manusia se-unik ini. Rambutnya pirang keemasan, hidungnya sangat mancung, matanya biru laut, lelaki itu sangat tinggi dua kali lipat dariku, dia sangat putih sepucat hantu.

“Ouch! It’s hurt!!” ujar lelaki itu dalam bahasa aneh.

“bahasa dari mana ini?” aku bertanya-tanya dalam hati.

Lelaki aneh itu menatapku, lalu dia berdiri menghampiriku. Dia mengulurkan tangan pucatnya serta mengucapkan bahasa aneh lagi.

“are you okay, lady?”

Aku menatapnya kebingunan, tak tahu apa yang dia bicarakan. Lelaki aneh itu mengulurkan tangannya seperti akan membantuku berdiri, aku meraih tangannya. Setelah berdiri baru kusadari orang ini saaaangaaaat tinggi, sampai-sampai aku harus mendongak agar dapat melihat wajahnya.

“oh no! you’re unwell, you look pale. Let’s go to the doctor!” lelaki itu menarik tanganku.

“hei, apa yang kau lakukan?” aku ketakutan.

Saat lelaki aneh itu seolah akan berbicara, tiba-tiba sebuah tendangan melayang ketubuh lelaki aneh itu. dia mundur bebetapa langkah.

“sialan! Hei, orang asing apa yang kau lakukan padanya!”

Dia Mingguo, lelaki yang ingin kujumpai selama ini. Lelaki itu berdiri dihadapanku menbuat hatiku senang, senyuman mekar di bibirku, aku terharu dia masih memerhatikan aku.

“hey man! Aku hanya ingin membawa dia kedokter, tak lihatkah kalau wajah gadis ini pucat” lelaki itu berbicara dalam aksen bahasa China janggal.

“ah! Ternyata kau mengerti bahasa China, kenapa kau tadi berbicara bahasa aneh padaku?”

“come on! Aku kira kau mengerti, kupikir kau pernah belajar diluar negeri” orang asing itu mengangkat bahunya enteng.

“orang asing, ini tanah kami, kuperingatkan kau jangan berbuat macam-macam disini”

“well, bukan urusanmu” orang asing itu mencium telapak tanganku.

Aku gelagapan tak tahu harus bagaimana, orang asing itu menatapku kagum seraya tersenyum manis, dari wajahnya Seurat warna merah menghiasi pipinya yang pucat.

“namaku Albert, kau sangat cantik”

“hei barbar! Berhenti merayunya! Kami disini punya aturan tata karma, kau juga harus mematuhinya” Mingguo berdiri di depanku.

terima kasih atas vote dan komentar teman2 sekalian ^O^

Only LastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang